Inevitable Fate [Indonesia]

Proses Persalinan Unik dan Aneh



Proses Persalinan Unik dan Aneh

0Nathan Ryuu tidak lagi menahan diri ketika dia murka pada keluarga Pak Zein. Dia ingin Stanley atau Lindsay dipenjara agar jera telah berencana dan berusaha mencelakai dia dan Reiko.     
0

Namun, Pak Zein segera menjatuhkan lutut untuk memohon pada Nathan Ryuu agar mengampuni putra dan cucunya.     

Reiko hendak menjangkau Pak Zein agar tidak perlu berlutut begitu di depan suaminya, namun mendadak saja dia berhenti bergerak dan mengerang sambil mencengkeram lengan suaminya, berkata dengan tatapan tak berdaya pada Nathan Ryuu, "R-Ryuu … air ketubanku … sepertinya pecah …."     

Nathan Ryuu mencelos seketika mendengar itu, terlebih ketika dia melihat lantai di bawah kaki istrinya sudah basah oleh genangan air.     

Staf rumah sakit bergegas keluar mencari kursi roda untuk dipakai Reiko menuju ke ruang bersalin.     

Dengan keras kepalanya, Nathan Ryuu menolak dibawa ke klinik untuk diobati lengannya. "Aku HARUS bersama istriku! Apapun yang terjadi, aku harus mendampingi dia melahirkan anakku. Aku harus melihat anakku lahir dengan mata kepalaku sendiri!"     

"Ryuu … ergghh … Ryuu … jangan—"     

"Aku harus bersamamu, atau aku beli rumah sakit ini kalau mereka berani menolak apa yang aku inginkan!"     

Tak berapa lama, Reiko sudah berbaring di ranjang ruang bersalin dengan Nathan Ryuu duduk di sampingnya sembari ada perawat menjahit luka tusuk dia disertai adanya anestesi lokal sehingga dia masih bisa tetap mendampingi sang istri.     

Nathan Ryuu terlalu keras kepala menolak dibawa ke klinik dan memerintahkan anak buahnya untuk menghubungi Itachi agar menyiapkan berkas pembelian rumah sakit kalau memang perlu.     

Manajer rumah sakit sepertinya gentar dengan ancaman Nathan Ryuu. Rumah sakit ini akan dibeli dan setelah itu, dia akan dipecat. Mana mungkin dia tidak gentar. Apalagi setelah mengetahui siapa sebenarnya Nathan Ryuu yang bisa berucap sebesar itu.     

Maka, daripada menerima amarah dari pemilik SortBank, lebih baik manajer mengabulkan permintaan Nathan Ryuu. Toh lelaki itu hanya ingin diperkenankan ikut masuk ke ruang persalinan istrinya sembari dia diberi perawatan pada lengannya.     

Terjadilah apa yang memang diinginkan terjadi.     

Reiko mengerang di ranjang sedangkan Nathan Ryuu menggenggam tangan Reiko sambil menguatkan dengan kata-kata, sedangkan perawat ada di sampingnya mengobati lukanya.     

Sungguh, ini merupakan pengalaman sangat unik dan aneh dari perawat yang menyaksikan adegan itu. Namun, mereka terharu dengan keteguhan Nathan Ryuu yang bersikeras ingin mendampingi istrinya melahirkan.     

Sementara itu, di ruangan VIP tempat Stanley berada, lelaki itu terus menangis disaksikan ayah dan kakak perempuannya.     

"Aku menyesal, Papi, aku menyesal. Aku sungguh takut, Papi. Bagaimana ini? Bagaimana nasib Lindsay?" Stanley sudah tidak berdaya.     

Sebanyak apapun kemarahan dan kebencian Stanley pada Nathan Ryuu, dia sadar bahwa dia tidak akan memiliki satupun kesempatan untuk melakukan sesuatu pada Onodera muda itu.     

Dia sudah ditunjukkan seperti apa ketika Nathan Ryuu sudah murka dan seperti apa ujung dari tindakan tolol Lindsay tadi.     

"Sudah, sudah, jangan begitu. Nanti Papi akan mencoba memohon lagi ke dia. Papi akan berbicara juga pada Reiko, pasti Reiko bisa melunakkan hati suaminya." Pak Zein menepuk-nepuk bahu putranya.     

Nanik diam tidak memiliki kalimat apapun untuk disampaikan. Dia juga masih syok dan tidak mengira bahwa Nathan Ryuu bisa seperti itu jika sedang marah.     

Untung saja dia tidak pernah bermasalah dengan lelaki Jepang itu. Sungguh menakutkan langkah-langkah Nathan Ryuu dalam memukul orang menggunakan data dan bukti.     

Apalagi tadi pukulan Nathan Ryuu pada Lindsay pun tidak kalah mengerikan dengan pukulan bukti apapun dari lelaki itu.     

Nanik sudah menetapkan di hatinya bahwa dia dan keluarganya TIDAK boleh berseteru apapun dengan Nathan Ryuu atau Reiko.     

Sedangkan di ruang bersalin, Reiko masih berjuang melahirkan anak pertama dia dan Nathan Ryuu.     

Benar, ini memang merupakan anak pertama pula bagi Nathan Ryuu. Dulu ketika menikah dengan Ruby, Nathan Ryuu tidak berhasil membuat Ruby hamil dan juga umur pernikahan mereka yang terbilang singkat pula.     

Tak heran jika Nathan Ryuu sangat bersemangat dengan kelahiran anaknya ini dan akan melakukan apapun agar dia bisa menyaksikan sendiri seperti impiannya.     

Lagipula, Reiko bersikeras ingin melahirkan secara normal saja, tak ingin dioperasi. Dia ingin seperti ibunya, ingin berjuang dan merasakan rasanya memperjuangkan anak sampai hidup dan mati. Akan memiliki kebanggaan mengenai itu yang bisa diceritakan pada anak cucunya kelak.     

"Nyonya, bertahanlah dan tunggu sampai pembukaan 10." Dokter terus memberi semangat.     

"Ayo, sayank, kau pasti bisa bertahan dan tabah." Nathan Ryuu juga tak pernah berjeda menyerukan kalimat penyemangat untuk sang istri. "Kita sebentar lagi akan melihat anak kita, ya kan?"     

"Ryuu! Errghh! Sakit!" Reiko mengerang ketika punggungnya seperti dibelah, sakit bukan kepalang.     

"Ini sudah bukaan 8, Nyonya, pertahankan, jangan sampai mundur lagi." Dokter terus mengamati dengan seksama perkembangan Reiko di selatan sana.     

Mengabaikan lengannya dijahit perawat, Nathan Ryuu lebih fokus pada Reiko di sisinya. Dia genggam sambil bawa tangan istrinya untuk dia kecup terus.     

Setelah acara menjahit selesai, lengan itu lekas dibalut perawat. Dengan begitu, kini Nathan Ryuu bisa lebih leluasa bangun dan memeluk istrinya.     

"Ryuu! Ryuu! Errghh! Ryuu!" Reiko mulai menangis dan keringatnya bercucuran deras di seluruh bagian tubuhnya.     

"Mana yang sakit, sayank? Mana?" tanya Nathan Ryuu dengan suara lembut.     

"Punggung, pinggang belakang …." Reiko sambil merintih.     

"Kalau sudah sangat sakit, lebih baik operasi atau pakai alat saja biar cepat, yah!" Nathan Ryuu tak tahan jika harus melihat istrinya kesakitan begini.     

Baginya, lebih baik mengorbankan apapun juga asalkan jangan Reiko. Termasuk anak!     

"Tidak! Tidak mau! Begini saja!" Reiko bersikeras.     

"Ini sudah hampir bukaan 9, Tuan, sudah tidak bisa mengganti dengan operasi, terlalu berisiko." Dokter menyahuti Nathan Ryuu.     

Maka, Reiko diminta untuk berbaring miring sambil Nathan Ryuu mengusap-usap pinggang belakang istrinya untuk membantu menyamankan di sana.     

Reiko masih merintih, tapi dia secara alami merasakan bahagia atas kesediaan sang suami melakukan usapan di tubuh belakangnya sehingga bisa mengurangi rasa sakit yang mendera di sana.     

Setelah beberapa menit diusap dan dipijat lembut Nathan Ryuu, Reiko mulai mendapatkan pembukaan 10 jalan lahir bayinya.     

"Ayo, Nyonya, saatnya Anda mengejan," ucap Dokter.     

Maka, Reiko kembali telentang dan membuka kakinya sambil mulai mengejan. "Rrrkkhhh! Hrrkkhhh!" Dia mengejan dengan mengikuti aba-aba dari dokter.     

"Ya, terus, Nyonya, ini sudah mulai terlihat sedikit puncak kepala anak Anda!" Dokter tidak mengalihkan pandangan dari jalan lahir milik Reiko.     

"Kau dengar itu, sayank? Anak kita begitu pintar dan tidak mau berlama-lama di dalam, dia ingin lekas menemui kita. Ayo, berjuang, sayank. Aku yakin kau bisa." Nathan Ryuu tidak henti memberikan semangat.     

Reiko mengangguk cepat dan meneruskan ejannya.     

"Ya, Nyonya, ini sudah terlihat ubun-ubunnya, teruskan, Nyonya." Dokter berseru.     

Karena menggunakan bahasa Inggris, maka Nathan Ryuu memahami ucapan sang dokter dan dia berganti posisi di sebelah dokter hanya ingin menyaksikan proses kelahiran anaknya dengan lebih detil.     

"Sedikit lagi, Nyonya! Sedikit lagi kepalanya bisa keluar!"     

"Ayo, sayank, dia sudah mulai terlihat! Dia luar biasa, sayank! Anak kita ingin menemui kita! Bantu dia, sayank!"     

Reiko rasanya ingin menyerah, tapi dia tahu, inilah waktu paling krusial. Dia mengejan kuat-kuat sampai mukanya merah padam dengan geraham saling menggigit dan meraung keras. "Errrggkkkhhhhhh!"     

"Lahir!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.