Inevitable Fate [Indonesia]

Namanya Sesuai dengan Nama Samurai Leluhur, Ruiga



Namanya Sesuai dengan Nama Samurai Leluhur, Ruiga

0Nathan Ryuu ingin tinggal selama 1 bulan lagi saja di Indonesia, setelahnya akan kembali ke Jepang bersama anak dan istrinya.     
0

Namun, Nanik dan Hendra mencegah itu dengan alasan demi kesehatan dan keselamatan si bayi.     

Karenanya, Nathan Ryuu terdiam mempertimbangkan ucapan dari Nanik dan Hendra yang membujuk agar tinggal sampai si bayi berusia 3 bulan saja untuk lebih aman dan stabil secara kondisi.     

"Apalagi anakmu ini premature, kan?" Hendra menambahkan, membuat Nathan Ryuu semakin mendalam memikirkannya.     

Bagaimanapun sehatnya bayi premature, tetap saja kondisinya berbeda dengan bayi yang lahir cukup umur. Ya, Nathan Ryuu harus memikirkan mengenai itu.     

"Oh ya, siapa nama cucu ponakan tampanku ini?" tanya Nanik.     

Reiko melirik ke suaminya.     

"Rui, namanya Onodera Ruiga, panggilannya Rui." Nathan Ryuu menjawab. Lalu disambung senyum lembut Reiko sembari dia menciumi pipi bayinya.     

Tadi malam, Reiko dan Nathan Ryuu sudah berdiskusi mengenai nama anak mereka. Tapi, sebenarnya Reiko menyerahkan itu pada pengaturan Nathan Ryuu saja, dia akan ikut apa kata suaminya.     

Lalu, kemudian Nathan Ryuu teringat akan salah satu samurai ternama yang dipandang sebagai pahlawan dan ada di garis leluhurnya, Beliau bernama Ruiga.     

Benar, dulu kakeknya sering bercerita bahwa leluhur mereka ada yang menjadi seorang samurai yang mengabdi pada salah satu daimyo ternama di masa itu.     

Berdasarkan itu, maka Nathan Ryuu memberikan nama leluhur samurai dia kepada anaknya, diharapkan sang anak bisa menjadi orang yang tangguh dan berani membela kebenaran di dunia ini.     

Ketika itu diungkap oleh Reiko mengenai asal-usul nama Ruiga, mau tak mau Nathan Ryuu menjelaskannya pada keluarga Nanik. "Ya, samurai itu aristocrat atau bangsawan militer abad pertengahan kami atau zaman Sengoku."     

"Wah, apakah itu artinya samurai adalah pasukan elit Jepang di masa lalu?" Yovea menyimpulkan.     

"Benar, mereka adalah pasukan elit dari kalangan bangsawan yang mengabdi pada daimyo." Nathan Ryuu mengangguk.     

"Wah, Ryuu, ternyata keluarga besarmu memang dari garis bangsawan, tidak heran kalau kau memang memiliki kharisma itu," puji Nanik.     

"Terima kasih atas pujian Budhe." Nathan Ryuu sudah bisa tersenyum simpatik seperti biasanya, tidak semengerikan kemarin ketika sedang murka.     

"Ryuu, daimyo, apa itu? Kenapa dikatakan leluhurmu mengabdi pada seorang daimyo?"     

"Daimyo itu sebutan untuk tuan tanah sebuah daerah, yah semacam penguasa feudal. Biasanya daimyo adalah samurai namun dia memiliki hak atas tanah yang luas dan memiliki banyak bushi atau samurai di bawahnya." Nathan Ryuu menjelaskan.     

"Mungkin seperti kepala daerah di sini, ya?" Nanik menyimpulkan setelah mengetahui terjemahannya.     

"Ohh ya, Ryuu, kalau boleh bertanya, bagaimana dengan Lindsay dan Stanley. Apakah kau akan memenjarakan salah satu dari mereka? Kau serius akan itu?" Hendra memberanikan bertanya karena dia sudah ingin tahu mengenai ini sejak tadi.     

Nathan Ryuu menarik napas dalam-dalam dan setelah menghembuskannya pelan-pelan, dia menjawab, "Aku ini sebenarnya bukan orang kejam apalagi kasar. Aku hanya bisa begitu ketika orang sudah berbuat sangat jauh dan keterlaluan melewati batas kesabaranku."     

"Ya, aku paham perasaanmu, Ryuu." Hendra menyahut. "Andaikan keluargaku dibegitukan, aku juga akan nekat membabi-buta melawan siapapun yang mengusik keluargaku."     

"Terima kasih atas pengertianmu." Nathan Ryuu menepuk bahu Hendra seakan mereka rekan biasa saja. Dia tidak terlalu menganggap Hendra senior yang harus dia hormati.     

Bagi Nathan Ryuu, dia tidak mudah menaruh rasa hormat pada seseorang sebelum dia benar-benar yakin pada orang itu.     

"Lalu, apakah kau sudah memasukkan gugatanmu ke pengadilan, Ryuu?" tanya Hendra lagi.     

"Aku masih mencari pengacara yang bagus di sini." Ya, Nathan Ryuu tahu bahwa ini bukan Jepang, maka dari itu, dia harus mendapatkan pengacara Indonesia terlebih dahulu sebelum menjebloskan salah satu dari Stanley atau Lindsay ke penjara.     

"Aku punya beberapa kawan pengacara," timpal Hendra. "Kau bisa bertemu mereka dan mengobrol sampai menemukan mana yang cocok."     

"Baiklah, berikan saja nomornya padaku, maka akan aku coba temui mereka." Nathan Ryuu menghargai bantuan Hendra.     

"Ehem!" Kemudian, terdengar deheman di ambang pintu. Semua orang menoleh ke sana, dan terlihatlah Pak Zein ditemani asistennya. "Apakah aku mengganggu obrolan kalian?"     

"Kakek! Tentu saja tidak, Kakek!" Reiko berseru senang melihat kakeknya datang.     

Nanik segera menghampiri Pak Zein dan memapah ayahnya untuk masuk dan mendekat ke Reiko. "Papi, sekarang Papi sudah punya cicit baru dari Jepang. Namanya Ruiga, itu nama samurai ternama yang merupakan leluhur Ryuu di masa lalu, loh!"     

"Hm …." Pak Zein menggumam saja dan menatap ke cicitnya yang masih ada di gendongan Reiko.     

"Apakah Kakek ingin menggendong cicit Kakek?" tawar Reiko.     

Pak Zein menggeleng lemah. "Jangan, jangan, tidak perlu. Lengan tua ini sudah ringkih, apalagi tulangnya. Nanti malah anakmu jatuh, aku tak bisa menahan konsekuensinya."     

Entah apakah Beliau sedang menyindir atau tidak, yang pasti Nathan Ryuu tidak gentar sama sekali pada Beliau.     

Karena sudah ada Pak Zein, maka Nanik dan keluarganya pun tahu diri dan pamit pergi dari sana.     

Kini, di ruangan itu hanya ada 3 orang dan 1 bayi yang telah diletakkan kembali ke boksnya dengan diberi lampu khusus untuk menghangatkannya.     

"Ada apa ke sini?" Nathan Ryuu sepertinya tidak mudah dikelabui dan dia langsung saja menanyakannya ke Pak Zein.     

"Ryuu!" Reiko mendelik singkat ke suaminya. Mereka baru saja mendapatkan kebahagiaan, kenapa harus berlidah pahit lagi?     

"Aku ke sini hendak menegok cicitku sekaligus ingin menanyakan padamu mengenai anak dan cucuku satunya. Kau pasti paham ke mana arah bicaraku." Pak Zein duduk sembari tangannya memegang tongkat kebesarannya.     

"Tentu saja aku tahu, bahkan ketika Anda berdiri di ambang pintu tadipun aku sudah bisa mencium dengan jelas apa maksud Anda ke sini." Nathan Ryuu tidak menutupi apa yang ada di pikirannya.     

Reiko memutar bola matanya, apakah harus selalu begini suasananya apabila keduanya bertemu?     

"Anda tentunya tidak akan menganggap saya kejam dan kurang ajar, kan?" Nathan secara lugas bertanya. "Tentu saja Anda masih teringat bahwa saya masih memiliki keluhan terhadap Anda karena pernah membuat istri saya menangis. Dan juga, Anda belum memberikan apa yang saya minta sebagai syarat waktu itu."     

Pak Zein seperti makin renta saja mendengar ucapan blak-blakan Nathan Ryuu. "Apakah sungguh kau sudah menutup pintu maaf untuk aku, Stanley, ataupun Lindsay?"     

"Syarat dariku sudah jelas mengenai itu, tak bisa ditawar lagi. Kenapa? Apakah Anda hendak menawar mengenai keputusanku atas Stanley dan Lindsay?" todong Nathan Ryuu langsung.     

"Ya. Aku hendak memohon dengan baik padamu dan mungkin bisa bernegosiasi bila aku beruntung." Sudah tidak ada Pak Zein yang tinggi hati dan keras kepala.     

"Tadinya … saya hendak membeli saham di tangan Stanley ketika Anda tidak juga kunjung melakukan syarat yang saya berikan. Tapi, karena perbuatan anak mereka, maka saya meniadakan rencana itu dan menginginkan semua saham di tangan dia tanpa syarat untuk saya agar bisa ditukar dengan kebebasan putrinya."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.