Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 111: Wanita Selalu Benar



BAB 111: Wanita Selalu Benar

0"Sudah siap?"     
0

"Hmm, ayo buruan. Aku sudah mau telat. Gara-gara kamu aku jadi tidak bisa bangun pagi."     

"Ckckck, aku salah terus dimata kamu."     

"Karena lelaki memang selalu salah dan wanita selalu benar. Ayooo, cepatlah!" Agnes memastikan semua perlengkapannya tidak ada yang tertinggal. Satu jam lagi dia harus sampai butik Da House dan bertemu dengan pemiliknya, Sara Anderson.     

Donni membuat semua persiapan Agnes berantakan. Dia bangun kesiangan karena pria mesum ini tidak melepaskannya hingga pukul 2 dini hari. Agnes semula ingin masak untuk bekal sarapannya, jadi terlambat dan terburu-buru mandi dan berangkat.     

"Siapa klienmu? Apakah artis, pejabat, atau orang penting?" Donni sendiri yang membawa mobil dan mengantarkan istrinya menuju tempat yang ingin dituju Agnes.     

"Istri pengusaha, sekaligus pemilik butik. Suaminya baru pulang rumah sakit kemarin karena penyakit jantung yang di derita. Anaknya pengusa dan baru menikah dua bulan yang lalu." jawab Agnes panjang lebar. Wanita ini merasa perlu mendapatkan teman mengobrol untuk mengusir rasaa degdegan di jantungnya.     

"Oh ya? Siapa kalau boleh tahu?" Tanya Donni lagi sambil memutar lingkaran kemudi untuk berbelok arah setelah tikungan. Waktu yang dibutuhkan sebenarnya hampir dua jam namun dengan kecepatan Donni menyetir mobil, selama jalanan tidak macet, dia bisa menempunya dalam waktu setengah jam.     

"Sara Anderson." Jawab Agnes singkat.     

"Anderson?" Donni mengerutkan alisnya.     

"Ya, kamu kenal." Agnes memalingkan wajahnya ke Donni, yang semula asyik menatap jalan raya dari balik kaca jendela.     

"Entahlah, mungkin hanya kebetulan nama belakangnya sama." Donni tetap fokus mengemudikan mobil, sesekali matanya menatap kaca spion yang ada di luar dan di atasnya.     

"Aku tidak tahu kapan selesainya. Aku akan pulang sendiri nanti." Mereka pun sampai di depan butik dan Donni memarkirkan mobilnya sampai ke dalam halaman parkir butih Da House.     

"Kamu kenapa masuk? Sudah langsung saja, kamu sudah terlambat kan?" Agnes bingung kenapa Donni ikut keluar mobil dan turun membuka pintu untuk Agnes.     

"Aku ingin tahu, siapa klienmu. Ayo aku antar kedalam."     

"Tapi …"     

"Sudahlah …" Donni malas berdebat dengan Agnes. Dia hanya ingin memastikan Anderson klien istrinya ada hubungan dengan Anderson rekan bisnisnya.     

"Maaf permisi, saya Agnes. Sudah janji bertemu dengan nyonya Sara Anderson. Apakah beliau sudah datang?" Dengan sopan santun, Agnes memperkenalkan diri.     

"Oh iya, ibu bilang kalau ada tamu bernama Agnes boleh langsung bertemu ibu. Sebentar, saya antarkan. Ibu baru datang." Resepsionis itu menjawa dengan sopan dan membawa Agnes menuju ke dalam dan menaiki anak tangga menuju lantai dua. Donni yang berjalan di sebelah Agnes, mencari petunjuk kesaaman nama Anderson apakah itu foto keluarga atau apapun. Tapi, dia tidak menemukannya dimanapun.     

"Kamu kembali saja ke kantor. Aku tidak mungkin membawamu kedalam." Agnes berbisik ke arah Donni dan mengusirnya secara langsung.     

"Ckck, kamu tega sekali. Ya sudah aku pergi sekarang. Kalau sudah selesai, telpon aku. Nanti aku jemput." Jawab Donni sambil menatap jarum arloji di pergelangan tangan kirinya.     

"Hmm .." Jawab Agnes.     

"Hmm?"     

"Hmm, iyaa. Cih!" Jawab Agnes mengernyit menyindir.     

"Ok, aku pergi sekarang. Sukses yaa. Kamu pasti berhasil. Mmuahh …" Donni menarik dagu Agnes dan mencium bibirnya dalam-dalam sebelum pergi berjalan cepat meninggalkan dia yang bengong dengan mata terbelalak lebar.     

"Dasar mesum!" Agnes menggeram gemas dan kesal jadi satu. Perempuan resepsionis yang mengantar Agnes, tersenyum simpul melihatnya, membuat Agnes tersenyum salah tingkah.     

Toktoktok …     

"Masuk." Terdengar suara seorang wanita dari dalam.     

"Maaf bu, ada tamu. Namanya bu Agnes."     

"Oh iya, persilahkan masuk." Sara bangkit dari kursinya dan menghampiri pintu, khususnya Agnes yang memunculkan wajahnya dari balik pintu.     

"Haiii … kamu …"     

"Aku Agnes. Sara bukan?" Agnes mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.     

"Iya aku Sara, ayo silahkan masuk." Sara sempat tertegun sejenak melihat wanita cantik didepannya, mirip dengan menantunya. Sangat amat mirip, mulai dari bentuk rambut, wajah, dan semuanya.     

"Terima kasih, maaf sudah lama menunggu ya." Dengan sopannya Agnes menjawab sapaan Sara. Mereka wanita yang beda usia mungkin hanya lima tahunan.     

"Oh tidak kok, aku juga baru datang. Maaf ya aku minta ketemuannya agak pagi, karena siang nanti jadwal ku bawa suami kontrol ke rumah sakit." Tampilan elegan dan sosialita Sara, tidak ada yang menduga kalau wanita ini juga lebih memprioritaskan keluarga. Selalu ada untuk suaminya, dan lebih senang melayani suami, dibandingkan harus menyerahkan kesehatan suami ke orang lain untuk merawatnya.     

"Iya tidak apa, aku juga senang beraktivitas dimulai pagi hari."     

"Silahkan duduk, mau minum apa? Kopi, teh, atau jus?" Sara bertanya.     

"Tidak usah repot-repot."     

"Kopi mau? Aku punya kopi dari Aceh asli, enakkk deh. Ngopi kaan?" Tanya Sara lagi.     

"Iya boleh deh kalau begitu, terima kasih." Dengan sungkan Agens menerimanya, meski sebenarnya dia tidak begitu suka kopi.     

"Jadi, Sara mau interior yang seperti apa?" Agnes mengeluarkan laptop, buku, dan juga pulpen.     

"Aku ingin ruangan yang nyaman, teduh, namun tidak meninggalkan karakteristik mewah dan berkelas. Dan, aku juga ingin ada satu ruangan khusus disediakan untuk ibu yang ingin menyusui anaknya." Jawab Sara. Wanita elegan itu mendekati Agnes dan duduk disebelahnya. Sara mengamati Agnes lekat-lekat. Kenapa wanita ini mirip sekali dengan menantunya? Batinnya.     

Agnes yang merasa di tatap, agak sedikit jengah dan memberanikan diri untuk bertanya.     

"Maaf, apakah ada yang salah dari penampilan aku hari ini?" Agnes bertanya dengan hati-hati.     

"Justru aku yang ingin bertanya, apakah kamu punya anak perempuan? Wajahmu mirip sekali dengan seseorang." Jawab Sara, tanpa menyebutkan identitas seseorang tersebut.     

"Oh, benarkah? Mungkin karena wajahku pasaran. Aku tinggal sendiri dan aku … tidak punya anak." Jawab Agnes lirih. Maafkan ibumu nak tidak mengakui kehadiranmu dimanapun berada, batin Agnes.     

"Oh, ya mungkin saja kalau begitu. Baiklah, kita langsung saja ya ke intinya." Akhirnya Sara memilih untuk mengabaikan sejenak rasa penasarannya dan memilih untuk fokus apa yang akan dibicarakan saat ini.     

"Hehehe, baiklah." Agnes terkekeh.     

-----     

"Dave, kemana saja kamu? Susah sekali dihubungi dari kemarin." Britney yang melihat Dave datang menuju kantornya tanpa melihat kiri kanan, langsung menyusul masuk ke ruangan Dave, seorang CEO.     

"Ada hal penting apa harus menghubungiku? Ada Andrew yang bisa membantumu." Jawab Dave malas-malasan. Energinya sudah setengah habis setelah semalam dan tadi pagi digunakan untuk bekerja keras memenuhi hasrat seksualnya.     

"Kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini selalu menghindariku. Apa kamu sudah punya gandengan baru?" Britney menatap Dave penuh selidik.     

"Kamu tidak perlu ikut campur urusanku. Kamu adalah sekretarisku, aku atasanmu. Paham?" Dave menyeringai sinis. Britney merasa ada yang mencurigakan dari sikap Dave. Saat ini, Dave lah yang menjadi sumber pendapatan Britney, setelah Darren menolaknya mentah-mentah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.