Inevitable Fate [Indonesia]

Menyerahnya Stanley



Menyerahnya Stanley

0Stanley memaparkan di depan anaknya mengenai Nathan Ryuu sebagai pemilik SortBank Group.     
0

"P-Pa, aku … aku harus menjenguk mama, aku pamit dulu! Tuan Ryuu, maafkan kalau aku memiliki kesalahan kata!" Dean seketika berdiri dan membungkuk ke Nathan Ryuu sebelum dia keluar dari ruangan itu.     

Sharla melongo seketika. Ada apa dengan kakaknya? Kenapa begitu mendadak malah pamit pergi?     

Sepertinya Sharla tidak mengetahui mengenai apa itu SortBank Group. Dia masih bertanya-tanya mengapa kakaknya mendadak pergi seperti itu? Raut wajahnya bahkan ketakutan! Apa-apaan itu?     

Karena ketidaktahuannya, Sharla masih saja mengoceh ke Nathan Ryuu. "Kau ini! Aku tidak terima kau membuat ibuku ribut dengan ayahku bahkan aku mendengar bahwa kau memukul Lindsay! Aku harus melaporkanmu!"     

"Sharla diam!" bentak Stanley seketika pada putrinya. "Diam atau Papa pukul mulutmu!" Dia melotot ganas ke Sharla yang melongo kaget.     

"Pa!"     

"Diam dan sana kembali! Pulang ke suami dan anakmu! Jangan mengacau di sini! Kau sungguh memalukan!" Stanley makin keras memarahi putrinya.     

"Pa …." Nada suara Sharla melunak dan terdengar manja berharap ayahnya luluh seperti biasa bila dia menggunakan nada itu.     

"Kalau kau tak mau minta maaf pada Tuan Ryuu, maka jangan salahkan bila Papa kejam padamu!"     

"Pa …." Sharla rasanya ingin menangis.     

"Pulang sekarang atau kupatahkan kakimu sekalian!" bentak Stanley dengan mata melotot ganas.     

Takut atas reaksi aneh ayahnya, Sharla mau tak mau menuruti meski masih kesal. Dia renggut tas tangannya dan mendelik ke Nathan Ryuu sambil berkata ke ayahnya. "Aku tak sudi minta maaf padanya!" Lalu dia keluar dari ruangan itu.     

Sepeninggal Sharla, Stanley menghela napas panjang sambil berkata pada Nathan Ryuu, "Maafkan aku, Tuan Ryuu. Aku memang terlalu memanjakan anak-anakku sehingga akhirnya mereka seperti itu."     

"Kau juga terlalu memanjakan dirimu sendiri, Tuan Stanley. Makanya kau berakhir begini." Nathan Ryuu masih bisa berpahit lidah pada Stanley.     

Meski itu menyengat di telinga, Stanley tak berani berbuat apa-apa selain, "Aku mohon ampunanmu, Tuan Ryuu. Aku sudah menghubungi pengacaraku agar membawakan semua saham di tanganku. Aku mohon, niat baikku ini Tuan Ryuu terima."     

Sepertinya Stanley sudah tidak memiliki pilihan untuk keras kepala setelah dia menyaksikan sendiri seperti apa kuasanya Nathan Ryuu. Dia bagaikan dihajar habis oleh Onodera satu ini dan takut bangkit lagi untuk dihajar berikutnya.     

Maka dari itu, merunduk pada sosok yang tepat memang langkah bijak orang yang tahu diri. Stanley berpikir seperti ini juga atas dorongan ayahnya yang sudah lebih dahulu menyerah kalah pada Nathan Ryuu.     

Sharla sudah tiba di rumah kakeknya dan membanting pintu depan dengan ganas ketika masuk dan pergi ke area belakang, tempat dia dan keluarga kecilnya bermukim.     

Bantingan pintu oleh Sharla tadi didengar Pak Zein dan dia keluar dari ruangannya untuk mencari tahu siapa gerangan pelakunya.     

"Baru saja Nyonya Muda Sharla datang dari luar, Tuan." Demikian yang disampaikan salah satu ART di sana yang kebetulan sedang lewat.     

"Sharla? Bukankah tadi dia baru saja pulang dari berlibur di Bali?" Pak Zein bingung.     

"Nyonya Muda keluar lagi dan saya dengar hendak ke rumah sakit." ART menjawab.     

"Ohh, ke rumah sakit. Mungkin untuk menjenguk papanya." Pak Zein hanya menyimpulkan itu sebagai dugaan paling masuk akal. Beliau tidak akan mengira kalau cucunya itu ternyata pergi ke rumah sakit bukan untuk menengok ayahnya justru mencari perkara dengan Nathan Ryuu.     

Pak Zein pasti sangat amat tidak mengira itu.     

Maka, ketika Pak Zein duduk lagi di ruangannya, teleponnya berdering. Ternyata itu dari Stanley. Dari Stanley, Beliau akhirnya mengerti dengan jelas apa motif dan tujuan Sharla ke rumah sakit.     

Tentu saja Beliau terkejut, syok juga. Apalagi mendengar kalau Dean juga ada di Indonesia.     

"Dean … Dean pulang ke Indonesia?" tanya Pak Zein dengan suara paraunya. Setahu Beliau, cucu pertamanya itu berada di Amerika dan sudah berkeluarga di sana.     

"Ya, Pi. Dia tadi pulang ke Indonesia dan bertemu denganku di rumah sakit, dia bersama Sharla."     

"Apakah Dean mengajak keluarganya ke sini?" Ada nada pengharapan dari suara Pak Zein.     

"Aku kurang tahu, Pi. Aku saja baru tahu dia pulang ke Indonesia begitu menemui mereka di ruangan sedang bicara dengan Nathan Ryuu." Lalu, Stanley mendesah.     

"Bisakah kau meminta Dean ke rumah sebentar? Papi rindu padanya. Sudah sangat lama dia tidak pulang ke sini. Mungkin semenjak dia sibuk kuliah S1 di sana sampai sekarang malah dia sudah S2 dan berkeluarga, kan?" Pak Zein tidak bisa membendung rasa rindunya pada sang cucu yang paling dia manja sejak kelahirannya dulu. Yah, wajar saja, cucu pertama, lelaki pula!     

Anak lelaki Nanik satu tahun di bawah anak lelaki Stanley, maka dari itu, Dean secara otomatis menjadi cucu kesayangan Pak Zein sejak dulu.     

Pak Zein banyak memanjakan Dean sejak si cucu masih kecil, dilimpahi segala fasilitas, bahkan disekolahkan ke luar negeri dari SMA hingga kuliah. Semuanya dibiayai Pak Zein.     

Ketika Dean kesulitan modal bisnis di Amerika pun, Pak Zein yang mengucurkan bantuan keuangan untuknya. Bahkan ketika Dean ditipu di sebuah investasi bodong, Pak Zein yang menggantinya agar Dean tidak sedih.     

Pun ketika Dean memiliki anak, yang secara otomatis merupakan cicit pertama pula bagi Pak Zein, tentu saja menerima limpahan kasih sayang dan uang melimpah dari Beliau.     

Sampai-sampai Nanik sempat bertanya-tanya, apakah Dean sengaja cepat-cepat menikah dan punya anak agar anaknya bisa menjadi cicit pertama Pak Zein supaya mendapatkan privilege seperti Stanley dan Dean.     

"Iya, Pi, nanti akan aku tanyakan ke dia."     

Telepon disudahi dan Stanley ganti menghubungi Dean untuk menyampaikan apa yang diinginkan ayahnya.     

"Dean, opa kangen kamu, dia ingin kamu mampir sebentar ke rumahnya." Stanley memulai bicaranya begitu dia tersambung ke putra sulungnya.     

"Ahh, tidak sempat, Pa! Aku sudah siap-siap kembali ke Amerika." Dean berkata dengan nada seperti buru-buru.     

"Apa kau datang dengan keluargamu?"     

"Ohh? Tidak, Pa. Aku sendiri saja."     

"Ahh, ya sudah kalau begitu. Nanti aku akan katakan ke opa kamu kalau kamu sudah siap-siap kembali ke Amerika."     

"Iya, Pa. Maaf, yah!"     

"Lain kali, kalau kau hendak pulang ke Indonesia, kabar-kabari Papa dan keluarga di sini."     

"Iya, Pa. Ya sudah, aku tutup dulu, yah Pa! Pesawatku sebentar lagi akan take off! Harus cepat ke bandara, nih!"     

"Ya sudah, ya sudah, hati-hati di sana."     

"Oke, Pa! Bye!"     

Usai menutup teleponnya, di samping Dean ada wanita dengan dandanan seksi, merangkul Dean sambil bertanya, "Sayank, kita sungguh jadi ke Bali?"     

"Jadi, dong!" Dean mencubit dagu wanita muda itu yang terkikik senang. Dean memang menyewa jasa wanita bayaran untuk menemani dia selama di Indonesia.     

Dia memang tidak mengajak keluarganya. Karena ternyata dia tidak perlu lama-lama berurusan dengan Nathan Ryuu, dia memutuskan akan meneruskan perjalanan menjadi liburan ke Bali saja bersama wanita bayarannya.     

Sementara itu di kamarnya, Sharla dimarahi suaminya. "Kau gila, apa?! Kau berani mencari ribut dengan pemilik SortBank Group?!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.