Inevitable Fate [Indonesia]

Memaksa Ingin Menerobos Masuk



Memaksa Ingin Menerobos Masuk

0"Tadinya … saya hendak membeli saham di tangan Stanley ketika Anda tidak juga kunjung melakukan syarat yang saya berikan. Tapi, karena perbuatan anak mereka, maka saya meniadakan rencana itu dan menginginkan semua saham di tangan dia tanpa syarat untuk saya agar bisa ditukar dengan kebebasan putrinya." Nathan Ryuu sudah membuat keputusan baru.     
0

Reiko hendak mengatakan sesuatu pada suaminya, namun dia segera dihentikan dengan kode mata dari Nathan Ryuu sehingga urung berkomentar.     

Saat ini, Reiko merasa tidak nyaman dengan permintaan suaminya. Dia tahu, Stanley dan keluarganya memang bersalah dan keterlaluan, namun, apakah perlu dihukum sampai seperti itu?     

Sebagai orang yang berhati lembut, Reiko tak tega. Tapi, dia juga tidak kuasa melawan suaminya, karena dia sadar suaminya melakukan ini karena membela dia dan juga dia sudah begitu banyak berhutang budi serta berhutang kebahagiaan pada Nathan Ryuu.     

Oleh karena tidak bisa melakukan apapun, Reiko memilih untuk menundukkan kepala dan mendekap putranya saja.     

Pak Zein diam selama beberapa saat setelah mendengar semua keputusan Nathan Ryuu mengenai saham di tangan Stanley. Kemudian, Beliau berkata, "Baiklah, nanti akan aku sampaikan ke dia mengenai ini."     

"Saya ingin melihat ketulusan kalian pada saya dan istri saya, bila dalam satu hari tidak ada kabar mengenai itu, maka jangan sebut saya kejam jika saya bertindak tegas." Nathan Ryuu tidak ingin berlemah hati di depan keluarga Pak Zein.     

Bukannya dia melakukan diskriminasi hanya karena Pak Zein dan keluarganya merupakan orang Indonesia, bahkan Nathan Ryuu sudah melakukan tindakan tegas terhadap sanak keluarga Reiko di Jepang, terutama pada keluarga pamannya yang pernah memperlakukan Reiko dengan buruk.     

Jangan dikira semua orang yang pernah menyakiti Reiko bisa lolos begitu saja. Tentu tidak akan dibiarkan oleh Nathan Ryuu.     

Bagi Onodera satu ini, menyakiti dan menghina istrinya, sama saja menyakiti dan menghina dirinya juga.     

"Aku mengerti." Pak Zein mengangguk pelan.     

Lalu, Beliau memandangi cicitnya selama beberapa saat tanpa kata dan kemudian, Beliau bangkit dari kursinya dan beranjak keluar dari kamar Reiko dengan dipapah asistennya.     

Sepeninggal semua orang, Reiko berkata pada suaminya, "Ryuu, aku berharap kamu tidak terlalu keras pada mereka."     

"Itu aku sudah sangat murah hati, sayank." Nathan Ryuu mengusap sayang kepala Reiko lalu mengecup pipi putranya. "Rui jagoanku, besok kau harus jadi lelaki yang kuat dan tak boleh bertindak tak adil pada siapapun, yah!"     

Reiko menatap sang suami.     

-0—00—0-     

Seharian di rumah sakit, Reiko biasanya akan menyusui putranya dan mengamati bagaimana perawat mengurus Rui, panggilan dari Ruiga.     

Nathan Ryuu juga akan sesekali menggendong Rui sambil mengajak bicara, tak peduli apakah si bocah paham atau tidak. Pokoknya dia ingin memiliki pembicaraan ayah dan putra, begitu katanya.     

Reiko membiarkan saja itu terjadi, justru dia terhibur saat melihat suami dan putranya sedang memiliki waktu bersama. Rasanya dia tidak sia-sia berjuang mengandung dan melahirkan anak itu.     

"Ryuu, kapan aku bisa keluar dari sini?" tanya Reiko seraya melihat ketika anaknya sedang ditimang Nathan Ryuu usai dia susui.     

"Kata dokter, menunggu bobot tubuh Rui sama dengan bocah lahir normal lainnya. " Nathan Ryuu berkata. "Dokter hanya ingin bocah ini benar-benar kuat. Hm, dokter tidak tahu bahwa anakku ini sudah kuat semenjak masih di dalam perut ibunya. Iya, kan, jagoan?" Lagi-lagi Onodera muda ini mengajak bicara anaknya.     

Rui hanya menggeliat kecil di dekapan ayahnya sambil terus memejamkan mata, kekenyangan.     

-0—00—0-     

"Pokoknya aku harus menemui dia! Enak saja dia bertingkah seperti yang paling berkuasa!" Terdengar suara keras perempuan di luar pintu kamar VVIP Reiko.     

"Maaf, Anda tidak mempunyai jadwal bertemu dengan tuan dan nyonya, karenanya tidak diperkenankan masuk. Anda harus menunggu dulu saya menananyakan ke Beliau." Ada suara anak buah Nathan Ryuu sedang meladeni orang yang bersuara keras tadi.     

"Apa-apaan pakai jadwal bertemu segala! Minggir! Aku ingin menemui orang sok hebat sok kuasa itu!" seru perempuan tadi dengan sikap lebih emosional daripada sebelumnya.     

"Maaf, tidak bisa, Nyonya." Anak buah Nathan Ryuu masih bertahan di tempat mereka untuk menjaga pintu agar tidak membolehkan masuk siapapun yang tidak memiliki janji temu terlebih dahulu dengan bos mereka.     

"Apanya yang tidak bisa! Ini, kakakku ini datang jauh-jauh dari Amerika hanya untuk menemui bos sok kuasamu itu! Jadi, lebih baik lekas biarkan kami masuk daripada harus berteriak-teriak di sini, mengerti?" Perempuan itu mendelik ganas ke anak buah Nathan Ryuu, seakan dia ingin mencakar mereka.     

Kemudian, keributan itu ditambah dengan suara lelaki yang sepertinya seemosional si perempuan dalam menjawab perkataan anak buah Nathan Ryuu menggunakan bahasa Inggris. "Kalian dibayar berapa, sih? Sini, aku beri dua kali lipat dari yang bosmu beri!"     

Ya, tentu saja mereka berdebat menggunakan bahasa Inggris.     

Keributan itu mengakibatkan datangnya beberapa perawat diikuti beberapa petugas keamanan rumah sakit. Sepertinya pasien yang berada di dekat kamar Reiko yang melapor.     

"Bapak dan Ibu, tolong tenang, ada banyak pasien di sini. Apalagi di sini kawasan VIP, tolong rendahkan suaranya." Salah satu perawat memperingatkan rombongan tadi yang marah-marah pada anak buah Nathan Ryuu.     

"Mereka yang mulai lebih dulu, Suster!" tuding perempuan tadi ke 2 anak buah Nathan Ryuu yang menjaga di depan pintu. "Mana ada di sini yang sampai dijaga begini?"     

"Ya, benar itu, Suster! Memangnya di sini ada fasilitas penjaga pintu begini?" Lelaki yang tadi berdebat juga ikut berkomentar.     

"Kami tidak menyediakan fasilitas seperti ini, Bapak dan Ibu sekalian." Perawat tadi menjawab.     

"Kalau tidak ada, kenapa mereka di sini? Kenapa pihak rumah sakit ini membiarkan saja hal seperti ini!" Perempuan tadi mendelik ganas pada perawat seakan itu bisa sebagai sarana pelampiasan kekesalannya.     

Perawat itu termasuk senior di sana dan dia tidak menjawab pertanyaan perempuan tadi. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa pihak rumah sakit memperbolehkan adanya anak buah berjaga di depan pintu kamar Reiko karena Nathan Ryuu sudah memiliki sebagian saham rumah sakit ini kemarin. "Mohon Bapak dan Ibu membicarakan ini dengan cara baik. Kalian bisa ke kantor saya dan bicarakan ini di sana saja."     

"Tidak mau! Kami datang ingin menemui orang di dalam sana, bukan untuk bicara dengan perawat rendah sepertimu!" tuding si perempuan dengan mata masih mendelik pada perawat senior berumur 50-an tahun.     

"Bapak dan Ibu, tolong jangan membuat keributan di sini atau kami terpaksa membawa kalian keluar dari area ini." Petugas keamanan mendekat ke perempuan dan lelaki yang paling vokal.     

Kemudian, pintu kamar Reiko pun dibuka dan muncul Nathan Ryuu dari sana dan dia memberi kode pada anak buahnya untuk tenang. "Kalian sepertinya mencari saya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.