Inevitable Fate [Indonesia]

Cetusan Ide untuk Nenek



Cetusan Ide untuk Nenek

0Penjaga menyampaikan ke pesan Nathan Ryuu ke Sharla. "Anda Sharla? Dengar, Tuan sudah menutup pintu maafnya pada Anda karena tindakan memalukan Anda terhadap Tuan kemarin. Tolong jangan repot-repot membawa apapun apalagi bujuk rayuan pada Tuan karena itu tidak mengubah penilaian Tuan bahwa Anda wanita mengerikan yang hanya bisa berteriak-teriak mempermalukan diri sendiri seperti kemarin."     
0

Yovea terbelalak. Kemarin? Kemarin ada apa?!     

Astaga! Betapa malunya Sharla ketika dia dengan telak diberikan pukulan oleh Nathan Ryuu menggunakan kalimat melalui anak buahnya.     

Rasanya Sharla ingin menghilang saja dari sana dan berlari pulang andaikan dia tidak mengingat bahwa dia sekarang sudah bukan anak TK lagi.     

"Shar, kemarin kamu berbuat apa pada Tuan Ryuu?" Yovea memutar bahu Sharla agar adik sepupunya menghadap ke dia. Perasaannya sudah tidak nyaman sejak tadi diajak Sharla, ternyata ini! Sepupunya itu melakukan hal tak baik pada Nathan Ryuu dan dia malah dengan bodohnya tampil di sini bersama Sharla!     

Bukankah ini bisa menimbulkan salah paham di mata Nathan Ryuu? Bukankah dia bisa diduga sebagai kaki tangan Sharla?     

"Aishh! Jangan ribut, lah Yov!" Sharla yang kesal tak bisa menahan emosi ketika mendapatkan sikap tajam Yovea yang menuntut kejelasan. "Ya sudahlah! Kita pulang saja! Terserah!"     

Sembari mengentakkan kakinya, Sharla pergi meninggalkan semua bingkisannya di lantai dan melangkah kesal ke arah lift diikuti Yovea.     

Akhirnya, berita mengenai Sharla telah membentak-bentak dan memarahi Nathan Ryuu di rumah sakit kemarin menyebar di keluarga Pak Zein. Kini, mereka berkumpul untuk membahas ini dengan Sharla sebagai pusat topik.     

Nanik sampai terperanjat kaget. "Kamu kok segila itu, sih Shar!" tegurnya keras saat mereka mendatangi Sharla di rumah Pak Zein.     

"Sudah, ahh! Aku malas membahasnya!" Sharla bersikap tak peduli dan goyang-goyangkan tangan di udara dengan wajah keruh karena emosi. Baru kali ini dia merasa dipermalukan begitu dalam. Apalagi sampai diketahui banyak orang.     

Tak ingin terus disalahkan, Sharla pun menangis tersedu-sedu, berharap dengan bersikap demikian, maka sanak saudaranya akan berhenti memarahi dia. Sungguh sikap bocah cilik, memang. Yah, begitulah dia.     

"Sudah, sudah, jangan marahi Sharla lagi. Dia juga tidak tahu siapa itu Nathan Ryuu. Apalagi dia mendapatkan provokasi dari ibunya yang jahat itu." Pak Zein memberikan pembelaannya terhadap Sharla yang Beliau nilai sebagai korban situasi dan korban ibunya.     

Sharla senang mendapatkan pembelaan dari kakeknya meski dia merasa kurang nyaman ketika ibunya dikatakan jahat. Bagaimanapun menyimpangnya kelakukan sang ibu, dia tetap sosok yang dulu kerap memanjakan Sharla sejak kecil, bahkan dia lebih bungsu ketimbang adiknya yang benar-benar bungsu.     

Di rumah sakit, Reiko sudah bisa jalan-jalan di sekitar kamarnya. Dia tidak ingin berkomentar apapun mengenai penolakan keras Nathan Ryuu mengenai Sharla setelah dia mendengar seperti apa Sharla berteriak-teriak di depan pintunya sampai dia menangis karena sedih.     

Ya, hal yang membuat Nathan Ryuu tidak akan memaafkan Sharla dan Dean adalah karena mereka sudah membuat keributan di depan pintu ruang rawat istrinya dan Reiko menangis karena sedih.     

Bukankah Onodera itu sudah bersumpah bahwa dia tidak akan membiarkan siapapun yang telah membuat menangis istri tercintanya? Nah, itulah yang menjadi dasar sikap dia pada Sharla saat wanita itu mengiba maaf darinya.     

Untuk Pak Zein dan Stanley, mungkin Nathan Ryuu masih memberikan keringan pada mereka karena kedua lelaki itu sudah memberikan apa yang diminta Nathan Ryuu sebagai syarat dimaafkannya mereka.     

Namun untuk Marlyn, Lindsay, dan Sharla … mereka sudah mendapatkan kartu mati dari Nathan Ryuu. Sedangkan Dean, Nathan Ryuu cukup menganggap manusia satu itu tidak ada saja daripada merepotkan pikirannya.     

"Ryuu, aku ingin menjenguk nenek, bisakah?" Reiko memohon ke suaminya. "Aku sudah lama tidak melihat nenek. Aku sekalian ingin membawa cicitnya ke dekat Beliau."     

Mana bisa Nathan Ryuu mengeraskan hatinya jika menyaksikan wajah memohon sang istri tercinta. "Baiklah, tapi kau harus memakai kursi roda. Aku tidak ingin kau kelelahan dan Rui juga bisa lelah jika terlalu lama di luar kamar."     

"Iya, iya, aku setuju." Reiko tersenyum sambil mengecup pipi suaminya. Nathan Ryuu adalah 1 dari semiliar suami di dunia ini, susah menemukan padanannya yang sama persis.     

.     

.     

Pada siang hari sebelum jam besuk tiba, Reiko menggendong Rui, duduk di kursi roda dan didorong Nathan Ryuu menuju ke kamar di mana Bu Zein berada.     

Setelah mengetuk pintu dan masuk, terlihat nenek baru saja disuapi bubur oatmeal oleh seorang perawat.     

"Cucuku. Dia cucuku." Bu Zein tersenyum lebar ketika melihat siapa yang datang. Perawat ikut tersenyum dan pamit pergi untuk memberikan kesempatan bagi mereka saling berbincang.     

"Nenek." Kursi roda didekatkan ke ranjang Bu Zein.     

"Owh! Cicitku sudah lahir! Ternyata cicitku sudah lahir … astaga dia tampan sekali seperti suamimu!" Nenek terkekeh lemah sampai keriput Beliau makin kentara ketika tertawa lebar karena senang.     

"Aku meminta maaf karena baru ini bisa menjenguk Nenek." Reiko berdiri dan mendekatkan Rui pada nenek buyut si bayi.     

"Ahh, aku pikir kamu sudah kembali ke Jepang diam-diam tanpa pamit ke Nenek, sampai Nenek sedih sekali karena masih ingin bertemu kamu." Bu Zein terlihat lebih segar setelah Beliau siuman dari koma panjangnya. Meski begitu, Beliau lebih terlihat tua daripada suaminya. Mungkin beban pikiran membuat Bu Zein menua lebih parah.     

"Tidak mungkin aku diam-diam pergi begitu saja, Nenek. Aku sayang Nenek, makanya aku selalu ingin bertemu Nenek." Reiko membiarkan tangan keriput Bu Zein mengelus wajah Rui.     

Nathan Ryuu tersenyum damai menyaksikan Reiko dan Bu Zein berinteraksi dengan aroma keluarga. Memang beginilah keluarga yang diharapkan oleh Nathan Ryuu, yang saling mengasihi dengan tulus tanpa ada keinginan tersembunyi hanya karena harta.     

"Siapa nama cicitku ini?" tanya Bu Zein.     

"Namanya Ruiga, tapi panggil saja dia Rui. Dia anak pintar yang tidak merepotkan meski terlahir premature." Reiko tersenyum.     

"Dia premature?" Senyum di wajah Bu Zein seketika lenyap.     

"Iya, Nenek. Ahh, tapi … kumohon agar Nenek tidak khawatir mengenai itu. Kondisi Rui sangat baik ketika lahir, bahkan tidak membutuhkan incubator. Dia begitu tenang meski aktif. Menangis hanya ketika ingin susu dan membuang kotoran saja." Reiko tak berharap membuat cemas neneknya yang baru saja pulih dari koma.     

"Bukan, bukan begitu maksud Nenek." Bu Zein menggelengkan kepalanya.     

"Ehh?" Reiko jadi bingung sendiri.     

"Jadi begini, kau harus tahu, Reiko … ibumu dulu juga terlahir premature. Dia hanya 8 bulan saja di perutku." Demikian ucapan Bu Zein yang membuat mulut cucunya ternganga kaget.     

"I-Ibu premature?" Reiko kemudian menjelaskannya pada suaminya dan Nathan Ryuu juga terkejut, sama seperti dia.     

Kemudian, Bu Zein terpaksa mengingat ketika dia harus melahirkan Rurike, dimana dia saat itu hendak dicelakai mantan wanita suaminya. Ahh, mengingat itu hanya mengakibatkan Bu Zein menelan kesedihan.     

Mereka berbincang akrab selama beberapa saat.     

Hingga Reiko mencetuskan bahwa dia akan tinggal di Indonesia sampai Rui siap dibawa ke Jepang.     

"Bagus sekali kalau kalian bisa tinggal di sini. Nenek jadi bisa lebih banyak bertemu kalian." Bu Zein sampai berkaca-kaca saat mengatakannya.     

Kemudian, Nathan Ryuu malah berkata, "Kenapa Nenek tidak tinggal saja bersama kami? Aku bisa menyediakan alat-alat seperti di rumah sakit ini untuk Nenek jika Nenek memang membutuhkannya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.