Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 115: Peci di Kepala



BAB 115: Peci di Kepala

0Donni masih didalam mobil. Menghela napasnya, bersiap-siap untuk memberi penjelasan sebaik mungkin agar tidak melukai wanita yang pernah melahirkan anak untuknya. Pria berambut tebal itu keluar dari mobil dan berjalan mendekati Agnes yang menyatukan kedua tangannya di belakang tubuhnya. Terkadang jari tangannya menyibak rambut yang jatuh di pipinya. Menyadari kehadiran Donni disampingnya, wanita itu memalingkan wajah ke sisi sebelahnya.     
0

Donni melipat kedua tangannya didepan dada.     

"Ehem, suasana disini cukup tenang dan nyaman ya." Sesekali Donni melirik ke wajah disebelahnya, demi untuk melihat raut wajah wanitanya yang cemberut ditekuk.     

"Huh!" Agnes malas untuk menjawab atau berkata apapun.     

"Harus mulai darimana ya aku bercerita. Intinya, dia adalah mantan istri siriku. Aku tidak ingin mengungkit masa lalu. Dia adalah kesalahanku ketika aku tidak bisa mengendalikan nafsu kelelakianku. Maafkan aku …" Donni menunduk memandang pasir yang bertebaran di sepatu pantofelnya.     

"Huh! Aku tidak tahu harus berkata apa. Kenapa kamu menceraikannya? Bukankah wanita muda lebih segar?" Agnes menyeringai sinis sambil memutar kedua bola matanya. Donni paham betul wanitanya sedang marah dan dia menyadari kalau ini semua kesalahaannya, kesalahan dimasa lalu akibat tidak bisa menahan nafsunya.     

"Karena aku tidak ingin membuat kesalahan semakin lama dan berlarut-larut. Dia juga bukan dalam kondisi perawan ketika aku nikahi. Dia sudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas sejak masih sekolah." Jawab Donni santai.     

"Kamu! Tidak tahu malu! Aku malas bicara sama kamu!" Agnes pergi menjauh dari Donni dan berjalan menyusuri setapak beraspal yang ada di sekitarnya. Donni menyusul dari belakang, berjalan santai sambil meletakkan kedua tangannya didalam kantong celana. Dengan kacamata hitam yang bertengger di atas hidungnya, penampilan Donni sempat membuat beberapa wanita di sekitarnya saling melirik dan berdecak kagum. Tidak tampak seperti pria yang sudah berumur. Bahkan, mungkin lebih mirip pria berusia tiga puluhan akhir.     

Agnes merasa aneh kenapa semua perempuan memandang ke arahnya. Eh, bukan kearahnya, melainkan ke orang yang ada dibelakangnya. Agnes memutar tubuhnya menghadap ke belakang dan melihat Donni yang berhenti berjalan sambil tersenyum ke arahnya.     

"Sial! Dia semakin tampan dengan kacamata hitam dan senyum memikatnya." Agnes berkata dalam hati sambil merengut sebal.     

Donni mengangkat kedua bahu dan tangannya ke udara. "What?" Donni bertanya.     

"Cih! Ayo kembali ke mobil." Agnes menghampiri pria maskulin yang sempat menarik perhatian banyak wanita disekitar, menarik tangannya menuju mobil mereka. Donni menahan tertawa agar tidak membuat Agnes malu.     

"Aku tidak mau tahu apa yang kamu lakukan beberapa tahun kemarin setelah kita berpisah. Tapi kini, saat kamu memutuskan untuk membawaku menjadi istrimu kembali, tolong jaga hati dan perasaanku. Apakah kamu bisa?" Agnes berkata sambil menatap jendela.     

"Saat kamu berbicara, hadapkan wajahmu ke arahku. Nah, begini. Tadi kamu bilang apa?" Donni meraih dagu Agnes dan membuat wajah cantik di hadapannya hanya berjarak dua sentimeter dari hidungnya.     

Agnes terdiam menatap manik mata hitam pekat dihadapannya. Untuk sesaat kedua mata bertemu dan tidak berkedip. Sampai akhirnya Agnes kalah dan memalingkan wajahnya ke samping.     

"Kita kembali pulang." Jawab Agnes.     

"Baiklah nyonya." Jawab Donni kembali sambil tersenyum lembut.     

Mobil itu pun melaju meninggalkan area pantai menuju rumah mereka di pinggiran kota Jakarta yang jauh dari keramaian.     

"Besok aku akan ke Kalimantan selama satu minggu. Kamu mau ikut?" Donni berkata, tangan kirinya tidak lepas menggenggam dan meremas tangan wanita cantik disebelahnya.     

"Kamu tahu aku punya pekerjaan. Bagaimana mungkin menawarkan aku untuk ikut bersamamu?" Jawab Agnes lirih. Matanya melihat tangan kanannya digenggam Donni sambil sesekali dicium pria yang masih berstatus suaminya tersebut.     

"Oh iya, aku lupa. Kalau begitu, aku boleh minta jatahku dobel dobel nanti malam? Anggap saja kompensasi selama satu minggu di rapel." Pinta Donni sambil menyeringai nakal.     

"Ishhh, dasar tidak tahu malu!" Agnes menghempaskan tangan kiri Donni dan melipat kedua tangannya didepan dada. Donni tertawa terbahak-bahak melihatnya.     

-----     

"Siapa anda?" Dian menatap pria setengah tua yang ada dihadapannya. Seorang pelayan rumah mendampingi Dian untuk turun dari kamarnya di lantai dua dan mengarahkannya menuju ke ruangan tengah.     

Dave berdiri bersisian dengan pria setengah tua yang mengenakan setelan jas sederhana dengan peci di kepalanya. Ada juga empat orang pria yang duduk melingkari meja. Dave menghampiri Dian yang masih berdiri kebingungan. Banyak orang dirumah ini, ada apa? Batinnya.     

"Sebentar, saya tinggal dulu." Dave memberikan kode ke ajudannya untuk menemani para tamu, sementara dia meraih lengan Dian dan berjalan menuju teras luar di cuaca sore yang cukup cerah ini.     

"Menikahlah denganku. Aku sudah capek berpetualang dan aku yakin, kamu pun ingin aku bertanggung jawab bukan?" Dave berkata dengan nada datar dengan suara baritonnya.     

"Kamu gila! Atas dasar apa aku ingin menikah denganmu? Hidupku sudah berantakan sejak mengenal dirimu, dan kini kamu ingin aku menjadi gila bersamamu seumur hidup? Cih!" Dian menggertakkan gigi menahan emosi yang sudah membuncah didada. Dengan napas tersengal-sengal, Dian mencoba mengatur napasnya.     

"Atas dasar aku memaksamu untuk menjadi istriku. Dan, kamu tidak bisa menolaknya. Disana adalah para penghulu dan beberapa wali. Kamu sudah tidak punya orangtua bukan? Jadi, wali hakim tidak masalah." Dave dengan entengnya berkata.     

"Kamu tahu? Menikah itu hanya seumur hidup sekali. Kamu tidak bisa mempermainkan sebuah ikatan bernama pernikahan. Bertanggung jawab? Ya, aku akan minta pertanggungjawabanmu JIKA aku hamil. Tapi, aku tidak tahu apakah aku hamil atau tidak. Jadi jangan bermimpi untuk menikah denganku." Dian memutar tubuhnya dan berjalan keluar teras. Udara yang dihirup bersama Dave sungguh sangat menyesakkan dadanya.     

"Kamu mau kemana? Mau atau tidak, kamu harus menikah denganku sore ini. Atau, kamu lebih suka menjadi wanita simpananku? Menjalin hubungan denganku tanpa status. Hmm?" Dave meraih lengan Dian dan menariknya kembali ke pelukannya.     

"Masuk ke dalam dan pasang wajah ramahmu. Kamu terlihat sangat cantik kalau tersenyum." Dave berbisik diatas telinga Dian dan mencium kepala perempuan yang telah merubah hidupnya sejak beberapa hari belakangan.     

-----     

"Dimana nyonya?" Begitu turun dari mobil, pria bermata hijau itu langsung masuk kedalam rumah dan mencari keberadaan sang istri.     

"Nyonya sedang berlatih yoga di teras samping, tuan." Jawab Hera.     

"Yoga?" Darren mengerutkan dahinya. Darren khawatir dengan kandungan Calista kalau sampai masih melakukan olahraga yang lebih banyak menekuk setiap sendi tubuhnya. Dengan langkah tegap dan panjang, pria yang masih mengenakan setelah jas lengkap itu, langsung menuju teras samping yang dimaksud ajudan setia istrinya.     

Betapa terkejutnya Darren ketika melihat Calista sedang melakukan gerakan memuntir punggungnya ke arah depan dan belakang.     

"Hey, kamu yakin gerakan itu aman untuk kandunganmu?" Darren yang tidak pernah melihat Calista berlatih yoga secara langsung, menghampiri sang istri dan berdiri di sebelahnya dengan postur tubuh yang tinggi menjulang menghalangi cahaya matahari sore menerpa tubuh Calista.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.