Inevitable Fate [Indonesia]

Sudah Sejak Awal!



Sudah Sejak Awal!

0Nathan Ryuu memberikan tuduhan serius bahwa Stanley dan Marlyn melibatkan racun pada pertemuan dengan Reiko kali ini. "Bawa gelas dan piring bagian Reiko, isi dengan minuman atau makanan apapun di sana. Lalu, berikan ke dua orang itu."     
0

Mendengar perintah Nathan Ryuu pada anak buahnya, mendadak saja air muka Stanley dan Marlyn berubah. Mereka terlihat ketakutan. Sangat ketakutan.     

Marlyn bahkan berulang kali menggeleng dengan wajah penuh teror. "Tidak, jangan! Tidak usah! Aku tidak mau makan atau minum!"     

"Kenapa? Hanya sekedar satu teguk saja mana mungkin tidak sanggup? Lagipula, kalau memang di gelas ini tidak ada racun, tentunya kalian tidak perlu panik menolak begitu, benar?" Nathan Ryuu memulaskan senyum iblis dia ke 2 orang yang sedang panik ketakutan.     

"Kami … kami …." Stanley tidak berkutik sampai tak tahu harus mengeluarkan kalimat apa.     

"Kalau kalian memang tidak melibatkan racun pada pertemuan ini, tentunya kalian akan dengan berani meneguk minuman di gelas itu atau mungkin ingin mencicipi sesuatu dengan menggunakan piring yang seharusnya diperuntukkan untuk istriku, Reiko?" Ucapan Nathan Ryuu perlahan namun itu justru mirip seperti sembilu yang mengiris daging kedua orang jahat di depannya.     

Pak Zein menoleh ke putra keduanya dan berkata, "Stan, apa kau sungguh memberikan racun untuk Reiko?"     

Ada nada kecewa dan berharap juga pada suara Beliau. Kecewa jika benar putra kesayangan Beliau ternyata sungguh melakukan hal rendah tersebut. Dan Beliau juga berharap bahwa tuduhan itu keliru.     

Jika memang itu hanya tuduhan omong kosong belaka dari Nathan Ryuu, jangan ditanya apa yang akan Beliau lakukan pada Nathan Ryuu. Lelaki Jepang itu bisa habis segalanya! Itu ikrar Beliau.     

"P-Papi! Aku tidak! Aku tidak melakukan itu!" Stanley ketakutan sembari gemetar menjawab ayahnya. Wajah paniknya sungguh tercetak jelas.     

"Lalu, kenapa tidak minum atau makan untuk membuktikan kalian bersih dari tuduhanku?" Nathan Ryuu duduk santai di kursinya sambil menyandarkan dagunya pada salah satu tangannya dan senyum iblis tidak lenyap dari wajah.     

"Aku tidak lapar dan tidak haus!" Stanley memberikan alasan yang sekiranya sangat masuk di akal.     

Tapi, alasan itu dengan mudah dipatahkan oleh kecerdikan Nathan Ryuu dalam berbicara. "Hanya satu teguk tidak akan membuatmu kekenyangan. Ayolah …." Jangan remehkan bagaimana Nathan Ryuu menyingkirkan para pesaing bisnisnya.     

"Papi, jangan percaya dia! Dia itu Jepang sialan, sama seperti Daigo! Papi jangan sampai terjatuh dalam perangkapnya!" Tanpa diduga, Stanley masih sempat mengejek kebangsaan Nathan Ryuu bagai orang rasis yang memiliki xenophobia saja.     

Sungguh memalukan sekali jika di era modern semacam ini masih ada rasisme apalagi xenophobia di saat dunia sudah memberlakukan perdagangan bebas.     

Nathan Ryuu meminta Reiko untuk menerjemahkan ucapan Stanley barusan, dan dia mengepalkan tangannya dengan geram meski masih bisa menahan diri. "Pelayan! Bawakan rekaman itu dan putar di sini!"     

"Baik, Tuan." Pelayan paham apa yang diinginkan majikan barunya dan bergegas keluar mengambilnya.     

Tak berapa lama kemudian, sudah ada televisi layar lebar dan di sana menayangkan adegan Marlyn ditemani Stanley mendatangi bagian dapur untuk memberikan sesuatu pada kepala chef. Setelah itu, mereka juga menyerahkan segepok uang dalam amplop cokelat.     

"Nah, apakah menurut kalian, rekaman seperti tadi bisa kubawa ke pengadilan?" Nathan Ryuu bertanya sambil tersenyum menyeringai.     

"Jangan!" Pak Zein berseru tegas. Beliau menatap ke Stanley, "Kenapa kau melakukan itu, Stan? Kenapa?"     

"Pa-Papi! Aku … aku tidak melakukannya! Aku hanya menyerahkan daftar menu makanan yang aku dan Marlyn ingin dihidangkan pada kepala chef tadi pagi! Benar-benar tidak ada apapun di sana! Hanya daftar menu!" Stanley masih berusaha meyakinkan dirinya tidak bersalah pada sang ayah meski bukti rekaman sudah sangat jelas.     

"Kepala chef bisa bersaksi untuk hal ini." Nathan Ryuu menimpali.     

"Kau pasti membayar dia untuk memberatkan aku!" Mata Stanley terarah penuh kebencian pada Nathan Ryuu.     

"Baiklah, aku akan buktikan dengan cara lain. Akira!" Nathan Ryuu memanggil salah satu anak buahnya.     

Orang bernama Akira segera mendekat dan membungkuk ojigi ke Nathan Ryuu. "Tuan!"     

"Bawa toksikolog ke sini, bawa yang paling hebat di negara ini, aku bisa bayar berapapun dia ingin. Minta toksikolog itu untuk memeriksa gelas dan piring Reiko tadi." Nathan Ryuu sepertinya tidak main-main.     

Mendengar itu, Stanley berteriak, "Baiklah! Baiklah! Aku mengaku! Aku mengaku! Aku memang sedikit meminta tolong pada chef untuk memoles racun pada piring dan gelas Reiko!"     

Semua orang di sana memekik kaget, termasuk Reiko dan Marlyn. Sungguh sebuah pengakuan yang sangat bulat dan terang! Pak Zein pun menampakkan keterkejutan Beliau.     

Sementara, hanya Nathan Ryuu yang masih bersikap tenang. Tentu saja, dia sudah sejak awal memprediksi semua langkah kejam Stanley dan Marlyn.     

"Sudah kalian rekam?" tanya Nathan Ryuu pada salah satu anak buahnya.     

"Sudah, Tuan. Semuanya sudah direkam sejak awal pertemuan." Anak buah itu menganggukkan kepala ke bos mereka.     

"Sejak awal!" Marlyn terkesiap. Jadi … dari awal mula mereka masuk ke ruangan ini, mereka sudah masuk ke jeratan Nathan Ryuu? Kenapa ini justru ironis? Mereka yang seharusnya menjebak Reiko, mengapa malah sebaliknya? Kenapa mereka yang pada akhirnya dipecundangi?     

Senyum tampan Nathan Ryuu justru terlihat menakutkan bagi Stanley dan Marlyn. "Karena istriku sudah menandatangani perjanjian dengan kalian, maka aku minta kalian melakukan hal sama, silahkan tanda tangani kertas dariku agar impas."     

Kertas perjanjian dari Nathan Ryuu sempat terlupakan dan kini lelaki Onodera kembali memunculkannya.     

"Kertas apa itu?" Pak Zein bertanya ke Stanley.     

"Itu … itu perjanjian agar aku tidak mengganggu Reiko dan keluarganya." Stanley menjawab lesu.     

"Tentu saja suamiku akan menandatangani itu, tapi sebagai gantinya, kau tidak boleh melaporkan kami ke polisi atau membawa kami ke pengadilan!" Marlyn sebagai otak dari kejahatan selama ini tidak ingin pasrah begitu saja. Dasar Stanley tolol, kenapa putus asa begitu saja! Marlyn mengumpat suaminya di benak.     

Nathan Ryuu diam sejenak dan melirik ke istri di sebelahnya. "Sayank, bagaimana menurutmu?"     

"Ryuu, ampuni saja mereka. Tak perlu bawa ini sampai ke pengadilan. Aku kira mereka sudah mengerti kesalahan mereka." Reiko membalas tatapan suaminya.     

"Kalian dengar? Istriku begitu menyayangi keluarga ini sampai-sampai dia meminta padaku untuk tidak perlu membawa ini ke pengadilan! Apakah kalian masih buta dan menolak istriku menjadi bagian dari kalian?" Nathan Ryuu sedikit meluapkan emosi melalui nada suaranya yang sedikit tinggi.     

"Ryuu …." Reiko menyentuh lengan suaminya sambil gelengkan kepala.     

Nathan Ryuu mengambil napas dalam-dalam sebelum dia memanggil anak buah lainnya. "Bawa kemari flashdisk-nya!"     

Salah satu anak buah maju dan memberikan benda yang diminta, kemudian Nathan Ryuu menyuruhnya menancapkannya ke televisi. Kejutan macam apalagi yang disajikan Nathan Ryuu kali ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.