Inevitable Fate [Indonesia]

Terkuak dengan Cepat



Terkuak dengan Cepat

0Karena tak mau menentang suaminya, mau tak mau, Reiko harus patuh dibawa ke rumah Nathan Ryuu di Roppongi. Dia sendiri belum tahu mengenai rumah itu. Baru ini dia mendengar mengenai rumah tersebut.     
0

Tiba di rumah yang dimaksud, Reiko dan Rui dibimbing anak buah Nathan Ryuu menuju ke ruangan dalam dan kemudian, benar-benar dibukakan sebuah bunker.     

Reiko terbelalak melihatnya. Suaminya benar-benar memiliki rumah dengan ruangan bunker di dalamnya!     

Namun, dia tidak bisa berlama-lama terpana dan masuk ke sana.     

Bunker itu tentu saja tidak kumuh. Tetap membawa nuansa Onodera, mewah, luas, dan layak ditinggali manusia kesayangan pemiliknya.     

Meski begitu, Reiko tetap tidak merasa tersanjung di ruangan tersebut dan masih saja tak tenang hatinya. Masih ada Nathan Ryuu dan juga neneknya di atas sana.     

Untung saja dia melihat ada telepon disediakan di tempat tersebut. Dia mencoba menghubungi Nathan Ryuu dari telepon tersebut, namun ternyata Itachi yang mengangkatnya, menandakan lelaki itu sedang berada di dekat suaminya.     

"Nyonya. Maafkan jika saya yang menjawab." Itachi mengawali sapaannya.     

"Um, iya, tak apa. Itachi-san, apakah suamiku di sana?" tanya Reiko masih dengan hati tak tenang.     

"Iya, Nyonya, tapi tuan sedang mengurus Zuko." Itachi menjawab.     

"Ohh! Bagaimana keadaan Zuko-san?" Reiko teringat akan itu.     

"Zuko masih berusaha ditolong di ruang operasi. Keadaan tuan saat ini kacau sekali dan kami masih mencari dalang dari semua ini." Itachi menjawab setenang mungkin.     

"Um, Itachi-san, bisakah kau tanyakan pada suamiku … bolehkah nenek dibawa juga ke rumah Roppongi?" Reiko tak boleh lupa mengenai ini.     

"Maaf, tanpa bermaksud kurang ajar, tapi saya yakin tuan tidak akan menyetujui hal tersebut." Itachi menjawab.     

"Kenapa?" Ini membuat Reiko terheran-heran. Apakah suaminya tidak memedulikan neneknya, Bu Zein?     

Itachi menjelaskan, "Saat ini ada serangan kepada tuan. Dan targetnya bisa saja melebar ke Nyonya dan juga nenek yang ada di rumah. Oleh karena itu, tuan tidak ke tempat kalian dan bertahan di rumah sakit menunggui Zuko sambil memberikan instruksi kepada kami semuanya."     

"Jadi, dia tak akan ke rumah Roppongi?" tebak Reiko.     

"Tuan akan menunggu dulu keadaan aman barulah tuan akan ke tempat Nyonya berada." Demikian Itachi memberikan jawaban.     

"Kenapa aku harus ke rumah Roppongi?" Ini pula yang membingungkan bagi Reiko. Kadang dia tak cukup baik mengimbangi cara berpikir suaminya.     

"Saat ini, tuan belum mengetahui siapa otak di balik penyerangan. Maka dari itu, tuan memencarkan kalian semua, ada yang di rumah sakit, ada yang di Roppongi dan yang masih di villa." Ternyata begini pikiran Nathan Ryuu yang disampaikan Itachi ke Reiko.     

"Lalu?" Reiko menunggu tak sabar kelanjutannya ketika Itachi menjeda kalimat sejenak.     

Itachi melanjutkan bicara, "Dengan begitu, tuan ingin membuat bingung pelakunya, hendak menyasar ke mana. Sembari begitu, tuan menyebarkan semua anak buah di Jepang untuk menjaga kalian semua, termasuk nenek di villa."     

"Jadi begitu." Reiko mengangguk paham, dia mengerti apa alur pikiran suaminya saat ini.     

"Benar, Nyonya." Itachi menyahut. Dia tak berani bilang satu hal penting yang dikatakan Nathan Ryuu padanya, bahwa dia sengaja memisah-misahkan keberadaan mereka dengan tujuan agar pelakunya langsung saja ke Nathan Ryuu jika memang ingin menargetkan dia.     

Jika Reiko diberitahu ini, tentu Reiko akan menggila dan ngotot pergi ke suaminya. Maka dari itu, Itachi paham dan tidak mengatakan itu saat bertelepon dengan istri bosnya.     

Setelah berbicara sedikit dengan Itachi, akhirnya telepon disudahi.     

Tangan Reiko masih gemetar ketika menaruh telepon dan dia kembali ke Rui sambil memeluk putranya. Sungguh beruntung tadi dia mengajak Rui ke bandara dan tidak meninggalkannya di villa.     

Bayangkan jika dia tidak mengajak Rui dan ada kejadian semacam ini, bukankah dia bisa gila jika harus dipisahkan dari putranya?     

"Mama, mana papa?" tanya si bocah yang sudah mulai fasih bicara mendekati hari ulang tahunnya.     

"Papa sedang … sedang ada urusan penting, Sayank." Reiko memaksakan tersenyum.     

"Tadi bukan papa? Yang halo Mama?" tanya si putra.     

"Ohh, itu paman Itachi, bukan papamu. Papamu sedang sibuk, Sayank. Nah, Rui ingin makan atau minum sesuatu? Ini ada lemari es dan bahan makanan di lemari." Reiko sudah memeriksa apa saja yang ada di sana.     

Bunker yang dia tempati saat ini mirip seperti rumah biasa dengan perabot lengkap dan bahkan bahan makanan juga ada. Bahan makanannya sepertinya rutin diganti setiap beberapa bulan sekali sehingga selalu segar dan layak dikonsumsi.     

Di rumah sakit, Nathan Ryuu masih saja berkutat di ruangan VVIP yang dia sewa dengan memakai alasan Zuko nantinya akan dibawa ke sana setelah dari ruang operasi.     

"Itachi, bagaimana istriku? Sudah kau tenangkan dia?" Nathan Ryuu menoleh ke Itachi di dekatnya.     

"Sudah, Tuan. Nyonya terdengar sangat cemas."     

"Itulah kenapa aku ingin kau saja yang bicara padanya, karena jika aku, pasti dia akan lebih ngotot untuk pergi ke sini. Aku mengenal dia. Maka dari itu, orang lain seperti kau yang paling tepat untuk meredam kecemasannya."     

Itachi mengangguk dan bertanya, "Apakah sudah ada kabar dari divisi IT, Tuan?"     

"Mereka minta 5 menit lagi untuk melacak karena penembak jitu yang dikirim musuh ternyata sama sekali tak mau bicara meski diinterogasi macam apapun. Sepertinya dia pasukan berani mati." Nathan Ryuu sudah bisa menerka ini mengenai pelakunya.     

"Kenapa tidak kita coba ancam dia dengan keluarganya saja, Tuan?" Itachi merasa itu adalah cara paling efektif untuk mengorek informasi seseorang.     

Nathan Ryuu menggeleng. "Divisi pelacak sudah mengetahui latar belakangnya dan ternyata dia berasal dari panti asuhan dan tidak memiliki koneksi dengan siapapun seperti kekasih atau teman dekat."     

Itachi menarik napas dalam-dalam, merasa takjub sekaligus paham bahwa pembunuh bayaran profesional memang biasanya tak akan memiliki siapapun di sekitarnya untuk menghindarkan dirinya diancam menggunakan orang-orang tersayang.     

Tak berapa lama, terdengar bunyi ponsel di saku jas sang Onodera. Dia melihat layarnya dan terpampang nama orang dari divisi IT yang dia nantikan.     

"Tuan, lapor, kami sudah berhasil melakukan trace pembunuh bayarannya dan dia masih termasuk profesional meski tindakannya masih tergolong amatir. Dia memiliki jejak ke sebuah hotel bintang 5."     

"Berarti otaknya ada di sana?"     

"Benar, Tuan."     

"Bisakah kau sisir siapa saja yang menginap di sana saat ini?"     

"Sudah kami lakukan, Tuan."     

Nathan Ryuu puas dengan kinerja cepat anak buahnya tanpa dia perlu memberikan perintah terlebih dahulu, seakan si anak buah sudah bisa memahami apa sekiranya yang dikehendaki tuan mereka.     

"Katakan." Nathan Ryuu siap mendengarkan kejutannya.     

Si anak buah mengatakan petunjuk pentingnya, "Hotel tersebut baru-baru ini ditinggali oleh tamu asing yang datang dari Abu Dhabi."     

Seketika saja Nathan Ryuu hanya memiliki satu nama di kepalanya. "Zaidan bin Yazdan Al Faiz."     

"Tepat, Tuan." Anak buahnya membenarkan tebakan sang bos.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.