Inevitable Fate [Indonesia]

Mencabut Tulang Sendiri



Mencabut Tulang Sendiri

0Ketika Runa sedang menikmati status barunya yang lebih nyaman dikarenakan dia berani membuka beberapa kelemahan pada SortBank pada keluarga Al Faiz, gelombang cukup besar menghantam bisnis Nathan Ryuu.     
0

"Tuan, saham kita turun cukup curam." Itachi melaporkan kondisi tersebut pada Nathan Ryuu yang baru saja pulang dari Timur Tengah.     

"Hm …." Nathan Ryuu bersikap setenang mungkin.     

"Bahkan ada banyak relasi bisnis kita yang mengundurkan diri."     

"Hm …."     

"Lalu … beberapa data perusahaan kita … 10 persennya tercuri."     

"Hm …."     

"Tuan …."     

"Bagaimana dengan proyek baru kita di Abu Dhabi?"     

"Itu … masih dalam peninjauan pihak Abu Dhabi dan para investor."     

Nathan Ryuu menarik napas panjang sambil ketuk-ketukkan jemarinya di meja seraya mendengarkan laporan dari Itachi. Ia diam beberapa saat dengan tatapan jauh ke meja.     

Itachi juga diam berdiri di tempatnya tanpa ingin mengganggu bosnya karena dia yakin saat ini bosnya harus diberi waktu untuk berpikir sejenak.     

"Jual resor yang di Jakarta, juga yang di Bahama serta di Ibiza. Lalu … jual juga 1 vila kecil kita di Karibia." Nathan Ryuu mulai berbicara dengan nada berat. Menjual beberapa properti baginya bagaikan mencabut tulang sendiri di tubuhnya, sangat menyakitkan. Tapi, jika memang itu diperlukan, maka harus dilakukan.     

"Baik, Tuan." Itachi mengangguk patuh di depan sang bos.     

"Tapi … yang kecil-kecil saja, Itachi. Sisakan yang besar."     

"Baik, Tuan."     

"Apakah hanya itu saja?" tanya Nathan Ryuu sembari melirik Itachi.     

Sang tangan kanan paham apa yang dimaksud dari pertanyaan itu. Dia menjawab, "Ya, Tuan, hanya itu saja masalah SortBank saat ini."     

"Hm … padahal beberapa waktu lalu kita sempat digoyang kecil, tapi sepertinya sekarang mereka mulai menggoyang lebih keras, fu fu fu …." Nathan Ryuu malah terkekeh alih-alih sakit hati.     

"Mereka terlalu berani melawan Tuan." Itachi menyahut.     

"Biarkan saja mereka bermain-main, Itachi. Semoga mereka tidak memakan yang mereka tak sanggup telan." Si Onodera mengusapkan jemarinya di bawah bibir sambil dia masih menatap tajam ke meja.     

"Baik, Tuan. Saya permisi dulu."     

"Jangan lupa untuk mendata siapa saja yang melepaskan diri dari kita, Itachi, dan jangan pernah bukakan pintu lagi ke mereka."     

"Baik, Tuan, saya mengerti. Saya permisi dulu."     

Nathan Ryuu mengangguk. Kemudian, sepeninggal Itachi, dia masih berdiam di ruang kerjanya sambil menatap kosong ke depan meski otaknya penuh akan pemikiran. "Tidak kusangka kau bisa bergerak sejauh itu … Runa."     

-0—00—0-     

"Ryuu … aku pulang. Maaf, aku pulang agak terlambat karena ada tambahan jadwal ke Osaka dan Shizuoka." Reiko membuka kamar tidur dan mendapati suaminya sudah berada di atas ranjang, berpakaian piyama santai sambil menonton siaran berita di televisi di dinding depannya.     

"Ahh, sayank. Kau sudah pulang." Nathan Ryuu segera mematikan televisi meski sedang menonton serius apa yang ada di layar. Untuk Reiko, dia bisa mengorbankan apapun. "Kemarilah …." Tangannya terentang untuk menyambut sang istri.     

"Tunggu sebentar, aku akan mandi dulu. Ini aku dari Shizuoka langsung minta ke sini tanpa mandi di dorm." Reiko melepas tas bawaannya dan mulai melepas juga topi serta semua asesoris yang melekat di tubuhnya.     

"Kalau begitu, biarkan suamimu ini memandikanmu." Nathan Ryuu beranjak turun dari tempat tidur dan berjalan ke istrinya. "Aku akan memandikan kucing manisku ini ...." Mata Nathan Ryuu bagaikan mata predator melihat mangsa. Seringainya juga muncul.     

Reiko paham itu merupakan sinyal suaminya ingin bermesraan. Dia tidak menolak dan malah mengulurkan dua tangan ke depan, berkata dengan nada manja, "Gendong aku."     

Nathan Ryuu terkekeh kecil dan mengangkat tubuh istrinya bagai menggendong anak kecil saja.     

Reiko mengaitkan dua kaki pada pinggang suaminya sementara dua lengan melilit leher Nathan Ryuu sambil mereka sibuk melumat bibir satu sama lain.     

"Hmmpphh!" Reiko sedikit mendengus ketika punggungnya dihempas ringan ke dinding di belakangnya tanpa melepaskan cumbuan mereka.     

Sementara itu, satu tangan Nathan Ryuu mulai meremas dada istrinya dan tangan lainnya mengurai kancing baju Reiko agar lekas menemukan benda kesukaannya yang empuk kenyal dan nyaman ketika di remas.     

"Aaanghh … Ryuu, aku … aku kan belum mandi …." Reiko mendesah ketika lehernya kini menjadi sasaran cumbuan suaminya dan bibir agresif itu memiliki tanda-tanda hendak semakin turun menjalari dada menggembungnya.     

"Tak apa … umcchh … ini hidangan pembuka … mffhh … untukku … mssffhh … mmrrccpphh …." Mulut Nathan Ryuu benar-benar mulai turun menjalar ke bagian dada meski agak sulit dengan posisi Reiko berada di gendongan walau ditahan dinding di belakang untuk memudahkan tangan tuan muda Onodera bisa bebas berkeliaran ke tubuh istrinya.     

Dengan sekali tarikan, bra hitam Reiko luruh ke bawah sehingga Nathan Ryuu bisa lebih gembira dalam mengeksplorasi dada indah istrinya. Dia rundukkan kepalanya berusaha agar mulutnya bisa mencapai dua benda montok di depannya.     

Untuk memudahkan suaminya mendapat apa yang diinginkan, Reiko menggerakkan belitan kakinya lebih ke atas lagi agar tubuhnya bisa lebih tinggi lagi dan mulut suaminya bisa meraih apa yang dituju.     

"Aaanghh …." Reiko tak menyembunyikan lenguhannya ketika salah satu putik dadanya yang telah mengeras dihisap penuh cinta oleh sang suami. Tangan meremas rambut lebat Nathan Ryuu sembari membusungkan dada demi memberikan akses kemudahan lainnya.     

Pinggul Reiko bergerak dalam gendongan suaminya sehingga membuat Nathan Ryuu meremas bokong kecil nan padat kencang dia. "Mmmghh …."     

Sedikit tak sabar, Nathan Ryuu tak ingin hanya sekedar remasan bokong saja, dia ingin memberikan lebih untuk istrinya. Oleh karena itu, dia kembali memegangi gendongannya pada Reiko untuk berpindah ke meja kopi terdekat.     

Setelah pantat Reiko diletakkan di tepi meja kopi berbentuk persegi panjang, tangan Nathan Ryuu bergerak cekatan melepaskan celana panjang Reiko agar memudahkan tangannya menyusup masuk ke celana dalam sang istri dan mengelus sesuatu yang lembap di dalam sana.     

Reiko secara refleks membuka lebar dua kaki sembari menekuk lututnya, menumpukan kedua telapak kaki pada tepi meja kopi sambil terus melantunkan lenguhannya ketika jemari Nathan Ryuu tidak berjeda ketika mengelus serta mengaduk benda peka di bawah sana. "Haanghh … Ryuu … kau … mmhh … ini enak sekali …."     

"Oh ya? Benarkah?" Nathan Ryuu melepaskan dominasi mulutnya pada leher sang istri dan terkekeh mendengar kejujuran Reiko. Jemarinya kian beringas mengusap di bawah sana.     

Reiko tak ingin kalah begitu saja dan memasukkan tangannya ke celana piyama suaminya, menemukan sesuatu yang telah tegang membesar sudah siap berkarya. Dia menggoda batang hidup nan tegang tersebut dengan tangannya, memberikan gerakan mengocok dan sesekali mengelus ujungnya, membuat erangan suaminya makin kentara.     

Lelaki mana yang tahan jika ujung tongkat pusakanya dielus-elus secara piawai? Terlebih ketika muncul cairan pelumas di ujung sehingga memudahkan jemari lentik Reiko untuk kian menggoda kepala sang jenderal kebanggaan Nathan Ryuu.     

Sang jenderal semakin kuat kokoh setelah mendapatkan elusan tangan Reiko. Ini membuat wanita itu terkekeh, berkata setengah berbisik di depan wajah suaminya, "Tuan Jenderal sepertinya mudah takluk kalau dielus kepalanya."     

"Hehe … kau harus berhati-hati, sayank … dia terlihat takluk tapi sebentar lagi dia yang akan menaklukkan dengan ganas."     

"Ouwhh … aku jadi gemetar. Bisakah itu disegerakan?"     

"Fu fu … gadis nakalku ini …."     

Malam itu, tentu saja menjadi malam panas bagi Nathan Ryuu dan Reiko setelah mereka lama tak bertemu karena kesibukan masing-masing.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.