Inevitable Fate [Indonesia]

Pak Zein Berduka



Pak Zein Berduka

0Hal yang sungguh tidak disangka-sangka, baik oleh Reiko maupun Bu Zein, bahwa Nathan Ryuu mengusulkan mengenai ikutnya Bu Zein ke hunian baru mereka nantinya sembari disediakan segala peralatan ala rumah sakit untuk kenyamanan kesehatan Beliau.     
0

Mata Bu Zein sampai berkaca-kaca, sedangkan Reiko sudah terisak lirih sambil terus mengucapkan terima kasih pada sang suami yang sungguh baik serta pengertian.     

-0—00—0-     

"Dia membawa nenek ke rumah sewaannya?" Sharla memekik kaget ketika dia berkumpul di ruang tengah rumah kakeknya bersama sanak saudaranya seperti Yovea dan lainnya.     

"Bukan sekedar rumah sewaan tapi mansion. Itu rumah sekelas mansion di wilayah elit, agar kau tahu, Shar." Yovea memperjelas informasi.     

"Huh! Mereka arogan, sombong, dan tidak beradab!" Sharla mengutuk Nathan Ryuu dan Reiko. Dia masih belum bisa terima dengan perlakuan penolakan lelaki Onodera padanya.     

Yovea memutar matanya dengan jengah mendengar omongan adik sepupunya. "Denganku, mereka sangat baik dan aku malah diajak naik kapal pesiar paling mewah abad ini!"     

Sharla dan lainnya mendelik. Apa tadi Yovea bilang?     

"Aku dan mamaku." Yovea menambahkan sambil menyeringai miring. "Makanya, berlakulah baik pada semua orang, siapa tahu bisa diajak mencicipi kapal pesiar paling mewah … abad ini."     

Betapa geram serta irinya Sharla mendengar itu. Dia sejak dulu ingin bepergian dengan kapal pesiar tapi tidak pernah dikabulkan oleh ayah dan suaminya.     

Sedangkan Yovea, yang sama sekali tidak memiliki angan-angan nak kapal pesiar, justru sudah mencicipi kapal pesiar, paling mewah pula! Bagaimana Sharla tidak meradang kesal?     

"Pokoknya bulan depan kau harus mendaftarkan kita ke kapal pesiar, sayank!" Sharla merajuk ke suaminya yang sedang duduk merokok sambil bermain ponsel. Anak-anak diserahkan ke babysitter seperti biasanya.     

"Hm? Ahh, jangan tahun ini, Shar. Aku masih harus bayar banyak tunggakan dan cicilan gara-gara kau kemarin gila-gilaan di Bali dan Lombok." Suami Sharla tanpa beban menyahut demikian. Tak ada Pak Zein dan Stanley di sana, makanya dia bisa bebas berkomentar.     

"Tenang saja, Kak! Nanti akan aku carikan tiket kapal pesiar untuk kita berdua saja! Ayo kita keliling dunia dengan kapal pesiar!" Lindsay berkata di samping Sharla.     

"Uhh … adikku satu ini memang terbaik!" Sharla memeluk adiknya.     

Lindsay memang tidak jadi dijebloskan ke penjara setelah Stanley dan Pak Zein menyerahkan hampir semua saham tanpa syarat ke Nathan Ryuu.     

Itu agar kemarahan Nathan Ryuu bisa reda dan tidak melakukan balas dendam terhadap mereka. Otomatis, kini Nathan Ryuu sudah bisa dikatakan sebagai pemilik baru dari Zein Corp.     

Di tempat lain, Pak Zein sedang berduka karena istrinya dibawa ke hunian baru oleh Reiko dan Nathan Ryuu. Meski senang bahwa sang istri sudah lebih sehat dan mendapatkan perhatian dari cucunya, tapi Beliau akan lebih susah bertemu dengan istrinya.     

Tentu, akan ada kecanggungan dan rasa tak enak hati ketika Pak Zein berkunjung ke rumah sementara Nathan Ryuu di Indonesia. Awal pertemuan mereka sungguh tidak baik dan itu pasti menorehkan nilai buruk di mata cucu menantunya yang keras dan tegas.     

Teringat kemarin ketika dia menemui istrinya di rumah sakit sebelum dibawa pindah ke rumah besar sekelas mansion sewaan Nathan Ryuu ….     

"Mih, kamu sungguh ingin pindah ke tempat mereka?" tanya Pak Zein kala itu di sebelah ranjang rawat inap istrinya.     

"Tentu saja. Kenapa tidak. Yah, setidaknya di sana nanti aku tidak kesepian, tidak merana seperti di sini yang hanya bisa mengobrol dengan tembok atau pagar ranjangku, kadang harus tersenyum ke selang infusku ketika aku berkeluh-kesah." Bu Zein seperti sedang menyindir seseorang.     

"Tsk, kau ini, kenapa berkata begitu?" Pak Zein agak tersindir karena Beliau akui Beliau jarang datang ke rumah sakit untuk menengok sang istri meski Bu Zein sudah siuman dari komanya.     

"Ucapanku betul, kan Pih?" Bu Zein menggunakan nada sindiran lagi, "Aku di sini hanya ditengok perawat yang sangat telaten mengurusku dan kadang sudi menjadi teman mengobrolku dibandingkan anak-anakku, apalagi cucuku. Yah, aku tau … mereka semua orang sibuk. Maka dari itu, aku memaklumi kalau mereka tidak sempat menengokku."     

"Mereka memang sibuk dan susah memiliki waktu senggang."     

"Nah, maka dari itu, Pih, aku sadar diri saja. Ketika suami Reiko menawarkan aku ikut mereka, mana mungkin aku tidak menerimanya? Itu seperti aku mendapatkan seember air embun setelah bertahun-tahun mengalami kegersangan berjalan di padang pasir."     

"Mamih, kamu terlalu berlebihan."     

"Ya, mungkin bagimu memang berlebihan karena kau tidak diposisiku. Kau selalu sehat dan kuat, tidak memiliki beban apapun, apalagi beban pikiran seperti aku ini."     

"Mih, hunian mereka nantinya tidak di kota ini."     

"Bagus, kan? Aku tidak perlu lagi menjadi beban pikiran kalian yang sibuk! Aku justru akan sangat merasa bersalah kalau sampai membuat jadwal sibuk kalian jadi terganggu hanya karena aku."     

Pak Zein menghela napas ketika ingat percakapan mereka berdua kemarin dan dia tidak bisa mencegah keinginan bulat istrinya untuk ikut bersama Reiko tinggal di hunian sementara Nathan Ryuu di kota lain yang berjarak cukup jauh dari kota tempat Pak Zein tinggal.     

Ya, Nathan Ryuu memang memutuskan akan menyewa rumah besar di sebuah kota yang berhawa sejuk dan tidak banyak polusi udara dan polusi suara untuk kebaikan bayinya dan juga Bu Zein.     

Apalagi, kota itu lumayan dekat dengan kota tempat River dan Raven tinggal. Nathan Ryuu bisa lebih mudah mengunjungi kedua bocah itu nantinya.     

Mereka mungkin akan berada di Indonesia selama 3 hingga 6 bulan, semua tergantung bagaimana kondisi putra mereka. Oleh karena itu, Nathan Ryuu tidak mau menahan diri dan meminta dicarikan rumah besar sekelas mansion di kota yang sudah dia pilih berdasarkan banyak referensi serta rekomendasi dari berbagai pihak.     

-0—00—0-     

Akhirnya, hari kepindahan Nathan Ryuu, Reiko, Rui, dan Bu Zein ke hunian barupun dilaksanakan di sebuah pagi yang tenang. Ada Pak Zein, Nanik sekeluarga, serta Sharla sekeluarga yang ikut mengantar mereka.     

Tentu saja Sharla, meski dia masih kesal dengan Nathan Ryuu, dia masih ingin mencoba terus mendekat ke lelaki Onodera, siapa tahu, nantinya lelaki Jepang itu luluh dan bersikap baik padanya, lalu menawari pelesir bersama dengan kapal pesiar mewah.     

Ya, meski menghadapi muka datar Nathan Ryuu saat bertemu di pagi itu, Sharla masih berusaha tersenyum ke lelaki Onodera dan Reiko.     

Bu Zein dibawa menggunakan ambulans agar lebih nyaman dan cepat tanpa terhalang apapun di jalan. Nathan Ryuu ingin penanganan terbaik untuk Bu Zein yang layak mendapatkannya.     

Siapapun yang baik secara tulus pada istrinya, maka orang itu berharga di mata Nathan Ryuu.     

Ambulans meraung gagah membelah jalan dengan rentetan mobil pribadi membuntuti di belakangnya. Mobil Nathan Ryuu paling depan sendiri diikuti mobil Pak Zein, lalu mobil Nanik dan paling belakang ada mobil Sharla.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.