Inevitable Fate [Indonesia]

Dia Memiliki Gen Tampan Dariku!



Dia Memiliki Gen Tampan Dariku!

0Setelah dokter berteriak, "Lahir!" kemudian disusul dengan ditariknya kepala sang jabang bayi begitu Reiko berhasil mendorong sekuat tenaga dengan mengejan keras sehingga kepala bayinya bisa keluar melewati jalan lahir.     
0

Mata Nathan Ryuu membelalak takjub sekaligus terharu. Dia menyaksikan semua proses kelahiran anaknya detik demi detik, sungguh fantastis dan susah terdeskripsikan.     

Ternyata seperti inilah keajaiban semesta, dia menyaksikan sendiri dengan matanya menyebabkan dia ingin menangis bahagia menjadi saksi mata akan keagungan pencipta terhadap umatnya.     

"Tuan, Nyonya, anak Anda sekalian sudah lahir." Ternyata anaknya sudah di gendongan dokter dan sudah diusap darah yang ada di sana sehingga lebih bersih.     

Nathan Ryuu termangu sejenak sebelum akhirnya dia tersadar akan lamunan mendalamnya dan menerima anak itu.     

"Berikan padaku." Tangan Nathan Ryuu diulurkan ke dokter, meminta anaknya.     

Namun, dokter masih ingat bahwa pria Onodera ini baru saja menerima jahitan di lengan bawahnya. "Tapi, Tuan, tangan Anda …."     

"Jangan banyak bicara dan berikan anakku, cepat!" Nathan Ryuu hanya ingin lekas menyentuh anaknya.     

Karena melihat keras kepalanya Nathan Ryuu sejak tadi di ruangan itu, maka dokter akhirnya mengangguk dan menyerahkan bayi bersih itu.     

"Selamat, Tuan, kalian memiliki anak tampan yang bersih dan sehat." Dokter menambahkan ketika bayi itu sudah berada di gendongan Nathan Ryuu.     

Ahh ya, benar, ternyata bayi ini memang berjenis kelamin lelaki. Dulu dia seperti bocah pemalu yang tidak mau dilihat apa jenis kelaminnya setiap di periksa menggunakan USG.     

Pemalu? Atau terlalu nakal dan ingin memberi kejutan pada kedua orang tuanya? Terserah saja, Nathan Ryuu tidak lagi peduli mengenai itu dan dia hanya ingin menangis terharu penuh rasa syukur.     

"Sayank … sayank, lihatlah anak kita." Nathan Ryuu tidak mengindahkan lengannya yang sakit dan tetap saja menggendong putranya ke dekat Reiko.     

Di ranjang, Reiko tergolek lemah dan lelah. Meski begitu, ada senyum bahagia luar biasa ketika dia melihat putranya. Yah, beginilah seorang ibu, meski menangis berteriak kesakitan, namun begitu anaknya terlahir, semua rasa sakit tadi seakan sudah menguap hilang dari ingatan dan berganti dengan suka cita penuh syukur.     

Mereka berdua saling tersenyum bahagia sambil mengecupi pipi putra mereka.     

Tapi, Nathan Ryuu segera saja teringat akan sesuatu. Dia menoleh ke dokter ketika membiarkan putranya menyusu untuk pertama kalinya pada Reiko. "Dok, bukankah putraku ini laihr premature, benar? Apakah dia tidak membutuhkan incubator?"     

"Benar, Tuan, putra kalian memang terlahir premature, tapi untunglah usia putra Anda hanya terpaut sangat dekat dengan usia lahir yang seharusnya, maka dari itu semuanya bisa ditangani tanpa memerlukan incubator, karena saya melihat putra Anda sangat sehat dan tidak ada gejala hipotermia." Dokter menjawab.     

Mendengar jawaban dokter, tentu saja Nathan Ryuu dan Reiko lega. Hanya saja, dokter tetap menyarankan agar putra mereka tidak boleh kedinginan sedikitpun dan bisa juga diberikan pencahayaan dari lampu khusus tanpa perlu dimasukkan ke incubator.     

Nathan Ryuu menyimak penjelasan dokter mengenai itu dan terus mengangguk.     

.     

.     

"Reiko … selamat atas kelahiran anak kalian." Nanik sudah memasuki kamar VVIP Reiko bersama suami dan anak bungsu mereka. Wajah mereka berseri-seri.     

"Budhe, Pakdhe, dan Kakak Yovea." Reiko menyajikan senyum ceria dia ketika 3 orang itu datang menjenguk dia dan bayinya. Dia baru saja menyusui bayinya.     

Reiko melihat mereka membawa beberapa bingkisan besar yang katanya itu berisi baju dan peralatan keseharian untuk bayi.     

"Kalian tentunya tidak membawa baju bayi apapun ke Indonesia, kan?" Nanik menaikkan salah satu bingkisan yang dia bawa sembari tersenyum lebar.     

"Ha ha, iya, Budhe benar." Reiko tertawa kecil. Dia memang tidak sempat memikirkan akan itu, bahkan dia dan suaminya tidak mengira akan melahirkan anak di Indonesia.     

Tadinya, Reiko berpikir dia hanya perlu beberapa hari saja di Indonesia, menjenguk nenek dan kakek lalu beramah-tamah sebentar dengan keluarga besar, setelah itu pulang kembali ke Jepang sambil menunggu kelahiran anak mereka.     

Tapi, nyatanya dia dan Nathan Ryuu justru tertahan cukup lama di Indonesia dikarenakan berbagai macam persoalan dan insiden tidak terduga.     

Reiko tidak masalah anaknya lahir di negara mana, yang terpenting adalah putranya sehat dan tak kurang satu apapun. Begitulah pemikiran seorang ibu pada normalnya.     

"Nah, maka dari itu, Reiko, kami sediakan itu di sini. Baju ini mutu kainnya tinggi dan sangat lembut di kulit, pasti baik-baik saja untuk anak kalian." Yovea ikut berkata.     

"Wah, benar-benar berterima kasih pada kalian. Sungguh aku dan Ryuu sangat berterima kasih atas ini." Reiko terus tersenyum sambil tangannya masih menimang sang putra yang kekenyangan.     

"Mana suamimu?" tanya Yovea sambil mengedarkan pandangan ke sekitar kamar luas dan tidak menemukan adanya Nathan Ryuu.     

"Dia sedang bertelepon di balkon sepertinya. Sejak tadi pagi dia sibuk mencari hunian sementara untuk kami." Reiko menjawab.     

"Ohh, benar juga, tak mungkin bayi kalian nanti tinggal di hotel, yah!" Nanik paham dengan cepat.     

"Benar, Budhe." Reiko mengangguk.     

"Suamimu sungguh perhatian padamu, Reiko. Kau harus bersyukur mendapatkan suami sebaik dia." Yovea tulus mengatakannya.     

"Iya, Kak Yovea, tentu saja. Hidupku diberkati surga dengan adanya Ryuu di sisiku." Reiko memang tidak henti-hentinya bersyukur pada surga atas hadiah terindah dalam hidupnya, yaitu Nathan Ryuu.     

"Ohh! Kalian ada di sini!" Nathan Ryuu selesai bertelepon di balkon kamar dan kembali masuk, menyapa Nanik dan keluarganya.     

"Ryuu, selamat atas kelahiran anakmu. Dia sangat tampan." Hendra berkata disertai kekehan kecil.     

"Tentu saja, dia memiliki gen itu dariku, ha ha ha!" Nathan Ryuu tanpa ragu menonjolkan dirinya.     

Hendra teringat ucapan Reiko tadi dan bertanya, "Ohh ya, Ryuu, kau sedang mencari hunian sementara?"     

"Benar." Nathan Ryuu mengangguk. Memang itulah yang sejak pagi tadi dia lakukan, meminta Itachi mencari mana hunian layak di kota ini. Meski Itachi di Jepang, dia yakin Itachi pasti bisa mencarikan.     

"Kebetulan salah satu rekan bisnisku adalah raja apartemen, coba nanti aku hubungi dia apakah masih ada apartemen besar yang masih tersedia. Berapa lama ingin menghuni nanti?" tanya Hendra, teringat akan salah satu rekannya.     

"Aku ingin mencoba satu bulan, karena kata dokter, bayi usia 1 bulan sudah boleh bepergian dengan berbagai akomoda." Nathan Ryuu berkata.     

Hendra kaget. "Ryuu, kau yakin? Hendak membawa bayimu pergi di usia sedini itu?"     

Nathan Ryuu sudah menyiapkan jawabannya. "Aku sudah berkonsultasi dengan dokter dan itu akan baik-baik saja."     

"Cobalah tidak terburu-buru, setidaknya tunggu usia anakmu sekitar 3 bulan. Lebih baik melakukan pencegahan daripada terjadi sesuatu, benar?" Nanik berkata dengan terjemahan dari putrinya.     

Nathan Ryuu terdiam.     

Apakah dia memang perlu mendengarkan saran dari Nanik sekeluarga?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.