Inevitable Fate [Indonesia]

Kejutan Manis dari Suami?



Kejutan Manis dari Suami?

0Di depan rumah besar sementara yang disewa Nathan Ryuu, sudah berkumpul beberapa wartawan dan banyak penggemar Reiko yang berada di Indonesa.     
0

Mereka berteriak-teriak memanggil-manggil nama Reiko dari luar. Wartawan dan penggemar sama-sama riuh meneriakkan nama Reiko, meminta perhatian dari sang mantan idol untuk menemui mereka.     

Di dalam, Nathan Ryuu berusaha menenangkan istrinya yang heran dengan suara sayup-sayup di luar sana. Dia berdalih bahwa suara itu dari para pedagang yang meneriakkan dagangannya.     

Awalnya, Reiko mengangguk saja, tapi setelah dia berganti baju yang lebih nyaman usai merebahkan putranya ke ranjang bayi di sebelah tempat tidurnya, dia jadi merasa heran.     

Reiko menoleh ke suaminya dan bertanya, "Ryuu, apakah telingaku salah atau sepertinya mereka meneriakkan namaku?" Ia sedikit memiringkan kepala sambil berusaha berkonsentrasi dengan pendengarannya.     

"Ahh, mungkin itu hanya perasaanmu saja, sayank." Nathan Ryuu tersenyum sebaik mungkin agar bisa menenangkan istrinya.     

Tapi, kali ini Reiko mengabaikan itu dan dia berjalan ke arah depan hanya untuk memastikan saja apakah dugaannya salah atau benar.     

Nathan Ryuu mengikuti dari belakang. Dia mencoba menghentikan sang istri tapi Reiko memberikan kode dengan tangan agar Onodera itu berhenti melakukan upaya apapun untuk membuat Reiko berhenti.     

Ketika Reiko sampai di ruang tamu, di sana sudah ada neneknya, Bu Zein. "Nenek," sapanya ramah dan bertanya, "Kenapa ada di sini?"     

"Nenek mendengar suara riuh dari depan pagar dan ingin tahu ada apa, ternyata mereka mencarimu." Bu Zein memberikan senyuman sejuknya ke sang cucu.     

Reiko melongo di tempat dan dia menyibakkan gorden di sana sehingga kini dia bisa melihat ada banyak orang berkumpul di depan rumahnya sambil membawa beberapa spanduk bertuliskan rasa cinta mereka pada Reiko.     

"Mereka … mereka penggemarku?" Reiko seketika merasa terharu dan matanya mulai basah.     

Nathan Ryuu mendekat dan menyentuh bahu Reiko. "Sayank?"     

"Ryuu, mereka menyeru namaku, aku tak menyangka itu. Apakah ini kejutan darimu? Benarkah, Ryuu?" Reiko menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca terharu.     

"Itu …." Nathan Ryuu merasa lidahnya bertulang sehingga tidak tahu harus mengatakan apa.     

"Ryuu, manis sekali! Kau manis sekali memberikan kejutan semacam itu." Reiko memeluk suaminya penuh haru didepan Bu Zein yang tersenyum bahagia.     

Di mata tua Bu Zein, Beliau seperti melihat Rurike, putrinya, yang sedang berbahagia bersama suaminya. Beliau melelehkan air mata karenanya.     

Nathan Ryuu membeku mendengar kalimat Reiko. Istrinya malah merasa bahagia dan mengira itu adalah perbuatannya. Reiko tidak merasa terganggu?     

"Bolehkah aku menemui mereka sebentar, Ryuu?" Reiko melepaskan pelukannya sambil wajahnya menyiratkan permohonan.     

Nathan Ryuu selalu luluh dengan permintaan Reiko, apalagi ditambah adanya air mata di wajah cantik itu, dia kalah telak seketika. "Ya, boleh, tapi jangan mendekat ke gerbang. Cukup berdiri di teras saja."     

"Iya, iya, terima kasih, Ryuu." Reiko mengecup pipi suaminya. "Ohh, apakah bajuku sudah layak?" Dia menatap pakaian yang dia pakai saat ini, daster khas Pekalongan yang memiliki motif semarak warna-warni berani yang harmonis.     

"Tentu saja layak. Sangat layak, menambah kecantikan alamimu, sayank." Nathan Ryuu menjawab sambil menganggukkan kepala.     

Meski Bu Zein tidak paham apa yang diobrolkan Reiko dan Nathan Ryuu, tapi melihat dari gelagat keduanya, sepertinya itu sesuatu yang sangat manis karena ada binar bahagia di mata mereka berdua.     

Di luar, wartawan dan penggemar masih berteriak memanggil nama Reiko. Papan karton bertuliskan rasa cinta mereka pada Reiko terus diangkat tanpa lelah oleh beberapa penggemar.     

Orang yang lewat di jalanan itu menoleh bingung, mengira apakah mereka sedang berdemonstrasi menuntut sesuatu, tapi sepertinya tidak karena tulisan di papan yang diangkat sama sekali tidak bernapaskan kebencian atau protes apapun.     

Pengemudi di sana pasti akan menoleh untuk melihat apa sebenarnya yang sedang terjadi.     

"Reiko! Reiko! Reiko aku menyayangimu!"     

"Rhea! Rhea! Ya ampun, tolonglah keluar, Rhea! Kami menunggumu!"     

"Kami mencintaimu, Rhea!"     

"Reiko! Tetaplah bernyanyi!"     

"Rhea! Kami merindukanmu!"     

Ketika pintu depan dibuka dari dalam, orang-orang di depan pagar semakin hiper dalam menyerukan nama Reiko.     

Sorak-sorai mereka makin bergemuruh di sana sewaktu melihat idola mereka keluar dari pintu yang terbuka sedikit. Lalu, diikuti tangannya menggandeng sang suami agar ikut keluar juga.     

Wajah cantik Reiko meski tanpa make up tersenyum lebar. Dia melambaikan tangan pada semua di depan gerbangnya, bahkan dia menunduk ojigi 90 derajat kepada mereka, menimbulkan sorakan makin bergemuruh riuh.     

Jeritan para gadis belia yang suka cita karena melihat Reiko di suasana nyata dan apa adanya, merupakan momen yang tidak terduga.     

"Kalian semua, apa kabar?" tanya Reiko sedikit berteriak karena jarak teras ke gerbang cukup jauh. Dia melambai lagi usai ber-ojigi.     

"Kami mencintaimu, Reiko!"     

"Ya ampun! Dia bicara dengan bahasa Indonesia!"     

"Dia memakai bahasa Indonesia! Ya ampun! Aku bisa pingsan!"     

Lampu blits para wartawan terus menyerbu ke Reiko meski itu masih pagi menjelang siang.     

"Apakah kalian sudah menunggu lama di sana? Aku minta maaf karena tidak mendengar tadi." Reiko kembali berbicara pada mereka.     

Sorakan kembali terdengar.     

"Kalian, jangan lama-lama di sana, yah! Di luar panas, tolong jaga diri kalian, jangan sampai sakit. Terima kasih atas dukungan dan cinta dari kalian." Reiko berbicara secara fasih dengan bahasa Indonesia. Ini karena dia sudah terbiasa berdialog menggunakan bahasa itu selama di negeri ibunya.     

Lagi-lagi, sorakan bergemuruh riuh.     

"Reiko! Reiko! Apakah kau sudah melahirkan?" Wartawan mulai ikut berteriak sambil berharap bisa merekam sejelas mungkin sosok Reiko yang berdiri berdampingan dengan suaminya di teras.     

"Reiko-san! Bolehkah kami melihat anakmu? Kau pasti sudah melahirkan, bukan?" Wartawan lain mencoba peruntungannya.     

Nathan Ryuu berkata ke istrinya. "Jangan, sayank. Rui bukan untuk konsumsi publik."     

"Iya, aku tahu itu, Ryuu." Reiko menoleh ke suaminya.     

"Kurasa sudah cukup keramahanmu saat ini, sayank. Ayo kita masuk." Nathan Ryuu berkata yang tak mungkin terdengar oleh orang di depan gerbang.     

Reiko paham dan dia melambai lagi ke mereka sembari berseru, "Kalian semua, aku harus kembali ke dalam. Aku harap, setelah ini, kalian pulang, tolong jangan menunggui aku di depan begitu, aku akan sedih jika kalian lelah dan sakit. Aku mohon, lekaslah pulang dan jaga diri kalian semua. Terima kasih atas kedatangannya. Itu sungguh menghangatkan hatiku."     

Usai mengatakan itu, Reiko melakukan ojigi sebaik mungkin, merundukkan punggung hingga 90 derajat sebagai ojigi sempurna dengan dua tangannya saling menggenggam di depan perut.     

Setelah itu, dia melambai lagi dan masuk ke kamar diiringi Nathan Ryuu.     

Setelah itu, para penggemar di sana mulai ribut mengomentari Reiko tadi.     

"Dia cantik sekali meski tidak memakai make up!"     

"Ya ampun, suaminya juga tampan sekali!"     

"Bukankah mereka pasangan sempurna, ya kan?"     

"Dia memakai batik! Dia bahkan memakai daster batik! Jangan-jangan itu baju sehari-hari dia! Wow! Reiko memang tidak melupakan akar budaya dia!"     

Ketika berita heboh mengenai Reiko yang menemui wartawan dan penggemar di teras rumah sementaranya dan mendapatkan pujian di mana-mana, Sharla membaca berita yang menjadi trending topic di beberapa platform media sosial Indonesia.     

"Brengsek! Kenapa malah dia jadi makin disanjung?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.