Inevitable Fate [Indonesia]

Murkanya Orang Sabar dan Ramah



Murkanya Orang Sabar dan Ramah

0Reiko dan Nathan Ryuu sudah tiba di rumah sakit dan ada Pak Zein, Nanik, serta Lindsay menunggui Stanley yang baru saja tersadar setelah mendapatkan operasi pada malam sebelumnya.     
0

Melihat Reiko, mendadak saja Lindsay gelap mata dan menyambar pisau buah, lalu berlari menerjang ke Reiko. "Mati saja kau, biang masalah!"     

Alangkah terkejutnya Reiko dan semua orang di sana melihat tindakan Lindsay, tapi mereka terlalu terlambat mencegah Lindsay.     

Namun tidak demikian dengan Nathan Ryuu yang berada di sebelah Reiko.     

Jlebb!     

Ada ujung pisau yang menusuk daging, itu adalah tangan Nathan Ryuu ketika dia menghalau pisau yang hendak ditusukkan Lindsay pada istrinya.     

Lindsay terkejut bukan main melihat siapa yang menerima tusukan pisau di tangan dia. Gemetar, Lindsay menjatuhkan pisau itu. Dia pucat seketika melihat kilat mengerikan di mata Nathan Ryuu seakan melihat malaikat maut sudah ada di depannya.     

Plakk!     

Dengan sekuat tenaga, Nathan Ryuu memukul wajah Lindsay hingga wanita itu terpelanting ke lantai dengan hidung berdarah dan mungkin patah di sana, Nathan Ryuu tak peduli.     

Matanya melotot ke Lindsay, penuh dengan amarah menggunung. "Hanya dalam mimpimu kau bisa menyakiti istriku!"     

"Ryuu! Sudah! Sudah!" Reiko memegangi suaminya yang sepertinya sudah dikuasai amarah. Dia mendadak saja takut pada suaminya yang bersikap sungguh tidak biasa.     

Memang, marahnya orang sabar yang biasa tersenyum dan ramah itu sungguh mengerikan serta berbahaya. Ini terjadi pada Nathan Ryuu.     

Nanik dan Pak Zein segera menghampiri Lindsay yang menangis kesakitan di lantai dengan hidung masih terus mengeluarkan darah.     

"Masuk!" teriak Nathan Ryuu pada alat komunikasi di telinganya usai dia sentuh.     

Dalam sekian detik, sudah masuk anak buah Nathan Ryuu dan mereka diperintahkan meringkus Lindsay.     

Stanley yang menyaksikan kejadian tadi, hanya bisa mengiba dengan suara lirih, "Tolong, tolong jangan apa-apakan putriku, maafkan dia, tolong maafkan dia. Aku yakin dia hanya emosi sesaat."     

Nathan Ryuu menatap Stanley di ranjangnya dengan wajah masih beraroma murka, dia berkata, "Ya, aku akan membunuh putrimu dan kukatakan saja bahwa aku hanya emosi sesaat, bagaimana?!"     

Tak hanya Stanley, tapi semua yang di ruangan itu mendadak seperti ditiup angin kutub selatan dan membuat tengkuk mereka menggigil. Ternyata seperti ini murkanya seorang Nathan Ryuu.     

"Aku ingin ini sampai pengadilan, apapun alasannya!" Nathan Ryuu tidak peduli. "Mana staf rumah sakit? Apakah di sini ada kamera CCTV? Ini harus diperkarakan dengan tegas! Aku dan istriku mendapatkan penyerangan di tempat ini! Sungguh tempat yang tidak aman! Kalau mereka masih tidak ingin memberatkan perempuan racun satu ini, aku akan beli rumah sakit ini dan pecat mereka semua!" Suara menggelegar Nathan Ryuu menakutkan semua di ruangan itu ketika dia berkata tegas penuh emosi sambil menunjuk ke Lindsay yang sudah dipegangi 2 anak buahnya.     

"Ryuu! Sudah, sudah! Jangan begini! Aku tak suka kau begini, Ryuu, tolonglah …." Reiko sampai menangis saking takutnya dengan Nathan Ryuu yang ini. Di matanya, sang suami saat ini sangat menakutkan bila benar-benar marah.     

"Rei, aku sudah cukup lama bersabar dengan keluarga ibumu, tapi mereka masih terus menguji diriku. Apakah mereka baru akan berhenti ketika sudah dimasukkan ke tanah?" Nathan Ryuu sengaja mengatakan itu dalam bahasa Inggris agar dipahami semua orang di ruangan.     

"Ampuni aku … ampuni aku … tolong ampuni aku …." Kini, Lindsay sudah berlutut di depan Nathan Ryuu dan Reiko. Dia menangis antara kesakitan dan takut dipenjara.     

"Kau bisa pilih! Orang tuamu yang masuk penjara atau kau!" tegas Nathan Ryuu sembari melotot kejam ke Lindsay. Tidak selamanya orang ramah akan tetap tersenyum ketika pasangan tercintanya hendak dicelakai.     

"Aku saja!" Stanley berkata.     

"Tidak, Pa! Biar aku saja! Hiks!" Lindsay lebih tak tega jika ayahnya yang baru saja dirawat karena luka tikam ibunya, harus merasakan penjara.     

Tak berapa lama, 2 satpam dengan 2 staf rumah sakit sudah masuk ke ruangan VIP itu karena laporan dari anak buah Nathan Ryuu akan adanya insiden berdarah di ruangan itu.     

Ketika 4 orang itu masuk, mereka melihat adanya Lindsay yang berlutut sambil menangis dan hidungnya berdarah. Sementara itu, ada lelaki jangkung atletis dengan salah satu tangannya meneteskan darah yang mengalir sampai ujung jarinya.     

"Tuan dan Nyonya, ada apa ini?" tanya salah satu satpam.     

"Mereka ingin mencelakai saya dan istri saya. Apakah tempat ini tidak aman?" Nathan Ryuu berkata pada 4 orang itu.     

Staf yang paham bahasa Inggris, segera menyahut, "Tuan, tolong sabar dan jelaskan ada apa ini."     

"Saya tidak mau tahu, mereka semua saksinya, bahwa saya dan istri saya mendapatkan penyerangan fisik berbahaya menggunakan benda tajam di tempat ini!" Nathan Ryuu menuding Pak Zein, Nanik, Stanley, dan juga Lindsay.     

Staf lainnya menghubungi manajer rumah sakit. Ini sudah tidak bisa dikatakan sebagai insiden ringan. Ini berkaitan dengan nama baik rumah sakit.     

Terlebih, mereka bisa melihat dari penampilan Nathan Ryuu yang tampak seperti orang kaya. Lihat saja jas buatan tangan yang sangat rapi dan pastinya sangat mahal.     

Oleh karena itu, manajer rumah sakit harus lekas dipanggil untuk mengatasi perkara ini.     

"Tolong tenang, Tuan. Kami masih memanggil manajer rumah sakit untuk datang kemari." Staf tadi ingin menenangkan Nathan Ryuu yang sepertinya sedang diliputi emosi.     

Yah, mendapatkan penyerangan dengan senjata tajam, kalau staf itu berada di posisi Nathan Ryuu, dia pasti juga akan emosi luar biasa dan ingin mencincang pelakunya.     

Tapi, sebagai staf, dia tak boleh mencampurkan perasaan ke dalam pekerjaannya. Dia melirik ke tangan Nathan Ryuu dan berkata, "Tuan, bagaimana bila Anda mengobati dulu lengan Anda yang sepertinya berdarah."     

Nathan Ryuu mengangkat lengannya dan hanya mendapati darah mengalir di punggung tangan. Itu karena warna jasnya adalah biru tua, makanya tidak begitu terlihat adanya darah di sana.     

"Ryuu! Kau … darahmu banyak!" Reiko memekik kaget, tidak menyangka suaminya akan berdarah sebanyak itu.     

"Ini bukan apa-apa, sayank. Yang penting kau selamat." Nathan Ryuu mulai tersenyum ketika bicara dengan istrinya.     

Nathan Ryuu bersikeras belum ingin diobati jika manajer rumah sakit belum datang. Dia juga tidak mengijinkan Lindsay mendapatkan pengobatan.     

Kemudian, saat manajer rumah sakit datang dengan napas tersengal seperti usai berlari, Beliau segera menanyakan apa yang terjadi.     

Nathan Ryuu mengatakan seperti yang dia sampaikan tadi ke staf rumah sakit. "Aku ingin menuntut perempuan itu! Kuharap aku tak perlu menuntut kalian karena tempat kalian tidak aman. Kuharap kalian ikut menuntut perempuan itu karena menyalahgunakan properti kalian untuk mencelakai orang lain!"     

"Jangan! Jangan penjarakan anakku! Aku saja!" Stanley berusaha bangun, tapi rubuh lagi karena tubuhnya masih sakit di mana-mana.     

"Aku saja, Pa! Aku yang berbuat!" Lindsay menjerit disela isakan tangisnya.     

"Tolong ampuni mereka semua, Cucu Mantu." Pak Zein mendadak saja berlutut meski susah payah.     

"Papi!" Nanik bergegas menopang ayahnya yang sudah menjatuhkan lutut ke lantai.     

"Kakek!" Reiko ikut maju, hendak menjangkau Pak Zein, namun mendadak saja dia mengerang. "R-Ryuu … air ketubanku … sepertinya pecah …." Dia menatap tak berdaya ke suaminya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.