Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 117: Kontrak Perjanjian Nikah



BAB 117: Kontrak Perjanjian Nikah

0"Kamu tidak mau tahu apa syaratnya?" Tanya Dave lagi.     
0

"Apa?" Dian bertanya dengan mata menatap Dave yang duduk di atas sofa pojok ruangan.     

Pria yang terkadang vulgar namun lebih sering terkesan misterius itu, mengeluarkan selembar kertas dari dalam saku jasnya.     

"Tanda tangani ini." Dave membuka lipatan kertas tersebut dan memberikan kepada Dian dengan mengacungkannya di udara.     

Dian mengerutkan alis dan menghela napasnya. Karena dibuat penasaran, perempuan yang sudah sah menjadi istri seorang Dave Kingstone itu berdiri dan menghampiri Dave, lebih tepatnya menghampiri selembar kertas yang melayang di udara.     

"Apa ini?"     

Dave tersenyum tipis. "Baca saja." Kepalanya dimiringkan demi untuk melihat ekspresi istri sahnya yang selalu menampakkan wajah sendu dan marah bila berada didepannya.     

Dian mengambil kertas dan membacanya dengan duduk di tepi kasur. Setelah beberapa saat, kelopak matanya melebar, bibirnya menganga, lalu mengatup. Dave menyaksikan semua pergerakan raut wajah Dian sambil tersenyum simpul.     

"Bagaimana?" Tanya Dave lagi, setelah dirasa Dian sudah membaca semua isinya.     

"Sebanyak ini semua harus aku lakukan?" Dian berkata sinis sambil menggeleng-geleng tidak percaya.     

"Ya, jika kamu ingin kembali bekerja seperti biasa." Jawab Dave.     

"Malam ini adalah malam pengantin kita. Tidakkah kamu ingin melakukan sesuatu untuk menyenangkan aku? Hmm .." Dave membuka jasnya dan butiran kancing kemeja putihnya satu demi satu. Dian menelan saliva susah payah.     

"Tidak perlu malam pengantin untuk menyenangi dirimu, huh." jawab Dian sambil memalingkan wajahnya ke samping. Menghindari tubuh Dave yang berdiri menjulang di hadapannya.     

"Bicaramu selalu pahit terdengar di telingaku. Tapi, beruntung aku menyukaimu. Karena bibir dan tubuhmu menjadi penawar yang membuat segalanya menjadi manis." Dave menarik tubuh Dian untuk berdiri dan mulai memberikan serangan pertama di malam pengantin mereka. Kertas yang dipegang Dian terjatuh di lantai bersamaan dengan tubuh mereka yang saling melekat satu sama lain dan menimbulkan suara-suara erotis karena kenikmatan duniawi yang Dave dan Dian ciptakan di kamar mereka.     

"Bekerjasamalah denganku, jangan menolakku lagi. Ingat perjanjian nomer 1. Kamu harus melayaniku dengan sepenuh hati. Hmm …" Dave memasuki Dian dengan posisi konvensional dan Dian pun kali ini mencoba menikmatinya karena perempuan malang ini ingin memiliki kebebasan diluar rumah seperti yang dijanjikan.     

"Pelan-pelan, eugghhh …" Dian merasakan penuh sesak dibawah sana karena kejantanan Dave masuk seluruhnya dan mengobrak-abrik kewanitaanya. Kedua tangannya memeluk lengan Dave erat-erat.     

"Baiklah sayang, malam masih panjang. Kita akan menikmatinya sepelan mungkin." Dave mengecup, menyesap, dan melumat bibir Dian dan sekitar leher dan dadanya hingga tidak menyisakan ruang putih sedikitpun     

-----     

Pagi pun menjelang dan sinar matahari masuk menembus tirai jendela sebuah kamar yang menghadap kearah timur. Seorang wanita cantik masih tertidur pulas dengan rambut acak-acakan menutupi hampir sebagian wajahnya. Tubuhnya letih luar biasa setelah melayani nafsu sang suami semalaman tanpa henti. Matanya enggan untuk membuka tapi hasrat ingin ke kamar mandi sungguh besar. Maka, dia pun menggerakkan satu persatu organ tubuhnya agar bisa beranjak duduk dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Setelah hampir lima menit, Agnes berhasil bangun dan duduk bersandar di kepala ranjang. Suaminya tidak ada lagi disisinya. Selembar kertas tergeletak di atas meja samping ranjang.     

"Sampai bertemu satu minggu lagi. Jaga dirimu baik-baik, sayang. Terima kasih untuk malam yang panas menyenangkan. Love, your husband, Donni Rickman."     

Wajah Agnes bersemu merah membacanya. Pria ini masih saja enerjik di usia yang tidak lagi muda. Kata-kata romantisnya mulai terbiasa Agnes dengar setelah mereka bertemu kembali. Agnes menghela napasnya dan meletakkan kertas tersebut kembali keatas meja. Tubuhnya lengket dan tidak nyaman. Dia pun beranjak menuju kamar mandi untuk menikmati berendam air yang pasti nyaman dan aman tanpa gangguan pria mesum selama seminggu kedepan.     

Sebelum melangkahkan kaki menuju kamar mandi, Agnes menyempatkan diri mengambil ponselnya dan membaca beberapa pesan yang masuk ke aplikasi warna hijau yang terkenal sejagat maya. Ada pesan bertubi-tubi dari Donni dipaling atas dan juga Sara. Agnes tidak punya teman saat ini. Karena dia lebih senang menyendiri dan mengurung dirinya dari semua pertemanan.     

Pesan dari Sara yang mulai akrab sejak perbincangan hangat mereka kemarin, membuat Agnes lebih menyukai pekerjaanya karena mendapatkan klien yang baik dan rendah hati. Hari ini Agnes akan mulai mengerjakan proyek yang diberikan Sara. Hatinya agak sedikit lega dan tenang karena selama seminggu kedepan tidak ada pria yang akan mengganggu hari-harinya sehingga dia bisa lebih fokus bekerja.     

Dengan tubuh telanjang terbungkus selimut putih tebal, Agnes melangkah dengan ringan menuju kamar mandi. Pagi ini dan seterusnya, wanita cantik ini bertekad, untuk menjalani hidup lebih baik kedepannya dan melupakan semua kenangan buruk di masa lalu.     

Semua orang punya masa lalu. Namun, hanya dengan berusaha memperbaiki dirilah saat ini akan menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan.     

-----     

Calista berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya di pagi hari yang masih tenang ini. Tiba-tiba dia merasa mual dan mengalami lagi morning sickness yang sempat hilang beberapa hari yang lalu. Darren terbangun ketika menyadari ada perempuan yang sedang menderita karena muntah berkali-kali di kloset kamar mandi.     

Dengan sedikit rasa jijik, Darren memijat tengkuk leher Calista. Seumur-umur dia tidak pernah melihat muntahan, bahkan dirinya sendiri tidak pernah muntah seingatnya.     

"Masih terasa mual?" Calista mengangguk lemah. Semua isi perutnya seperti keluar semua, namun rasa mual masih mendorong dari dalam. Calista berulang kali menekan tombol flush agar muntahan didalam kloset terhisap kedalam.     

Dengan perlahan, Calista bangkit dari duduknya dan berjalan menuju wastafel untuk mencuci mukanya. Darren dengan sabar memapah lengannya dan membantunya menyalakan air kran. Calista membasuh wajah dan bibirnya agar tampak segar.     

"Aku ambilkan minum." Darren keluar kamar mandi dan mengambil botol air mineral untuk diberikan pada istrinya yang mabuk payah.     

"Terima kasih. Sekarang aku lebih baik. Sudah pagi, kamu siap-siap berangkat ke kantor. Ada ibu Hera yang menungguku di rumah. Kamu tenang saja." Raut sangat cemas tampak terlihat jelas dari wajah Darren. Pria itu seperti sedang berperang dengan nuraninya, apakah harus bekerja atau dirumah menemani sang istri melalui momen morning sicknessnya.     

"Kamu yakin? Kalau perlu apa-apa, langsung telpon aku. Walau dalam rapat penting sekalipun, aku pasti pulang." Ucap Darren diiringi dengan tatapan tajamnya.     

"Iya, aku yakin. Banyak orang dirumah yang akan menemaniku. Sudah, kamu mandi dan siap-siap turun untuk sarapan. Aku tunggu dibawah." Calista memaksakan tersenyum agar Darren tidak berpikir macam-macam.     

"Tunggu, kamu tidak mau mandi?"     

"Hmm, aku mandi setelah kamu berangkat kerja saja." Jawab Calista.     

"No, kamu mandi sekarang. Aku bantu ya. Setidaknya sebelum berangkat ke kantor, ada satu hal yang aku bisa kerjakan untukmu." Jawab Darren memaksa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.