Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 114: Sebesar Buah Ceri



BAB 114: Sebesar Buah Ceri

0"Donni, siapa dia? Apa karena wanita tua itu kamu menceraikan aku?" Britney berteriak histeris.     
0

"Cerai? Kamu dan dia pernah menikah? Huh, okay. Sepertinya aku … " Agnes kini yang berbicara, berjalan menjauhi Donni dan perempuan muda itu.     

"Agnes!" Donni melangkah hendak mengejar Agnes namun tangannya dipegang Britney.     

"Ohh, ternyata benar dugaanku. Kamu sudah punya wanita lain untuk menghangatkan ranjangmu. Cih! Pantas saja aku diceraikan semudah itu." Britney menyeringai sinis.     

"Jaga ucapanmu atau aku benar-benar akan membuat kamu dan keluargamu hilang dari dunia ini." Donni mengeraskan rahang dan menghempaskan dengan kasar tangan Britney yang memegangnya.     

Britney menelan salivanya. Tatapan tajam Donni seperti menusuk jantungnya dan membuatnya tidak bisa berkutik.     

"Agnes, tunggu aku!" Akhirnya Donni bisa mengejar Agnes dan meraih tangannya ketika mereka sudah sampai di pintu keluar.     

"Huh, kamu bilang tidak bisa hidup tanpa aku? Tidak ada wanita yang bisa memuaskanmu? Kamu tahu tidak? Dia seumuran anakmu! Kamu menjijikkan! Lepaskan aku!" Agnes berteriak histeris dan meronta melepaskan tangan Donni yang menggenggamnya.     

"Dengarkan aku! Ceritanya panjang dan aku tidak bisa menceritakannya disini. Sekarang ikut aku ke mobil."     

"Aku tidak mau!" Agnes hendak berlari namun cengkeraman tangan Donni yang kuat mampu mengangkat tubuhnya dan memasukkannya ke dalam mobil di kursi depan penumpang. Donni memakaikan seat belt Agnes meski tubuhnya mendapat pukulan dari wanita yang sedang mengamuk berkali-kali.     

Donni segera berlari menuju kursi pengemudi dan menghidupkan mesin mobil untuk meninggalkan mal yang belum sempat mereka datangi dengan tujuan semula, membeli sesuatu dan makan siang.     

"Kamu pemaksa, kamu gila, kamu brengsek!" Agnes memaki Donni dan meronta ingin keluar dari mobil sambil mengambil alih lingkaran kemudi yang bisa membahayakan nyawa keduanya.     

"DIAM! Aku bilang diam! Duduk yang benar!" Suara keras Donni mampu membuat Agnes menghentikan aksi penolakannya dan melemaskan tangannya yang semula aktif bergerak kesana kemari.     

"Aku mau pulang sendiri. Hiks hiks … Aku tidak mau satu rumah denganmu lagi." Agnes menangis sesenggukan. Harga dirinya sudah jatuh ketika perempuan muda itu memakinya di tengah keramaian dan ditambah lagi ternyata dia adalah mantan istri pria yang ada dihadapannya.     

Donni semakin memacu mobil dengan kecepatan tinggi. Agnes sempat shock dan mencari pegangan agar tubuhnya tidak terpental ke luar mobil jika sewaktu-waktu mobil ini bertabrakan. Donni ingin menuju satu tempat untuk menceritakan semua kisah hidupnya sejak berpisah dengan Agnes dua puluh tiga tahun yang lalu.     

-----     

"Halo sayang, lagi apa?" Darren menyempatkan melakukan video call setelah jam makan siangnya dengan salah satu koleganya.     

"Baru selesai berkebun. Badanku penuh keringat. Bisa telpon lagi nanti? Aku harus mandi dulu dan membersihkan tubuhku." Calista yang baru sampai kamarnya, mendadak di telpon berupa panggilan video oleh Darren. bertepatan dengan dia membuka kaosnya yang kotor penuh keringat dan debu. Hingga menyisakan bra berwarna putih dan celana selutut yang masih dikenakannya.     

Darren menelan salivanya susah payah melihat tampilan sang istri di ujung telpon yang sedang mondar mandir di kamar mandi mencuci tangan sambil hanya mengenakan bra dan celana selutut.     

"Tuan Darren, ada …"     

"Kamu! Aku tidak mau terima tamu saat ini. Keluar!" Andrew yang datang tiba-tiba, mendapat semprotan dan makian dari bosnya yang dia tidak tahu kalau bosnya sedang memandangi tubuh sang istri lekat-lekat.     

"Siapa, Darren? Kamu lagi sibuk? Aku mandi dulu, nanti aku telpon lagi." Jawab Calista tanpa tahu ada kejadian horror di ruangan kerja sang suami. Horror karena Andrew kena getah.     

"Tidak-tidak, tidak ada siapa-siapa. Kamu mau mandi? Ya sudah mandi saja. Telponnya jangan dimatikan ya." Jawab Darren sambil mengusap dagu yang ditumbuhi bulu-bulu halus tipis.     

"Apa? Kamu mau melihatku mandi? Cih! Enak saja!" Calista hendak memencet tombol merah namun Darren mengancamnya.     

"Heyy, awas saja kalau dimatikan. Aku akan pulang sekarang juga dan membuatmu tidak bisa bangun sampai kamu melewatkan makan malam." Seringaian sinis terbit dari bibir Darren yang membuat Calista menggeleng-gelengkan kepala.     

"Coba saja kalau berani! Klik!" Calista benar-benar mematikan telponnya dan itu membuat Darren ternganga tidak bisa berkata apa-apa.     

"Perempuan ini! Awas ya!" Darren tersenyum menggeram mengeratkan gigi.     

"Dasar mesum! Enak saja mau lihat aku mandi! Huh!" Calista melanjutkan ritual mandinya dengan lebih santai dan leluasa.     

Rambut panjangnya di gerai karena ingin dibasahi dan dikeramas, debu dan tanah bertebaran di rambutnya. Air kucuran hujan buatan mengawali acara mandinya. Untuk siang ini, perempuan hamil itu tidak menginginkan mandi berendam.     

"Tujuh minggu sudah kamu bersemayam di perut mommy. Kelak kamu jadi anak yang membanggakan dan sayang orangtua juga keluarga ya sayang." Calista mengusap perut yang sudah mulai kelihatan membuncit meski masih sedikit. Menurut berita di internet yang dibacanya, janin usia 7 minggu masih sangat mungil. Ukuran janin 7 minggu mencapai 1.27 cm. Bentuk janin 7 minggu juga masih sangat kecil, yakni kira-kira sebesar buah ceri.     

Calista menyudahi acara mandinya. Tiba-tiba dia ingin minum jus alpukat dan makan buah mangga yang segar. Diambilnya pakaian santai kaos dan celana panjang warna putih senada, Calista keluar dari kamar dan menuju dapur.     

Dicarinya buah-buahan yang diinginkan didalam lemari pendingin. Semua bahan sudah disiapkan di atas meja dapur. Calista akan mulai membuat sendiri jus alpukat ketika seorang pelayan datang ke dapur dan melihatnya ingn memblender.     

"Biar saya saja, nyonya. nyonya duduk saja." Pelayan itu segera mengambil alih bahan-bahan yang dipegang Calista. Calista membiarkan dan duduk manis di kursi yang ada di depan meja bar dapur.     

Calista melihat gerakan pelayan yang sangat cepat dimatanya.     

"Kamu sudah lama bekerja disini?" Sekedar obrolan untuk memecahkan kesunyian dilakukan Calista.     

"Lumayan lama, sekitar satu tahun, nyonya." Jawab pelayan yang usianya masih muda itu.     

"Selama kamu disini, pernah lihat tuan Darren membawa wanita masuk selain maminya?" Tanya Calista tiba-tiba. Entah kenapa dia jadi ingin bertanya hal yang tidak biasanya dia pedulikan.     

"Hmm, setahu saya tidak ada, nyonya." Jawab pelayan itu sedikit gugup.     

"Ohh, okay. Oya, jangan kasih gula yaa jusnya. Kamu bisa bikin sambal rujak?" Tanya Calista lagi.     

-----     

Setelah 1 jam mengendarai mobil, akhirnya mereka tiba di sebuah kawasan wisata yang terkenal akan pantainya di pinggir kota Jakarta. Donni memilih lokasi yang sepi pengunjung namun masih tetap memandang ke arah lautan lepas yang dibendung menyerupai pantai.     

Agnes keluar dari mobil lebih dulu dan menutup pintu mobil dengan kasar. Dia berjalan menuju tepi pantai dan berdiri disana. Rambutnya yang panjang tergerai indah ditiup angin, hingga terkadang menutupi sebagian wajahnya. Donni masih didalam mobil. Menghela napasnya, bersiap-siap untuk memberi penjelasan sebaik mungkin agar tidak melukai wanita yang pernah melahirkan anak untuknya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.