Inevitable Fate [Indonesia]

Pengakuan dan Konfirmasi



Pengakuan dan Konfirmasi

0Ketika malam Reiko melihat seorang gadis mirip Runa berjalan di parkir basement sebuah mall yang memiliki hotel di bagian atasnya, ia segera memakai masker dan bergegas keluar dari mobil untuk mengejar sosok itu. Dia harus memastikan apakah itu benar Runa atau bukan.     
0

"Ru-chan! Ru-chan!" Reiko berlari mendekati gadis itu.     

Ketika gadis itu menoleh, dia cukup terkejut melihat Reiko. Ternyata dia memang benar adalah Runa yang sedang bertandang ke Jepang untuk mengunjungi ibu dan kakaknya.     

Runa sama sekali tidak menyangka akan berjumpa dengan Reiko di tempat publik seperti ini. Dia sudah berusaha menggunakan masker di wajahnya namun tetap saja bisa terdeteksi oleh mata Reiko.     

"Ru-chan! Ternyata kau benar Ru-chan!" Reiko tanpa ragu memeluk Runa penuh kerinduan dan kelegaan bahwa sahabatnya itu baik-baik saja. Meski Runa memakai masker sekalipun, dia tetap yakin itu Runa.     

Sedangkan Runa, dia sama sekali tidak membalas pelukan Reiko dan justru melonggarkannya dan mendorong agar Reiko melepaskan dia. "Tidak usah begini!"     

Reiko melongo ketika dirinya ditolak Runa. "Ru-chan, kenapa? Ada apa?"     

"Apanya yang kenapa? Apanya yang ada apa? Sudah jelas, kan, kau dan aku sudah di dunia yang berbeda, jadi tak perlu lagi kau sok akrab begini." Runa berkata menggunakan nada ketus di depan wajah Reiko, sesuatu yang dulu tak pernah dia lakukan.     

Inilah yang mengakibatkan Reiko termangu dan bingung. Apakah dia salah dengar? Telinganya sedang bermasalah? Kenapa sahabatnya yang baik itu berubah seperti ini padanya? Apa alasan yang mendasari itu? Berbagai pertanyaan menyesaki otak Reiko. "Ru-chan …." Suaranya bergetar membawa ketidakpercayaan.     

"Kau ini sudah menjadi bintang top, selebritis papan atas, seorang idol yang dipuja orang sedunia, jadi sudah tak perlu lagi berteman denganku, mengerti?" Runa menggunakan nada satir untuk berkata-kata.     

Kepala Reiko menggeleng keras sembari dia menyahut, "Tidak, Ru-chan, tidak begitu, apapun statusku, aku tetap teman kamu. Itu tidak akan berubah." Perlahan, mulai muncul genangan air mata di pelupuk. Dia berharap ini hanya sebuah mimpi buruk dan sebentar lagi dia akan terbangun.     

Runa yang Reiko kenal bukan yang begini. Runa yang dia kenal sangat ramah, baik dan menyayangi dirinya sejak remaja dulu.     

"Apanya yang tidak? Aku sudah muak menjadi temanmu dan aku harap hubungan kita sampai di sini saja, oke? Kita jalan di alur masing-masing saja, tak perlu lagi saling sapa, karena aku tak butuh itu lagi."     

"Tapi, Ru-chan, kenapa?"     

"Kenapa? Hgh! Dasar kau tak pernah sadar diri atau bebal, sih? Sejak dulu kau selalu mengambil semua perhatian orang. Kau merebut beberapa lelaki yang aku sukai. Di sekolah, sudah berapa kali aku harus bersabar dan menahan diri melihat lelaki yang aku suka malah memandangmu dengan tatapan memuja?"     

"Hah?"     

"Dan yang terakhir, aku sudah tidak bisa menoleransinya lagi! Shingo! Kau merebut Shingo dariku! Setelah berulang kali kau melakukannya, aku sudah tidak lagi bisa lebih lama memendam ini ketika aku dengar dari Shingo betapa dia sangat menyukaimu!"     

"Tidak, Ru-chan, jangan begitu. Ya ampun, aku sungguh tak tahu kalau dulu kau … kau sakit hati karena teman lelaki yang kau sukai … tapi aku pun tak tahu mengenai mereka menyukaiku, Ru-chan! Bahkan aku tidak menerima cinta mereka!" Reiko terdengar putus asa ketika mengatakan itu agar Runa tidak lagi salah paham padanya.     

Dulu, mana pernah dia menggubris lelaki apalagi cinta. Dunianya hanyalah belajar dan berduka atas kehilangannya akan kedua orang tua. Dia tidak sempat memiliki keinginan untuk menjalin hubungan asmara dengan siapapun. Nathan Ryuu lah orang pertama yang mengisi hati Reiko.     

"Terserah! Pokoknya aku sudah cukup denganmu. Aku sudah memiliki kebahagiaan sendiri saat ini dan tak ingin lagi terganggu akan dirimu. Ya, anggap saja aku ini orang jahat, makanya kau tak perlu lagi dekat-dekat denganku!" Runa kembali mendorong Reiko ketika sang idol hendak mendekat lagi.     

Reiko masih tak ingin percaya perlakuan semacam ini datang dari Runa. "Ini pasti bohong, kan? Atau … kau sudah sangat dipengaruhi lelaki itu? Lelaki dari Abu Dhabi itu. Apakah dia yang membuat kau begini, Ru-chan?"     

"Jangan timpakan ini pada dia! Justru dia penyelamatku, dia yang memberiku banyak kebahagiaan dan kesejahteraan. Dia melindungi aku dan memberikan banyak cinta padaku."     

Meski kecewa, namun hati Reiko juga lega karena sahabatnya mendapatkan limpahan kasih sayang dari lelaki yang dicintai. Dia ikut bahagia untuk Runa, tapi kenapa harus dengan cara seperti ini? "Ru-chan, kenapa kita tidak bisa tetap berteman?" Matanya sudah basah kuyup.     

"Sudah aku bilang, aku bosan dan muak hanya menjadi bayanganmu saja. Setiap kita berdampingan, aku hanya seperti asesoris saja bagimu. Aku tak suka itu. Aku juga ingin memiliki spotlight aku sendiri. Maka, aku putuskan untuk tidak lagi berdampingan denganmu!"     

Ketika sedang memanas begini, Benio datang menghampiri keduanya. Keadaan sekitar masih sepi dan hanya ada mereka bertiga saja. "Nyonya, ayo kita pergi."     

"Tidak, Benio, aku masih ingin bicara dengan Ru-chan." Reiko menggeleng, menggunakan keras kepalanya untuk tetap bertahan di hadapan Runa.     

"Untuk apa, Nyonya?" Benio seakan mempertanyakan sikap keras kepala Reiko. "Dia orang yang sudah menyebarkan rumor mengenai Anda, Nyonya. Lebih baik tak perlu lagi berurusan dengan orang semacam itu." Baru kali ini nada suara Benio memiliki fluktuasi, tidak sedatar biasanya. Ada emosi terkandung di dalamnya.     

Mata Reiko melebar. Apa tadi yang dikatakan Benio? "A-Apa, Benio? Tadi kau bilang apa?"     

Benio menjawab sambil mata tajamnya menatap ke Runa. "Benar, Nyonya, dia orangnya, pelaku di balik tersebarnya rumor yang akhir-akhir ini mengganggu Nyonya. Termasuk dia juga yang membuka rahasia perusahaan Tuan ke pihak lain sehingga Tuan mengalami sedikit gangguan." Rupanya pengawal ini sudah tidak tahan dan mengumbar semuanya.     

Mata membeku Reiko beralih ke Runa, dengan mulut bergetar dia bertanya ke Runa, "Ja-Jadi benar … benar yang dikatakan Ryuu? Be-Benarkah … benarkah, Ru-chan? Benarkah kau … kau di balik semua ini?" Air matanya semakin deras mengalir.     

Mana mungkin dia tidak syok ketika mendapati dirinya ditikam oleh sahabat yang paling dia sayangi dan paling dia percayai? Tak hanya dirinya, tapi juga suaminya!     

"Kalau sudah tahu ya sudah!" Runa melengos dengan pandangan culas sambil dua lengan dilipat di depan dada. "Kuakui hebat juga anak buah suamimu bisa lekas menemukan itu."     

Tubuh Reiko gemetar akan syok dan kecewa. Ternyata, apa yang sudah disampaikan Nathan Ryuu kala itu kini telah dikonfirmasi oleh Runa tanpa berbelit-belit. Padahal Reiko berharap Runa menyangkalnya.     

"Ayo, Nyonya. Tuan pasti sudah menunggumu." Benio memaksa menarik bahu Reiko agar bos wanitanya segera meninggalkan tempat itu sebelum ada orang lain melihat ini.     

Reiko patuh dan dia digiring Benio kembali ke mobil sambil menangis sesenggukan, masih tak ingin percaya Runa mengakui semuanya begitu enteng.     

Runa masih berdiri di sana, menyaksikan mobil Reiko bergerak keluar dari area basement. "Huh!" Dia menghela napas kasar. Dia harus lekas kembali ke hotel.     

Namun, ketika kakinya hendak melangkah masuk ke lift untuk ke hotel, dia melihat sosok yang baru saja keluar dari mall. "Shin?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.