Inevitable Fate [Indonesia]

Mengecoh dan Bertingkah Seperti Tikus



Mengecoh dan Bertingkah Seperti Tikus

0"Zaidan bin Yazdan Al Faiz." bisik Nathan Ryuu setelah dia mendapatkan kejelasan informasi dari anak buahnya mengenai dalang di balik penyerangan senjata berapi yang ditujukan padanya dan mengenai Zuko.     
0

Usai mengetahui pasti siapa orangnya, Nathan Ryuu segera saja mengumpulkan anak buahnya menggunakan kamar inap VVIP untuk Zuko nantinya, sebagai tempat mengatur perintah dan strategi.     

Itachi terus mendampingi si bos sampai tak pulang ke Akeno karena hal ini sudah termasuk hal yang tak bisa diremehkan.     

"Kalian dan divisi kalian, berjaga di area ini dan ini. Sedangkan divisi 4 dan 8 mengawasi distrik yang ini dan ini. Lalu, kalian divisi 3 dan 9 harus siaga di tempat ini, ini, dan ini." Nathan Ryuu terus menunjuk jarinya ke atas peta Tokyo yang digelar di atas ranjang yang kosong.     

Semua kepala divisi dia mengangguk dan segera keluar kamar untuk melaksanakan apa yang sudah diperintahkan.     

"Jangan sampai dia keluar dari Jepang." Nathan Ryuu memberikan komando pada Itachi.     

"Baik, Tuan." Itachi mengangguk paham.     

"Mumpung dia mendekati sarang singa, dia harus siap akan konsekuensinya mengganggu daerah kekuasaan singa." Nathan Ryuu meremas bantal di depannya dengan rahang tegang dan pandangan mata menyorot tajam ke ruang kosong. Mungkin dia sedang membayangkan mencabik-cabik Zaidan Al Faiz.     

Kemudian, Nathan Ryuu melipat tutup peta dan menyerahkan ke kepala divisi 7 dan berbincang sejenak di sofa bersama beberapa kepala divisi lainnya.     

Namun, baru saja mereka mengobrol serius, perawat masuk dan berkata kalau kondisi Zuko mulai gawat.     

Nathan Ryuu dan Itachi berlari menghambur ke ruang operasi untuk menunggu apa yang terjadi selanjutnya.     

Onodera ingin sekali menerobos masuk ke dalam ruangan itu jika dia tidak ingat bahwa itu sangat melanggar peraturan di sana meski dia memiliki seluruh uang di dunia sekalipun.     

Maka, dengan hati cemas dan jantung berdebar tak tenang, dia terus duduk sembari menunggu tim dokter berusaha menyelamatkan Zuko yang dikatakan dalam kondisi gawat, kondisi kritis.     

Hingga kemudian, penantian itupun selesai. Lampu penanda di atas pintu ruang operasi sudah dipadamkan, tanda bahwa aktivitas di dalamnya sudah usai.     

Kepala tim dokter dan bawahannya keluar menemui Nathan Ryuu sebagai rasa tanggung jawab kepada sang Onodera. "Tuan Onodera, kami tidak berhasil menyelamatkan anak buah Anda, maafkan kami."     

Lalu, mereka semua membungkuk ojigi di hadapan Nathan Ryuu, semuanya. Dari tim dokter dan juga perawat.     

Pandangan Nathan Ryuu seperti kosong seketika, dia linglung untuk sejenak usai mendapatkan informasi dari dokter tersebut. "Apa?" Dia berusaha menyeru di benaknya bahwa dia hanya salah dengar saja.     

"Maafkan kami, Tuan. Tapi … anak buah Anda tidak selamat dari peluru yang masuk ke jantungnya. Kami sudah mencoba yang terbaik, tapi ternyata … bla bla bla …." Ucapan si kepala tim dokter seperti sudah melirih tak terdengar di telinga Nathan Ryuu.     

Lelaki Onodera masih sibuk mencerna pikirannya, mencoba merangkai perkataan dokter tadi yang menyatakan bahwa mereka tidak berhasil menyelamatkan Zuko.     

Tidak berhasil menyelamatkan Zuko.     

Bukankah itu artinya … Zuko meninggal? Sang asisten tewas?     

Nathan Ryuu limbung dan segera ditangkap oleh Itachi.     

"Tuan." Itachi memegangi lengan bosnya, rahangnya mengeras membentuk lini persegi tegas dikarenakan geraham yang mengatup ketat tanda dia menahan amarah.     

"Itachi … mereka … Zuko …." Nathan Ryuu menatap CEO dia. Pancaran matanya masih menyiratkan ketidakpercayaan.     

Tapi, ketika Itachi menganggukkan kepala dengan wajah rumit, barulah Nathan Ryuu sadar bahwa Zuko memang sudah tiada, tidak berhasil diselamatkan.     

Nathan Ryuu luruh seketika di bangku belakangnya dengan kondisi linglung. Baru kali ini dia menguraikan ekspresi semacam itu mengenai anak buahnya.     

.     

.     

Di ruang mayat, sudah ada Nathan Ryuu dan Itachi, berdiri menghadap jenazah Zuko yang telah dibersihkan dan ditutupi kain putih, hanya menyisakan kepala sampai pundak untuk dibuka.     

"Zu-Zuko … oi, Zuko … kau … kau lekaslah bangun. Tak boleh bercanda begini di depanku. Zuko. Ini bukan prank yang menyenangkan, kau tahu?" Nathan Ryuu seakan masih memiliki harapan mata Zuko akan terbuka dan pemuda itu akan meringis lebar dan tertawa puas melihat bosnya panik.     

Tapi, tetap tidak ada apapun selain keadaan hening dan tubuh dingin Zuko tetap diam tak bergerak sama sekali.     

Mata Nathan Ryuu seakan memiliki nyala api sekaligus air mata meski tanpa isak tangis. Wajahnya terbakar oleh api murka dan menatap Zuko tanpa bicara untuk beberapa saat sampai dia mengeluarkan suara, "Dia akan membayarmu, Zuko."     

Setelah beberapa saat menguasai diri kembali, Nathan Ryuu berkata ke Itachi, "Atur Zuko dengan baik, berikan pemakaman paling layak untuknya." Lalu, dia keluar dari kamar mayat.     

"Siap, Tuan!" Itachi membungkuk ojigi dan membiarkan Nathan Ryuu pergi dengan 3 kepala divisi anak buahnya mengekor di belakang. Dia menoleh ke belakang dan menghela napas sambil kembali berdiri di samping jasad dingin Zuko. Rona wajahnya sama berapinya seperti Nathan Ryuu. "Akan aku pastikan dia membayarmu dengan baik, Zuko. Dasar kau! Kau, orang gila yang …." Setelah itu, Itachi tak meneruskan ucapannya dan berlalu dari ruangan dingin tersebut.     

Dia harus mengurus pemakaman untuk Zuko.     

Namun, di tengah perjalanannya, Itachi menerima telepon dari Nathan Ryuu. "Jangan makamkan Zuko dulu sebelum bedebah itu musnah."     

Memahami amarah meluap dari tuannya, Itachi menjawab patuh, "Baik, Tuan." Dia paham apa yang harus dia lakukan setelah ini.     

Kemudian, Nathan Ryuu masuk ke dalam mobilnya, kali ini dia tidak lagi khawatir karena penjagaan untuknya sudah berlipat ganda, entah yang terlihat maupun senyap. "Langsung ke penthouse Ginza."     

"Baik, Tuan." Sopir segera menjalankan mobil sesuai destinasi yang diinginkan majikan mereka.     

Sementara itu, Nathan Ryuu terus mendapatkan laporan dari berbagai divisi dia dan mendapati informasi kalau Zaidan Al Faiz sudah berada di jalan ke arah bandara, hendak keluar dari Jepang.     

"Tahan dia." Nathan Ryuu memerintah.     

"Mobilnya ternyata sudah di bandara, Tuan. Kami mencoba menahan, tapi sepertinya dia juga memiliki pengawalan ketat     

"Tunggu dulu! Itu ternyata decoy! Itu hanya pengalih perhatian! Mobil dia di Narita sama sekali tidak berisi target!"     

"Astaga! Jadi dia memakai mobil lain?"     

"Segera lacak!" perintah Nathan Ryuu disela-sela percakapan anak buahnya melalui komunikasi via satelit.     

Anak buah Nathan Ryuu terus berkomunikasi menggunakan satelit, sehingga sang bos bisa mendengarkan semua percakapan mereka melalui alat komunikasi yang ada di mobil canggihnya.     

"Dia ternyata sudah mempersiapkan pelariannya dan juga membuat penyamaran sehingga kami terkecoh, Tuan." Anak buahnya memberikan kabar melalui satelit.     

"Terkecoh bagaimana?" Kening Nathan Ryuu berkerut ketika dia bicara sambil masih berada di mobil.     

"Saya yakin dia masuk ke keranjang besar berisi pakaian kotor dan meloloskan diri dari kamar hotelnya menggunakan cara itu." Demikian rupanya cara melarikan diri Zaidan Al Faiz.     

Dhaak!     

Nathan Ryuu memukul pintu bagiannya keras-keras. "Dia berperan seperti tikus karena dia memang pengecut seperti tikus!" geramnya tak bisa menahan diri. Masih terbayang olehnya wajah pucat dan kaku Zuko di ruang mayat.     

"Tuan, saya sudah mendapatkan jejaknya! Dia tidak ke Narita atau Haneda, tapi justru ke bandara reguler! Aku yakin itu mobil yang membawa keranjang laundry berisi dia!" Salah satu anak buah melapor begitu dia sudah yakin mobil laundry mana yang mengangkut Zaidan Al Faiz.     

"Hn. Pasti dia berencana mengecoh aku dan hendak terbang ke Abu Dhabi melalui bandara di luar Tokyo atau yang terjauh." Nathan Ryuu langsung memiliki perhitungan mengenai itu. "Minta 2 divisi menjaga bandara internasional di Kanzai dan Chubu."     

"Baik, Tuan!" Mereka semua menjawab serempak.     

"Aku belum bisa ke anak dan istriku saat ini. Minta yang berjaga di sana untuk menahan dia jika dia ingin pergi. Katakan aku masih harus mengurus beberapa hal lagi." Nathan Ryuu memberikan perintah melalui telepon ke anak buah yang menjaga Reiko dan Rui.     

Ini adalah momen krusial mendapatkan Zaidan Al Faiz. Nathan Ryuu tak boleh digoyahkan oleh Reiko yang menangis dan merengek nantinya jika mereka berbicara di telepon. Dia membutuhkan konsentrasi dia saat ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.