Inevitable Fate [Indonesia]

Kejadian Mencekam



Kejadian Mencekam

0"Kau yakin tak ingin aku buatkan jus sayur dan camilan untuk kau makan di perjalanan ke bandara?" tanya Reiko ketika dia sedang membantu persiapan suaminya yang hendak melakukan pertemuan bisnis di luar negeri.     
0

"Tidak usah, sayank. Jadwalmu sendiri sudah begitu padat, mana mungkin aku tega merepotkanmu dengan hal seperti jus?" Nathan Ryuu mengelus pipi istrinya.     

"Jangan mengatakan seperti itu." Reiko menaruh baju di tangannya ke atas koper sang suami dan berdiri sambil berkata, "Akan aku buatkan dulu! Kau ini. Aku tetaplah istrimu, ingat itu, Tuan Onodera!" Dia berlagak memberikan wajah cemberutnya.     

"Ha ha ha, baiklah, aku setuju saja dengan keputusan pentingmu itu, Nyonya Onodera!" Nathan Ryuu tertawa melihat tingkah istrinya dan dia masih sempat menepuk pantat Reiko sebelum sang istri pergi ke dapur.     

Padahal mereka memiliki banyak chef, tapi Reiko kadang bersikeras ingin memasak sendiri untuk anak dan suaminya. Dia bukan jenis wanita manja. Dia sudah terbiasa mandiri sejak remaja.     

Setelah camilan semacam roti sederhana dan bento juga jus sayur dia buat, Reiko membawanya ke kamar dan meletakkannya di atas meja kamar mereka.     

"Astaga, sayank … kau sungguh memanjakan aku. Apalah aku tanpa dirimu, Rei." Nathan Ryuu menghampiri istrinya dan memeluk erat pinggang Reiko sebelum mendaratkan ciuman sayang pada kening sang istri.     

.     

.     

Reiko dan Rui mengantar Nathan Ryuu ke bandara. Meski jadwalnya padat, Reiko bersikeras ingin mengantar sang suami meski hanya sampai bandara, tak mengapa.     

Setelah itu, Reiko dan Rui melambaikan tangan ke Nathan Ryuu yang hendak naik ke jet pribadinya, sementara dia dan sang putra akan kembali ke mobil mereka.     

Nathan Ryuu didampingi Zuko setelah sekian lama Onodera ini tak melakukan perjalanan bisnis karena mendampingi istri dan anaknya.     

Dia memandang ke asistennya dan berkata, "Kau sudah pamit dengan Yuko?" tanya sang Onodera.     

"Sudah, Bos!" Zuko mengangguk mantap dan hatinya kembali merasakan rindu pada sang tunangan, padahal mereka belum keluar dari negara Jepang.     

Cinta memang sedang bersemi sangat indah, mekar mengembang di hati Zuko yang baru menyelesaikan fase patah hatinya akibat Runa. Yuko adalah wanita sempurna di mata Zuko saat ini.     

Nama mereka hampir sama dan itu menjadikan Zuko makin menginginkan Yuko menjadi pendamping dirinya. Setiap membayangkan Yuko, dia pasti akan tersenyum seperti orang gila saja.     

Zuko tak sabar ingin segera menjadi suami Yuko dan mungkin akan memiliki beberapa anak dari wanita terkasihnya itu. Dia yakin Yuko akan menjadi istri sekaligus ibu terbaik yang Zuko ketahui selain ibunya sendiri.     

Ahh, membayangkan itu mengakibatkan rasa rindu Zuko kian meroket, membuatnya seakan tak rela pergi mendampingi Nathan Ryuu. Namun, ini adalah tugas dia sebagai asisten, tak mungkin dia mangkir.     

Dua orang itu mulai berjalan ke arah pesawat pribadi Nathan Ryuu dan hendak menaikinya tangga yang disediakan.     

Namun ….     

Dor!     

Nathan Ryuu dan Zuko sama-sama terkejut mendengar bunyi tembakan. Mereka lekas merunduk dan berusaha mencari tempat berlindung, tapi sayang sekali mereka masih berada di tempat terbuka.     

Mata Zuko akhirnya melihat adanya orang mencurigakan di atas atap gedung. Dugaan dia, itu seperti sniper!     

Lekas saja, Zuko mendorong Nathan Ryuu secara refleks ketika akhirnya bunyi dor itu tidak sekeras tadi karena sudah menghantam tubuh Zuko.     

Nathan Ryuu tersungkur di tanah dan melihat asistennya jatuh. Matanya membelalak lebar-lebar. Segera saja, pasukan pengawalnya memberikan perlindungan padanya dan membimbing memasuki pesawat. Setidaknya, itu adalah tempat teraman dari tembakan manapun.     

"Bawa Zuko! Bawa dia ke pesawat!" Nathan Ryuu memberikan perintahnya.     

Sementara Zuko digotong masuk ke dalam pesawat pribadi Nathan Ryuu dan direbahkan di salah satu sofa, kondisinya sudah memburuk. Darah dimuntahkan sedikit demi sedikit dari mulutnya dan tubuh Zuko bergetar, nyaris kehilangan kesadaran.     

"Zuko! Zuko! Bertahan!" Nathan Ryuu menyadari bahwa asistennya ternyata tertembak peluru di punggung dan menembus hingga bagian dada kiri. Dia bergegas melepas jasnya untuk dijadikan bantuan penyumpal bagi darah Zuko yang terus keluar.     

Persetan itu adalah jas senilai supercar!     

Teringat sesuatu, Nathan Ryuu berteriak ke salah satu anak buahnya, "Hubungi nyonyamu! Suruh mobilnya tidak kembali ke vila tapi ke rumah di Roppongi!"     

Nathan Ryuu ingin mencegah siapapun penembaknya untuk bergerak ke Reiko dan Rui. Oleh karena itu, dia harus lekas minta mobil yang membawa Reiko dan Rui dialihkan tujuannya.     

"Tuan, penembaknya sudah kami tangkap bersama petugas bandara. Sepertinya dia sniper amatir."     

"Dia sudah diamankan?"     

"Sudah, Tuan. Sudah diamankan petugas keamanan bandara."     

"Sisir arena ini dan minta mobil atau ambulans menjemputku, aku ingin membawa Zuko ke rumah sakit!"     

"Baik, Tuan!"     

Kemudian, situasi menjadi gempar dengan adanya berita percobaan pembunuhan terhadap konglomerat muda terkenal Jepang.     

Zuko sudah dimasukkan ke dalam mobil anti peluru Nathan Ryuu ditemani lelaki Onodera itu. Ambulans memang datang, tapi dia ingin mendampingi Zuko, dan tak ingin dirinya masih menjadi target ketika keluar dari bandara ke rumah sakit.     

Oleh karena itu, meski sudah ada ambulans, Nathan Ryuu masih memilih mobilnya sendiri yang dia percayai tingkat keamanannya. Dia menyuruh anak buahnya memberikan upah 2 kali lipat ke sopir ambulans yang sudah datang meski tidak digunakan.     

Hanya saja, salah satu tenaga medis bergegas ikut masuk ke mobil Nathan Ryuu untuk memberikan pertolongan pertama pada Zuko.     

Suasana menjadi menegangkan seketika.     

Ketegangan ini juga terjadi pada Reiko dan Rui. Wanita itu sempat bingung ketika mobil malah menjauh dari jalur menuju vila.     

"Heh? Kenapa kita malah tidak masuk ke jalur sana?" tanya Reiko dengan wajah bingungnya.     

"Maaf, Nyonya, Tuan memerintahkan agar Anda dan Tuan Muda dialihkan ke rumah di Roppongi." Sopir berbicara pada Reiko melalui intercom penghubung di mobil.     

"Kenapa? Ada apa?" Reiko seketika merasa ada yang tidak beres.     

Tak ada jawaban dari sopir, dan dia malah mendapatkan telepon dari Akeno.     

"Moshi moshi? Ya, Akeno-san? Apa? Apa kau bilang?" Mata Reiko membelalak kaget. "Akeno-san, kau tidak sedang membohongi aku, kan? Benarkah itu?"     

Setelah itu, Reiko berkata pada sopir. "Aku tak mau ke Roppongi! Bawa aku ke suamiku!"     

"Maaf, Nyonya, Tuan sudah memberikan perintah kepada kami agar Anda dan Tuan Muda harus ke Roppongi." Sopir bersikeras melaksanakan perintah sang majikan.     

"Tapi aku cemas akan suamiku! Aku ingin bersamanya!" Reiko berteriak panik sampai membuat Rui kaget dan takut. Bocah itu menangis. Dia mau tak mau menenangkan Rui dan meminta maaf sudah mengagetkan sang putra.     

Kemudian, ada panggilan telepon untuknya. Dari suaminya!     

"Ryuu! Biarkan ak—"     

"Dengarkan aku! Dengarkan aku dulu!" potong Nathan Ryuu. "Tetaplah di rumah Roppongi bersama Rui. Setelah tiba di sana, segera masuk ke bunker dengan anak kita dan tunggu aku di sana! Aku masih menemani Zuko yang tertembak." Setelah itu, Nathan Ryuu mulai melembutkan suaranya, "Sayank, tenanglah dan patuhlah padaku kali ini, doakan aku baik-baik saja dan kita bisa lekas bertemu."     

Tangan Reiko gemetar mendengar ucapan suaminya. Bagaimana dia bisa tenang?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.