Inevitable Fate [Indonesia]

Pertemuan Nostalgia



Pertemuan Nostalgia

0Ketika Runa hendak masuk ke mall untuk menuju ke hotelnya, dia tercengang ketika bertemu dengan Shingo yang baru saja memarkirkan mobilnya. "Shin?" Wajahnya berbinar senang, tidak mengira akan bertemu dengan Shingo saat ini.     
0

Rasa terkejut tidak hanya dimiliki Runa, karena Shingo pun demikian. Tidak menduga bahwa kepulangannya ke Jepang akan bertemu Runa. "Runa?" Ia heran, bagaimana bisa Runa mengenali dirinya, padahal dia sudah merasa penampilannya berubah, bahkan rambutnya mulai panjang menyentuh bahu, tubuhnya juga lebih berisi dibandingkan dulu.     

Runa menghampiri Shingo tanpa menutupi kegembiraannya. Ia bagaikan gadis remaja bertemu idolanya. Bagaimana pun, Shingo merupakan lelaki paling spesial di hatinya, lelaki yang memiliki dirinya untuk pertama kalinya. "Kudengar kau ada di Tiongkok. Sekarang sudah kembali ke sini?"     

"Ohh, ehh, ya, aku … aku mendapatkan cuti satu bulan dan kurasa … tidak buruk kembali sebentar ke Jepang." Shingo menjawab sedikit canggung. Perpisahannya dulu dengan Runa atas keinginan dia dan membuat Runa sangat patah hati kala itu. Bertemu kembali dengan mantan FWB, rasanya aneh. Ia tidak mengharapkan ini.     

"Ayo, kita lebih baik mengobrol di kamar hotelku saja! Ada banyak hal ingin aku bicarakan denganmu." Seperti biasa, Runa memaksa begitu saja apapun pada Shingo. Dan Shingo hanya pasrah ketika tangannya ditarik masuk ke mall dan menuju lift khusus untuk ke bangunan hotel.     

Sesampainya di dalam kamar, Runa terus menggandeng tangan Shingo. Lelaki itu pasrah saja membiarkan Runa melakukan itu. Ia jenis lelaki yang tak mau repot menepis atau semacamnya.     

Lalu, keduanya duduk berdampingan di sebuah sofa ruang tengah. Runa menempati kamar suite yang lumayan mewah. Untung sekali Zaidan memiliki kesibukan di Amerika sehingga dia bisa pulang ke Jepang untuk menjenguk ibunya.     

"Shin, bagaimana kabarmu? Apa yang kau lakukan di Tiongkok?" tanya Runa sambil arahkan tubuhnya menghadap Shingo dan satu sikunya ditaruh pada sandaran kepala. Wajah terlihat antusias ketika menatap lelaki idamannya.     

"Aku … aku hanya bekerja sambil lalu saja di sana. Cuma syuting ini dan itu." Shingo menaikkan bahunya dengan cepat seolah dia tak terlalu menganggap serius jawabannya.     

"Syuting? Apa kau menjadi artis di sana? Shin, kau aktor? Tidak lagi menjadi pengisi suara?" Runa sedikit terkejut di hatinya mengetahui perubahan mantan FWB-nya. Dulu usai ditinggalkan oleh Shingo, dia sibuk dengan Zuko dan lainnya hingga Zaidan, sehingga dia terlupa akan Shingo.     

Sekali lagi Shingo mengedikkan bahunya sambil berkata acuh tak acuh, "Yah, hanya semacam itu. Bukan sesuatu yang wah."     

"Apanya yang bukan wah! Tunggu, beritahu aku judul film apa saja yang sudah kau bintangi!" Runa mengambil ponsel di tas kecilnya dan bersiap untuk browsing.     

Mulut Shingo mengerut sejenak sebelum akhirnya dia menyebutkan sebuah judul serial yang dia bintangi dan juga 1 film pendek yang sempat dia kerjakan. Mendengar itu, tangan Runa segera berselancar mencari film yang disebutkan Shingo.     

Wajah Runa cerah ketika dia melihat di situs mengenai film serial yang disebutkan Shingo. "Woahh! Film serialmu mendapatkan rating 7.9! Luar biasa sekali, Shin! Aku nanti harus menontonnya!"     

Shingo mengangguk saja. Ia sendiri tidak terlalu bangga dengan pencapaiannya di bidang film. Itu hanya sebuah pelarian semata agar bisa melupakan Reiko, bukan sesuatu yang dia cita-citakan. Hanya tak menyangka saja bahwa apa yang dia kerjakan tanpa keseriusan, ternyata hasilnya di luar dugaan.     

Meski Shingo hanyalah tokoh sampingan di serial klasik itu, namun ternyata banyak orang menengok ke arahnya untuk mencari tahu siapa orang Jepang yang memerankan tokoh samurai di serial tersebut? Sejak saat itu, banyak penggemar global mulai mencari tahu mengenai Shingo.     

Segera saja, nama Shingo menjadi buah bibir di kalangan penikmat film Tiongkok klasik dan dia menjadi selebrita, menjadi hot rookie di dunia perfilman Tiongkok. Aktingnya dianggap sesuai dengan tokoh yang dibawakan, dan penampilannya mengundang decak kagum banyak orang, terutama penggemar wanita.     

Ini pun, dia datang ke Jepang diam-diam agar tidak menimbulkan kehebohan. Dia sudah memakai mantel panjang, memakai masker yang menutupi setengah wajah dan juga kacamata cokelat besar dan topi pet. Namun, ternyata penyamaran dia masih bisa terendus oleh Runa.     

Namun, dia bersyukur bahwa ini adalah Runa, bukan penggemar dia yang bisa menunggu berjam-jam di lobi apartemennya, membuat dia sesak napas dan tak nyaman.     

Sayang sekali, Shingo lupa akan satu hal, yaitu Runa lebih mengidolakan dia ketimbang fans dia.     

Ditandai dengan Runa yang tiba-tiba saja sudah naik ke panguan Shingo dengan sikap provokatif. Runa yang memakai rok pendek, dengan percaya diri menggesekkan dirinya ke pangkal paha Shingo.     

"Hm?" Shingo menatap heran ke arah Runa, menyaksikan tingkah nakal gadis itu. "Untuk apa begini?" Ia mempertanyakan sikap Runa.     

"Shin, bukankah ini sebuah keberuntungan baik bertemu kembali setelah sekian lama? Tak ada salahnya kita rayakan pertemuan ini dengan hal indah, kan?" rayu Runa dengan bersuara manja. Tangan mulai merayap ke leher Shingo dan mengelus di sana, menyentuh belakang telinga lelaki itu.     

Segera, tubuh Shingo menegang. Itu karena Runa sudah mengetahui salah satu titik lemah Shingo. Area belakang telinganya. Terutama apabila dielus demikian rupa, bagaimana dia bisa melawan hasrat yang mendadak saja bangkit. "Runa, kau … hmmhh … bukankah kita sudah berakhir?"     

"Memangnya kita ini kekasih? Bukan, benar? Kita hanya melakukan ini sambil lalu saja." Runa membisikkan kalimat terakhir di telinga Shingo lalu lidahnya mengelus cuping telinga lelaki itu, membuat Shingo tersentak tegang. "Sepertinya telingamu masih juga menjadi tombol pembuka, Shin? Fu hu hu hu …."     

Suara Runa berubah makin nakal dan binal seiring sentuhan tangannya mulai semakin lincah di tubuh Shingo.     

"Runa, jangan!" Shingo menangkap tangan Runa yang bermain-main di pucuk dadanya melalui kaos yang masih terpasang.     

"Kau berkata jangan tapi napasmu berat dan tidak teratur. Apakah ini yang disebut jangan, Shin?" Tangan Runa mulai menggapai daun telinga Shingo satunya dan keduanya mulai mengelus seduktif di sana, menyebabkan Shingo merasa gila akan limpahan rangsangan pada salah satu titik erogenusnya.     

"Kau memang sialan seperti biasanya, Runa!" Shingo tak tahan lagi dan mulai meraih kepala Runa untuk melumat bibir gadis itu. Sembari bercumbu liar, Shingo mulai melepas kaosnya dan melakukan itu pula pada blus Runa.     

Cumbuan mereka dihentikan Shingo ketika dia mulai menyadari adanya perubahan pada tubuh Runa. Terutama di bagian dada. "Runa … kau … mengubahnya? Kau mengoperasi ini?" Mata Shingo menatap payudara penuh Runa.     

Melihat tatapan Shingo pada payudaranya yang masih terbungkus bra, Runa makin membusungkan dada dengan perasaan bangga. "Bagus, bukan? Kenapa tidak mencobanya?" ujarnya sembari masih mengelus telinga Shingo.     

Terbakar oleh gairah yang dipantik Runa, tangan Shingo lekas menurunkan bra dan merangkum salah satu payudara Runa ke mulutnya. "Baiklah, karena kau sudah berusaha, aku akan mencobanya. Oumchh!"     

Malam itu, merupakan malam panas keduanya setelah pertemuan kembali. Shingo mengakui tubuh Runa lebih sintal dan memikat dibandingkan sebelumnya.     

Ini bahkan lebih memikat daripada tubuh Nana Feng—aktris lawan mainnya, ataupun tubuh Zhao Qingyi—asisten dia yang akhirnya dia tiduri pula setelah si asisten terus merayunya.     

Keduanya melampiaskan hasrat masing-masing dengan baik malam itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.