Inevitable Fate [Indonesia]

Dua Rubah Tua Saling Cakar



Dua Rubah Tua Saling Cakar

0Nathan Ryuu mengambil napas dalam-dalam sebelum dia memanggil anak buah lainnya. "Bawa kemari flashdisk-nya!"     
0

Salah satu anak buah maju dan memberikan benda yang diminta, kemudian Nathan Ryuu menyuruhnya menancapkannya ke televisi. Kejutan macam apalagi yang disajikan Nathan Ryuu kali ini?     

Ketika layar televisi menampilkan gambar, mata semua orang di sana membelalak tak percaya.     

Stanley menatap ke istrinya dengan tatapan gahar. "Kau! Kau jalang tua!"     

"A-Aku … aku … ini fitnah! Ini fitnah!" Marlyn kelabakan.     

"Fitnah apanya! Apa kau ingin menuduhku rabun setelah kau tertangkap kamera lorong hotel, masuk ke kamar hotel dengan lelaki muda! Apa yang kau lakukan di dalam kamar itu, jalang!" Stanley memaki istrinya.     

"Apakah kau sebagai suami tidak pernah mengerti apa saja yang dilakukan istrimu di luar rumah?" Nathan Ryuu sudah mengganti sosoknya menjadi iblis mengerikan di depan keluarga Zein.     

Dia siap menguliti siapapun tanpa ampun jika orang itu berani mengusik dia atau Reiko.     

Stanley menatap geram ke Nathan Ryuu. "Tutup mulutmu! Seperti kau tahu saja tingkah istrimu!"     

"Tentu saja aku mengetahui semua tindakannya. Apapun kegiatannya selalu terpantau olehku." Nathan Ryuu menyeringai ke Stanley. Meski di lubuk hati kecilnya, dia teringat akan keteledoran fatal dia mengenai Reiko dan mendiang Shingo. Itu adalah luka terburuk dia selama pernikahannya dengan Reiko. Dia menyalahkan dirinya sendiri atas insiden itu karena kurang baik mengawasi dan melindungi sang istri sehingga orang lain bisa mengambil keuntungan dari Reiko.     

Stanley menarik napas panjang. "Apa maksudmu membuka aib istriku di depan keluargaku begini? Apakah ini karaktermu?" Mata Stanley memicing.     

Dia malu luar biasa karena di depan ayah dan saudaranya, istri yang selalu dia bela ternyata masuk kamar hotel bersama pemuda entah siapa.     

Meski begitu, Stanley tidak ingin sepenuhnya dipermalukan. Bagaimanapun, Marlyn adalah pilihannya. Maka, ketika pilihannya ternyata cacat bernoda, Stanley hanya perlu memberikan pembelaan sekuatnya.     

Kalau dia terus marah, dia akan makin malu karena pilihannya ternyata cacat moral.     

"Kau menanyakan maksudku?" Nathan Ryuu tersenyum sebelum melanjutkan bicara, "Aku bermaksud baik dengan membuka matamu lebar-lebar agar kau tidak lagi terus menghamburkan uang perusahaanmu untuk memenuhi hasrat terlarang istrimu dengan memakai kedok arisan. Benar, bukan? Istilahnya arisan di sini?"     

Marlyn menutup mulutnya dengan mata terbelalak. Apakah hal semacam itupun diketahui Nathan Ryuu? Kenapa dia harus mencari perkara dengan lelaki Jepang satu ini?!     

"Kenapa kau membawa-bawa mengenai arisan yang dilakukan istriku?" tantang Stanley dengan mata memicing penuh akan curiga.     

Nathan Ryuu beralih ke Marlyn, masih menggunakan bahasa Inggris, dia bertanya ke istri Stanley, "Apakah aku yang akan membukanya atau kau sendiri yang jujur menceritakannya pada suami dan keluargamu di sini?"     

Marlyn tersedak air liurnya sendiri sampai terbatuk beberapa kali. "A-Aku … aku … Stan … Papi … tolong aku … tolong jangan salah paham denganku. Ini semua tidak seperti yang kalian bayangkan." Sambil kepalanya menggeleng-geleng pelan, memohon permakluman dari suami dan mertuanya.     

Karena sepertinya Marlyn tidak segera mengambil pilihan yang diberikan Nathan Ryuu, maka pria Onodera itu menekan tombol lain di remote dan segera saja televisi besar di depan semua orang mulai menayangkan keadaan ruangan tempat arisan yang diikuti Marlyn.     

"Wah! Pemenangnya jeng Marlyn!"     

"Selamat, yah Jeng!"     

"Wow! Pasti memilih yang paling kekar, nih! Kesukaan jeng Marlyn!"     

Teman-teman Marlyn bersorak di rekaman itu. Lalu terlihat Marlyn tertawa senang di sana.     

Marlyn menatap penuh horor layar di depannya. "Tidak! Jangan! Jangan!" Dia mencoba berontak untuk melesat ke depan televisi dan mematikannya kalau beruntung.     

"Pegangi dia!" perintah Nathan Ryuu.     

Anak buahnya mengangguk tegas dan memegangi bahu Marlyn sehingga wanita paruh baya itu tidak bisa berkutik di kursinya.     

Kini, layar televisi sudah menampilkan bagaimana seronoknya Marlyn saat menggoda pemuda di tempat arisan itu. Bahkan dia minta digendong ke sebuah kamar yang disediakan.     

"Cukup!" Pak Zein mengetukkan tongkatnya ke lantai kuat-kuat sambil suara serak tuanya keluar, mengakibatkan orang-orang di ruangan itu menoleh ke Beliau. "Hentikan membuka aib orang seperti itu!" Ia berkata ke Nathan Ryuu menggunakan bahasa Inggris sambil menatap tajam ke lelaki Onodera. "Itu hal tercela!"     

"Tuan Zein, saya tidak sedang membuka aib, melainkan menyadarkan pihak-pihak terkait akan kesalahan seseorang agar kalian tidak terlalu lama diperdaya."     

"Cukup! Aku tahu yang harus kuperbuat pada keluargaku! Tidak butuh pengaturan darimu!" Pak Zein lurus mengarahkan pandangannya ke suami Reiko.     

Reiko merasa tidak tenang karena kakek dan suaminya justru tegang begitu.     

Tapi, Marlyn sudah berteriak lebih dulu. Dia mengira ayah mertuanya sedang memberikan pembelaan padanya. Maka dari itu, dia tidak membuang-buang kesempatan yang terbuka untuknya. "Papi! Dia orang Jepang jahat, Papi! Dia pasti ingin mengadu domba keluarga kita, dia ingin menghancurkan hubungan kita sebagai keluarga harmonis! Dia—"     

"Diam! Kau juga diam, wanita tercela!" Kali ini suara keras Pak Zein ditujukan kepada Marlyn. "Kamu sungguh mengecewakan! Kurang sayang apa aku dan Stanley padamu? Kurang setia dan memanjakan apa Stanley padamu!" Kepala Beliau sampai gemetar karena menahan murka yang sudah meluap ingin meledak.     

Di saat Marlyn ditegur keras oleh ayah mertuanya dengan membawa kesetiaan dan perjuangan Stanley sebagai suami patuh berbudi luhur, mendadak saja jari Nathan Ryuu menekan tombol next dan segera layar televisi menampilkan adegan lain.     

"Ohh, lihat! Sepertinya kita mengenal siapa lelaki itu!" seru Nathan Ryuu sambil menunjuk singkat ke arah layar televisi. "Wah, Stanley, tidak aku sangka kau ternyata memiliki kekasih semuda itu untuk kau simpan di salah satu apartemen bergengsi di kota ini." Nathan Ryuu seakan menambahkan bensin ke kobaran api. "Sepertinya dia malah jauh lebih muda daripada anak bungsumu, benar?"     

Saat semua orang menoleh ke televisi, mereka kembali membeku melihat adegan Stanley merangkul seorang gadis muda memasuki sebuah unit apartemen sambil berciuman tanpa peduli ada kamera CCTV di dekatnya.     

"Bajingan! Kau rupamya rubah tua! Kau berlagak suci dan menghujatku, tapi kau juga jalang tua!" Marlyn ganti meneriaki suaminya dengan suara melengking tinggi.     

Sumpah serapah meluncur deras begitu lancar dari mulut suami istri itu, saling tuding, saling maki, saling hujat, seakan mereka sebenarnya adalah musuh bebuyutan yang bertemu di medan laga.     

"Diam!" Kali ini Pak Zein memukulkan batang tongkatnya ke meja, memecahkan piring hidangan di sana.     

Bunyi riuh kacaunya pecahan piring dan gelas yang terpukul tongkat Pak Zein seakan mewakili perasaan Beliau.     

"Siapa sebenarnya kau? Kenapa kau melakukan ini ke keluargaku?" tanya Pak Zein.     

"Sepertinya aku sudah pernah mengatakan pada kalian semua agar tidak menyakiti istriku Reiko jika tidak ingin mendapatkan kepahitan dariku." Nathan Ryuu tersenyum. "Atau aku terlupa memperingatkan itu?"     

"Papi, dia … dia konglomerat besar di Jepang. Pemilik SortBank Group." Nanik berkata sambil membukakan website mengenai SortBank untuk ditunjukkan ke ayahnya.     

Muka Pak Zein mencelos tak percaya. Apalagi ketika dia melihat deretan angka pendapatan SortBank Group dalam satu tahun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.