Inevitable Fate [Indonesia]

Takdir untuk Runa



Takdir untuk Runa

0Tomoda pastinya tidak akan pernah mengira bahwa dia dibawa ke Abu Dhabi untuk dipertemukan dengan malaikat maut yang menunggu di sana, di dekat para buaya.     
0

Lelaki itu tahunya dia akan dibawa ke istana penuh akan harta dan akan mengalami kemewahan hidup sebentar lagi. Dia tak henti-hentinya tersenyum lebar membayangkan hidup yang sebentar lagi akan dia jalani. Pasti akan bergelimang lembaran uang dan juga wanita. Ia tak sabar ingin segera tiba di Abu Dhabi.     

Sementara itu, Runa dan ibunya dibawa menggunakan pesawat berbeda dengan Tomoda sehingga mereka tidak tahu menahu mengenai nasib Tomoda.     

Begitu tiba di Abu Dhabi, Runa yang sudah memiliki firasat buruk, segera dipisahkan dari ibunya. Ia ingin protes namun takut jika Zaidan Al Faiz marah nantinya.     

Di rumah selir, barang-barang Runa sudah dilempar keluar dari kamar utama. "Hei! Barang-barangku!" Runa lekas memunguti baju-baju mahal yang tersebar di lantai depan kamar kebanggaannya.     

Runa hendak memasukkan kembali barangnya ke kamar itu, namun penjaga rumah mencegahnya. "Tuan meminta kau tak lagi masuk ke kamar itu."     

"Hah? Kenapa? Kenapa tak boleh? Panggil Zaidan! Aku butuh Zaidan untuk menjelaskan ini!" Ia berteriak-teriak hingga para selir lainnya keluar dari kamar. Mereka ada yang memandang iba namun ada pula yang tersenyum.     

Sedangkan Vanessa yang muncul dari kamarnya tertawa keras. "Ha ha ha! Rupanya si jalang cilik ini dijatuhkan dari singgasananya! Ha ha ha! Aku ingin lihat apa yang sekiranya akan dilakukan Zaidan padamu setelah ini! Kuharap lebih buruk dari apa yang aku alami! Rasakan itu!" Lalu Vanessa meludah di lantai dan masuk kembali ke kamarnya sambil menghempaskan pintunya, penuh akan rasa puas.     

Yang Runa bingung, kenapa Vanessa tidak berada di kamar peringkat terakhir? Kemudian, dari dalam kamar utama, muncullah Aida, gadis dari Venezuela. Ia menatap angkuh pada Runa. "Kenapa masih di depan kamarku? Sana, pergi ke kamarmu sendiri!" ucapnya seraya menendang salah satu pakaian mahal Runa di lantai.     

"Hei!" bentak Runa.     

Namun, Aida malah mendekat dan menampar pipi Runa tanpa peringatan. "Lebih sopan padaku mulai sekarang, mengerti?!" Ia mendelik ke Runa sambil menyeringai dan masuk kembali ke kamarnya.     

Runa linglung. Ini ada apa? Kenapa tiba-tiba dia sudah mendapati baju dan barang-barangnya tersebar di lantai? Apakah ini benar karena ucapan Zaidan Al Faiz beberapa waktu lalu yang mengabarkan mengenai gagalnya kebangkrutan dari Nathan Ryuu?     

Seketika, muncul dendam bertumpuk di benak Runa pada Nathan Ryuu dan juga Reiko.     

"Lalu … aku harus mengisi kamar mana?" tanya Runa dengan pandangan bingung pada beberapa selir yang masih bertahan di depan pintu kamar mereka untuk menonton Runa. Mata Runa mendapati Bonita dan dia bertanya ke Bonita. "Bonit, apa kau—"     

"Jangan bertanya padaku. Aku tak ada sangkut pautnya dengan ini. Maaf." Bonita lekas memutar badan dan masuk ke kamar dan menguncinya.     

"Bonit! Bonit!" Runa menggedor pintu kamar Bonita. Dia tak menyangka Bonita yang biasanya ramah padanya kini membuang muka dan memberi punggung saja tatkala dia dalam kesusahan begini. Padahal dulu dia membantu Bonita membalaskan dendam pada Vanessa!     

Yah, di dunia penuh persaingan ini tak ada yang dinamakan kawan dan lawan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Runa mulai bisa memahami ungkapan ini dengan hati pahit karena sakit menjumpai kenyataan.     

"Nona, kau harus ke kamar terakhir, kamar nomer 7." Muncul Bu Shahnaz yang menjadi kepala pelayan di rumah selir itu.     

"Bu! Ibu! Ini … tolong aku …." Runa menggapai Bu Shahnaz.     

Sayang sekali, wajah muram Bu Shahnaz seakan ingin menjauh dari Runa, seolah Runa merupakan virus menjijikkan. Beliau bertepuk tangan beberapa kali dan hadirlah beberapa pelayan lainnya. "Bawa barang-barang Nona Runa ke kamar nomer 7. Paling ujung dekat tangga."     

"Baik." Para pelayan itu mengangguk dan mulai memunguti barang-barang Runa untuk dibawa ke kamar terakhir.     

Runa linglung saat berdiri menyaksikan perubahan takdir yang menimpa dirinya. Kenapa dia sekonyong-konyong saja diruntuhkan dari singgasananya hanya karena Nathan Ryuu? Bukankah ini terlalu berlebihan?     

Selir yang masih tersisa di ruang tengah itu adalah Elle, wanita berambut merah dari Perancis. Runa mendekat ke Elle sambil bertanya, "Elle, kenapa kalian semua memperlakukan aku begitu buruk? Memangnya seberat apa dosaku pada kalian? Bahkan pelayan rendahan seperti Bu Shahnaz saja berani menatap galak padaku!" Ia tak perduli meski Bu Shahnaz masih berada di ruangan itu.     

"Kau masih berani menanyakan hal semacam itu? Ha ha ha!" Elle tertawa sinis. Dua tangannya dilipat anggun di depan dada sambil menggerak-gerakkan kuku akrilik dia yang indah pada jari lentiknya. "Kau mengancam kesejahteraan Zaidan, dan itu artinya kau juga mengancam hidup tentram kami di sini. Kau sumber bencana, sumber penyakit. Nah, itu saja yang bisa aku katakan padamu, kau bisa renungkan sendiri di kamar indahmu nanti, ha ha ha!" Lalu, Elle pun berbalik dan masuk ke kamarnya sendiri.     

Runa termangu dalam posisi berdirinya. Jadi … hanya karena dia salah memberikan data pada Zaidan Al Faiz, maka dia dianggap sumber bencana? Seketika, kebencian dia muncul untuk Akeno dan Itachi. Dua orang itu pasti yang telah mengutak-atik akses ataupun mengubah data perusahaan sehingga Runa bisa salah menyerahkannya pada Zaidan Al Faiz.     

Terseok, langkah Runa menuju ke kamar terakhir, yang paling jelek dan paling sempit.     

-0—00—0-     

Keesokan malamnya, Runa diseret keluar dari kamarnya dan dibawa ke sebuah tempat, konon itu dilakukan atas perintah Zaidan Al Faiz. Para selir yang melihat kepergiannya hanya menyeringai sebelum akhirnya mereka kembali masuk ke kamar masing-masing.     

Ketakutan terbesar Runa pun datang di malam itu. Seakan sang Dewi Fortuna sama sekali menutup mata padanya.     

"Tidak mau! Tidak mau!" Runa dipaksa memakai bikini setelah tiba di sebuah tempat yang dia kenali sebagai kelab khusus untuk para konglomerat sakit jiwa!     

Namun, anak buah Zaidan Al Faiz tidak menggubris teriakan penolakan Runa dan dia dilemparkan ke sebuah ruang penuh kaca yang ada di hadapan para pengunjung.     

Runa mengedarkan pandangannya pada orang-orang kaya yang memakai jas mahal dan topeng pada wajahnya, duduk tenang menatap dia yang bagaikan sedang ada di etalase, siap ditawar.     

Benar saja, tak berapa lama, muncul seorang pria yang memakai topeng juga dan berkata, "Baiklah! Lelang malam ini akan dimulai dengan seorang wanita dari Asia Timur! Ayo, dia ini sudah sangat terlatih dan biasa membintangi film porno di Jepang!"     

Runa membelalakkan mata, apa-apaan fitnah itu! Ia menggeleng keras-keras dan berteriak, "Aku bukan bintang porno! Aku bukan pemain film porno! Jangan memfitnahku! Jangan mengada-ada!"     

Para konglomerat itu menarik napas panjang mendengar Runa diperkenalkan sebagai artis porno di Jepang. Ini menimbulkan kegelisahan di antara mereka.     

Segera saja, mereka saling bersaing menawar harga Runa hingga akhirnya jatuh pada seorang lelaki bertubuh besar dan tambun. Lelaki itu dipersilahkan masuk ke ruang akuarium itu untuk mencicipi Runa yang telah dia beli.     

Runa terpaksa melayani seorang lelaki gaek bertubuh besar nan tambun dengan rambut lebat di sekujur tubuhnya.     

"Apakah ada yang ingin mencoba menjadi pihak kedua atau ketiga? Dia juga biasa melakukan gangbang di film-filmnya!" Pembawa acara lelang berteriak, sehingga kembali para konglomerat itu heboh dan mulai bersaing nilai tertinggi, hingga ada 3 lelaki lainnya yang diundang masuk ke ruang akuarium untuk ikut mengeksekusi Runa.     

Dengan begini, Zaidan Al Faiz mendapatkan banyak uang dari dilelangnya Runa malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.