Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 110: Olahraga Sore



BAB 110: Olahraga Sore

0"Oh, jadi kamu ingin aku yang memakaikannya? Aku tidak keberatan sama sekali!" Pria bertubuh atletis dengan rahang tegas itu memberikan tatapan mengintimidasi lawan bicaranya.     
0

"A-Apa? Ba-baiklah, aku akan ganti baju dulu." Agnes menyambar pakaian yang diberikan Donni dan berlari menuju kamar mandi. Donni menyeringai sinis melihat Agnes yang harus diancam dulu baru menurut.     

"Kita kelilingi perumahan ini. Cuaca sore ini sangat bersahabat. Kamu tentu tidak mau melewatkannya dengan berjalan-jalan kan?" Senyum memikat Donni sempat meluluhkan hati Agnes, namun hal tersebut buru-buru ditepisnya.     

"Baiklah, aku juga sering berolahraga lari sendirian. Kamu jangan sampai pingsan di jalan karena aku tidak akan mau menolongmu." Jawab Agnes sinis.     

"Cih! Seperti yang kuat berlari saja." Donni dan Agnes mulai berlari santai mengelilingi kawasan perumahan hingga mengitari lapangan bola basket yang ada di tengah-tengah perumahan. Beberapa anak muda yang melihat mereka berlari, sempat tertegun karena seusia mereka masih senang berolahraga terutama berlari.     

-----     

Tubuh Dian serasa tidak bertulang. Pria iblis itu benar-benar menghukumnya meskipun selembar kain membungkus telapak tangannya yang mengeluarkan bau amis segar.     

"Jangan harap kamu bisa meninggalkanku! Tidak boleh ada satu lelakipun yang bisa memilikimu, paham itu?" Dave menghujam kewanitaan Dian berkali-kali hingga perempuan malang itu kehabisan tenaga dan akhirnya pingsan diatas kasur.     

Entah setan macam apa yang merasuki Dave. Belum pernah dia merasakan se posesif ini ke perempuan manapun. Baginya, perempuan adalah pakaian yang bisa dibuang sesuka hatinya. Namun, sejak bertemu Dian, Dave tidak pernah lagi berhasrat terhadap perempuan manapun. Sejak terakhir kali Dian menghilang, dia memilih untuk tinggal di apartemennya sepulang bekerja. Bahkan Britney yang menawarkan dirinya siap dua puluh empat jam pun ditolaknya mentah-mentah.     

Bercak-bercak merah memenuhi sekujur tubuh Dian. Leher, dada, dan punggungnya tidak luput dari terkaman buas Dave. Pria itu menjadi sangat emosional setiap melihat Dian yang ingin melarikan diri. Sudah tidak ada pria itu lagi disisi ranjangnya. Namun tubuhnya pun tidak bisa bergerak.     

Toktoktok …     

"Selamat sore, nyonya. Saya Dona, yang akan melayani semua kebutuhan nyonya. Tuan Dave yang memerintahkan saya untuk menjadi asisten nyonya dua puluh empat jam." Seorang perempuan yang usianya mungkin hanya lima tahun diatasnya, masuk kedalam kamar dan membungkukkan badannya penuh hormat.     

"Tubuhku seperti tidak bertulang dan tidak bisa digerakkan. Bisakah kamu membantuku untuk mandi?" Dian sungguh malu sebenarnya, karena kondisinya saat ini terlihat sangat menyedihkan. Namun, badannya pun lengket dan ingin segera mandi membersihkan tubuhnya dari keringat dan cairan yang menempel di sekujur tubuhnya.     

"Baik nyonya. Sebentar saya siapkan dulu air hangatnya di bath tub." Dona segera bergegas menuju kamar mandi dan mempersiapkan semua kebutuhan Dian.     

Ada yang terasa janggal di dengar Dian. Tapi dia tidak tahu apa itu. Pikirannya sedang tidak jernih untuk berpikir banyak. Dona dengan telaten mengangkat tubuh Dian dan memapahnya menuju kamar mandi. Dalam pikirannya, tuan majikannya sangat brutal dan tidak lembut memperlakukan istrinya. Istri? Ya, Dave memberitahukan semua pelayan yang ada dirumah ini kalau Dian adalah istrinya. Mereka baru menikah kemarin.     

Dian menemukan kenyamanannya saat tubuhnya menyentuh air hangat. Namun bagian kewanitaanya terasa perih dan Dian sempat meringis kesakitan. Namun, dia tidak sampai menangis. Perempuan malang itu menahan sakit dengan menggigit bibirnya kuat-kuat.     

"Dimana pria iblis itu?" Tanya Dian akhrinya setelah beberapa lama merendakm sebgaian tubuhnya dan dibantu Dona menggosok bagian punggung.     

"Pria iblis? Siapa itu, nyonya?" Tanya Dona tidak mengerti, sambil memiringkan dagunya.     

Dian memejamkan matanya. Dia malas sekali menyebut namanya. Namun, dia juga penasaran kenapa perempuan ini memanggilnya 'nyonya'? Permainan macam apa ini yang sedang dipertunjukkan pria iblis itu padanya.     

"Kalau maksud nyonya adalah tuan Dave, beliau pergi sejak dua jam yang lalu. Beliau tidak bilang kemana, hanya saja sepertinya tergesa-gesa sekali. Terlihat dari cara beliau mengemudikan mobilnya keluar dari halaman rumah.     

Dian diam tidak menjawab sepatah katapun. Huh, baguslah kalau dia tidak ada dirumah. Aku harus segera mencari cara agar bisa keluar dari kandang macan ini, pikir Dian.     

"Sepetinya tuan sangat mencintai nyonya. Sebelum pergi, tuan meminta pelayan dapur untuk menyajikan bubur hangat dan teh manis hangat untuk nyonya, ketika nyonya sudah bangun." Jawab Dona.     

"Bisakah kamu tidak memanggilku nyonya nyonya terus? Aku muak mendengarnya! Aku bukan …"     

"Aku bukan apa?" Tiba-tiba pria iblis yang sedang dibicarakan, muncul di pintu kamar mandi. Tubuh Dian gemetaran seketika. Dona yang melihat tuan majikannya datang, langsung membungkuk mengundurkan diri, meninggalkan kedua majikannya didalam kamar mandi.     

"Apalagi yang mau kamu lakukan padaku? Lebih baik bunuh aku saja daripada harus menyiksaku seperti ini." Dian sudah pasrah dengan nasibnya. Tidak ada orang yang bisa dimintai tolong. Ponselnya disita dan dia tidak diperbolehkan untuk keluar rumah meski hanya di teras sekalipun.     

"Kenapa? Apakah mati lebih baik daripada menjadi istriku?" Dave menarik dagu Dian. Tubuhnya yang masih polos tanpa sehelai benang pun, tertutup busa sabun meski separuh dadanya masih menyembul keatas.     

"Kenapa harus aku? Bukankah banyak wanita yang ingin menjadi istrimu?" Dian menatap tajam balik sepasang mata hitam milik Dave. Tubuhnya masih lelah, namun matanya masih tetap menatap lamat-lamat Dave meski dengan sendu.     

"Karena hanya kamu yang pantas untuk melahirkan generasi penerusku di masa depan. Setelah sekian lama pencarianku, akhirnya aku menemukan perempuan yang masih menjaga keperawanannya. Dan, itu sangat langka di era modern ini." Dave menyingsingkan lengan kemejanya dan menyiram kepala Dian yang masih ada busa shampoo.     

Kedua tangan Dian sungguh lemas tidak berdaya. Hatinya memberontak tapi fisiknya tidak bisa menolak. Dia membiarkan Dave membersihkan setiap senti tubuhnya. Seluruh tubuhnya sudah dipenuhi jejek-jejak kepemilikan pria iblis ini. Jadi, sudah tidak perlu lagi merasa malu. Hanya satu yang pasti akan dilakukan Dian suatu saat, yaitu kabur dari pria ini menjauh sejauh-jauhnya. Kalau perlu sampai ke dasar bumi sekalipun.     

Dave mengangkat tubuh lemas Dian dan mendudukinya diatas meja wastafel untuk mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Dian seperti anak bayi yang tidak bisa bergerak sama sekali, pasrah apapun yang dilakukan pria dihadapannya.     

"Tubuhmu sangat sempurna. Kulit tubuhmu halus, bersih, dan terlebih lagi aku suka bagian dadamu. Begitu besar dan menantang. Huh, aku sungguh brutal sekali yaa banyak bercak merah dimana-mana." Dave meraba kulit Dian dan menyusurinya dengan jari telunjuknya. Jarinya membentuk pola melingkar di kedua gunung kembar Dian. Dian menggigit bibirnya kuat-kuat untuk menahan desahan agar tidak sampai terlolos dari bibirnya. Namun, tubuhnya berkata lain. Kuncup buah dada Dian spontan mengeras dan memerah.     

"Kamu menginginkannya lagi?" Dave meremas buah dada Dian dengan kedua tangannya. Sungguh nikmat sekali rasanya menemukan tempat favorit dan merasakannya sesering dia mau. Dave meletakkan kedua tangan Dian diatas bahu kekarnya. Dengan rakusnya, pria hiperseks itu melumat buah dada yang masih lembab dan aroma sabun pun masih tercium jelas.     

"Aaahhhh …." Dian tidak kuat untuk tidak mendesah. Kepalanya terdongak keatas, seiring kulit tubuhnya meremang.     

"Mendesahlah untukku sayang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.