Inevitable Fate [Indonesia]

Mendengar Penjelasan Dokter Miyabu



Mendengar Penjelasan Dokter Miyabu

0Kemudian, Nanik menyampaikan, "Reiko, saat ini, nenek kamu sakit keras. Apakah bisa kamu datang ke Indonesia menjenguk nenek? Siapa tahu Beliau bisa tersadar dan sembuh. Apalagi, dulu Beliau sering jatuh sakit setiap teringat ibumu."     
0

Nathan Ryuu dan Reiko sama-sama terkejut meski yang kentara hanya respon Reiko.     

Reiko diminta ke Indonesia!     

"Tidak bisa." Nathan Ryuu segera memberikan jawaban. "Dia masih hamil besar, hampir 8 bulan, akan sangat berbahaya untuk dia dan janinnya bila bepergian jauh." Onodera memberikan kalimat tegas sesuai dengan logika.     

Ya, ibu hamil dengan perut sebesar Reiko saat ini, mana nyaman pergi jauh, apalagi keluar negeri! terlebih, sangat tidak baik jika menggunakan pesawat terbang.     

Ada banyak faktor yang akan sangat buruk untuk ibu hamil di trimester awal dan akhir menggunakan moda pesawat terbang.     

Mungkin jika Nanik meminta ini saat usia kandungan Reiko di trimester tengah, Nathan Ryuu masih bisa mempertimbangkannya. Namun ini sudah di trimester terakhir, sudah hampir melahirkan!     

Nathan Ryuu tidak ingin ada risiko apapun terjadi ke istrinya. Dia tak mau anaknya lahir premature hanya karena permintaan saudara yang mendadak datang tanpa pernah berkabar sebelumnya.     

Bagaimana mungkin Nathan Ryuu menuruti orang seperti Nanik? Ke mana mereka ketika Reiko sedang berjuang hidup? Di mana keluarga di Indonesia saat Reiko menjadi yatim piatu?     

Nanik mendapatkan kalimat penolakan tegas dari Nathan Ryuu, membuatnya jadi canggung. "I-Iya, sih … memang aku sangat keterlaluan meminta begini ke Reiko yang sedang hamil besar. Maafkan aku, maafkan kelancanganku ini, yah!"     

Yovea menyampaikan apa yang dikatakan ibunya ke Nathan Ryuu dan Reiko. Malah, Reiko yang merasa tak enak hati mendengar ucapan itu.     

Kemudian, tak sampai setengah jam dari Nanik mengungkapkan keinginannya agar Reiko datang ke Indonesia, ibu dan anak putrinya itu pamit pergi dari villa untuk kembali ke hotel.     

Setelah kepergian Nanik dan Yovea, Reiko berkata pada suaminya, "Ryuu, kasihan nenek."     

Muncul helaan napas dari Nathan Ryuu dan kemudian dia menyahut, "Sayank, kasihan sih boleh saja, tapi tetap gunakan logika dan akal sehat, yah … karena kamu tidak hanya menanggung dirimu saja saat ini melainkan juga anak kita."     

Reiko terdiam dan mengangguk meski wajahnya terlihat muram. Dia sangat merasa iba dalam hatinya ketika mengetahui kondisi neneknya yang kerap sakit-sakitan karena teringat akan ibunya.     

.     

.     

Malam hari di tempat tidur ….     

"Ryuu … sepertinya kakek memang sosok orang yang keras sampai-sampai nenek dan yang lainnya tidak berani mengunjungiku di Jepang." Tampaknya Reiko masih ingin menjajal keberuntungannya membujuk sang suami.     

"Nah, kalau begitu, lupakan saja ke sana jika kau hanya akan bertemu orang keras itu." Nathan Ryuu tidak kehilangan cara dalam memberikan menjawab.     

Reiko diam sejenak. "Memangnya kenapa kalau aku naik pesawat terbang dalam kondisi hamil besar begini, Ryuu?"     

"Besok kita undang dokter Miyabu ke sini untuk menjelaskan kepada kita." Nathan Ryuu tidak ingin banyak berdebat dengan istrinya. "Nah, bagaimana kalau aku pijat kakimu sekarang, Nyonya Onodera. Pasti kakimu lelah seharian beraktivitas, kan?"     

Reiko tersenyum mendengar tawaran suaminya. "Ryuu, kau memang pria dan suami terbaik. Aku harap kau juga ayah terbaik."     

"Kita lihat saja nanti." Nathan Ryuu tersenyum sambil mulai memposisikan dirinya di dekat kaki sang istri, lalu mengambil botol minyak urut beraroma lavender yang tinggal sedikit yang ditaruh di atas meja nakas, menandakan lelaki Onodera ini kerap memijat istrinya.     

-0—00—0-     

Esok pagi setelah makan pagi dan minum susu hamil, Reiko siap menunggu dokter kandungannya, seorang dokter perempuan bernama Yamanaka Miyabu.     

"Tuan, Nyonya, dokter Miyabu sudah datang." Maid memberitahukan kedatangan dokter yang memang sudah dihubungi Nathan Ryuu sejak semalam.     

Setelah saling menyapa dengan ramah, 3 orang itu sudah duduk di ruang tengah seusai memeriksa Reiko di kamar khusus yang memiliki alat USG.     

"Dokter, istriku ingin tahu, apakah aman bagi ibu hamil trimester akhir begini naik pesawat?" Nathan Ryuu mewakili Reiko untuk bertanya.     

"Ohh! Apakah kalian hendak bepergian jauh sehingga harus menggunakan moda pesawat?" Dokter Miyabu bertanya dengan 2 alisnya terangkat tinggi.     

"Kami belum memutuskannya karena kami ingin pendapat dokter terlebih dahulu." Nathan Ryuu menimpali.     

"Hm, baiklah, akan saya jelaskan mengenai itu." Dokter Miyabu mengangguk. "Bagi ibu hamil, terutama di trimester pertama dan ketiga, sangat tidak dianjurkan naik pesawat."     

"Kenapa begitu, Dokter?" Kini Reiko bersuara.     

"Karena bepergian jauh ketika Anda di trimester pertama, Anda bisa mengalami morning sickness lebih parah, dan bisa terjadi keguguran pada kondisi tertentu. Sedangkan di trimester ketiga seperti Anda saat ini, akan sangat melelahkan dan juga tidak nyaman. Bisa saja terjadi kontraksi ketika lepas landas dan itu bisa mengakibatkan kelahiran tiba-tiba," jelas dokter Miyabu.     

"Ohh …." Reiko menyahut lirih sembari terus mendengarkan dengan seksama apa saja yang disampaikan dokter. Bagaimanapun, dia harus tahu dengan jelas semuanya mengenai hal ini.     

Dokter Miyabu melanjutkan, "Sebenarnya, bepergian naik pesawat tidak membahayakan janin, selama memang ibu hamil tidak memiliki masalah ataupun kompliasi kehamilan yang serius. Hanya, saya tidak menganjurkan itu. Terlalu berisiko."     

"Risiko macam apa saja yang sekiranya bisa terjadi, Dok?" Nathan Ryuu bertanya.     

Tatapan dokter Miyabu beralih ke Nathan Ryuu dan menjawab, "Risiko seperti … penggumpalan darah pada vena dan varises, kemudian … paparan radiasi atmosfer pada ketinggian tertentu. Selain itu, oksigen dalam darah juga bisa menurun akibat tekanan udara yang turun."     

"Ternyata begitu." Wajah Reiko muram mendengar penjelasan si dokter. Sepertinya pupus sudah harapan dia untuk menengok nenek di Indonesia.     

"Dan ada kondisi yang sangat tidak disarankan bagi ibu hamil untuk naik pesawat, yaitu mengalami komplikasi kehamilan seperti preeklamsia, ketuban pecah dini atau persalinan premature," imbuh dokter.     

Reiko terdiam beberapa saat sembari tundukkan kepalanya, apakah dia harus benar-benar mengubur keinginannya datang ke Indonesia mengunjungi sanak saudara di sana?     

Memang, Reiko tahu bahwa saudara dia di Indonesia tidak melakukan apa-apa ketika dia ditinggal mati oleh ayah dan ibunya ketika masih duduk di sekolah menengah pertama.     

Namun, jauh di dalam hati Reiko, dia sangat ingin pergi ke sana, ingin mengetahui akar sejarah dari keluarga ibunya.     

Dulu ketika Reiko pergi ke Indonesia bersama Nathan Ryuu untuk mengunjungi River dan Raven, betapa dia sangat ingin mengatakan pada suaminya bahwa dia ingin pergi ke keluarga pihak ibu. Tapi, dia terlalu takut ditolak oleh Nathan Ryuu.     

Kali ini … mendengar neneknya ternyata kerap sakit dikarenakan memikirkan ibunya dan mungkin juga memikirkan dirinya, Reiko merasa bersalah, seakan dia ini cucu durhaka yang tak berguna.     

Ketika suaminya dan si dokter masih berbincang santai mengenai kehamilan, mendadak saja Reiko mengingat sesuatu, "Dokter!"     

"Ya, Nyonya?"     

"Kalau aku tidak disarankan naik pesawat karena banyak risiko, maka … bisakah aku naik kapal laut?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.