Inevitable Fate [Indonesia]

Naik Derajat



Naik Derajat

0Zaidan dan Hasan sedang berusaha menenangkan emosi panas ayah mereka, Yazdan Al Faiz, atas kemelut beberapa proyek mereka akibat sedikit campur tangan Nathan Ryuu.     
0

Setelah hening di antara ketiganya, Runa tiba-tiba saja maju dan berkata dalam bahasa Inggris, "Ano … bolehkah aku ikut membantu jika itu mengenai Onodera Ryuu, boleh?"     

Ketiga lelaki itu menoleh ke arah Runa dengan pandangan heran, namun seketika mata Zaidan berbinar terang.     

"Benar! Benar sekali! Kenapa tidak, Runa sayank?" Zaidan mendekat ke Runa disertai senyuman lebar tertoreh di wajahnya. "Kau adalah kandidat sempurna untuk hal semacam ini!"     

Yazdan dan Hasan Al Faiz saling bertukar pandangan sebelum tatapan mereka jatuh ke Runa. Kualitas macam apa yang dibawa gadis itu hingga menyebabkan Zaidan bisa berkata seperti tadi?     

"Ayah, Runa ini tadinya karyawan di perusahaan milik Onodera Ryuu. Dia pastinya banyak mengetahui seluk-beluk dan rahasia di sana!" Zaidan Al Faiz menerangkan ke ayahnya mengenai siapa Runa sebenarnya.     

"Ahh! Rupanya demikian!" Yazdan Al Faiz kini ikut tersenyum lebar dengan mata berbinar, seakan sekarang beban yang menggantung di atas kepalanya sudah mulai menipis. Segera, Beliau mendekat ke Runa sambil meraih tangan gadis itu untuk berkata, "Nona cantik, bisakah kau memberikan tanganmu pada kami ini? Tentu kami akan memberikan imbalan yang layak untuk segala bantuan yang kau berikan."     

Yazdan Al Faiz tidak segan-segan mengatakan kalimat itu ke Runa, karena ujung tombak bisnisnya berada di tangan Runa saat ini. Hanya itu yang bisa Beliau pikirkan.     

"Aku …." Runa tidak menyangka akan langsung direspon dengan begitu baik oleh para lelaki di depannya ini. Dia agak gugup saat ketiga lelaki menatap lekat pada dirinya bagaikan serigala menatap domba gemuk.     

"Argh … Zaidan! Berikan hunian terbaik untuk Runa! Beri dia fasilitas terbaik di tempatmu! Beri apapun yang dia mau!" Yazdan Al Faiz segera memotong ucapan Runa dan beralih memerintah ke Zaidan.     

"Tentu, Ayah, tentu saja." Zaidan tersenyum penuh aroma kemenangan. Sebentar lagi, Nathan Ryuu pasti akan tamat! Salah siapa lelaki Jepang itu berani mengusik bisnis keluarganya? Sebaiknya jangan menggigit daging yang terlalu besar untuk rahangmu, Onodera! Zaidan sangat puas membayangkan nasib Nathan Ryuu berikutnya.     

.     

.     

Runa kembali ke rumah selir bersama Zaidan Al Faiz. Tadi di kediaman utama Al Faiz, Runa sudah memberikan 1 titik lemah SortBank Group. Namun, meski hanya 1, namun tentunya itu akan bisa lumayan mengguncang perusahaan raksasa itu, bukan?     

Inilah kenapa wajah Zaidan begitu cerah bagaikan mentari di siang bolong. Ayahnya tadi terus menepuk bahunya dengan bangga karena berhasil membawa Runa yang berharga ini ke rumah mereka menjadi pihak mereka.     

Karena jasa Runa tadi, Zaidan sudah bisa mengabulkan keinginan pertama yang Runa sampaikan dalam perjalanan.     

Ketika kaki keduanya sudah melangkah masuk ke rumah selir, segera suara Zaidan menggelegar di ruang tengah yang luas. "Vanessa! Keluarkan dia dari kamarnya!"     

Para penjaga dan pelayan lelaki di rumah itu segera mendengar perintah absolut tuan mereka. Sementara, para selir bergantian keluar dari kamar dengan mimik wajah bingung. Apakah mereka salah dengar? Zaidan memerintahkan agar Vanessa keluar dari kamar istimewanya?     

Penjaga dan pelayan lelaki bergegas masuk ke kamar Vanessa. Dari dalam kamar itu, suara melengking Vanessa terdengar tidak terima akan apa yang menimpa dirinya.     

"Apa-apaan ini! Kenapa? Apa salahku? Kenapa aku harus keluar dari sini?" Vanessa meraung enggan ketika dia diseret keluar dari kamarnya. Dia sudah seperti ratu di rumah selir ini. Kamarnya adalah yang paling besar dan istimewa, mempunyai segala fasilitas terbaik. Sebagai selir paling tua, dia layak mendapatkannya. Namun kini, dia hendak dipelorotkan dari singgasana kebanggaan itu?     

Ketika akhirnya penjaga dan pelayan berhasil menarik keluar lengan Vanessa dari kamar tersebut, wanita itu melihat Zaidan berdiri berdampingan dengan Runa di depan kamarnya. "Zaidan, kenapa aku harus keluar dari kamar ini? Kenapa?"     

"Kau berani mempertanyakan keputusanku?" Mata tajam Zaidan seakan sedang menggores Vanessa. "Dan juga kau … berani sekali memanggilku secara nama begitu saja!"     

PLAKK!     

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Vanessa, meninggalkan jejak kemerahan seketika di sana.     

"Argh!" Vanessa menjerit kesakitan. Lalu, pukulan demi pukulan pun diberikan Zaidan pada wanita Amerika itu hingga akhirnya wajah Vanessa terlihat sangat buruk terutama ketika dibubuhi air mata.     

"Apa salahku? Apa salahku hingga diusir dari kamarku, Tuan Zaidan? Hiks!" Vanessa memegangi bagian pipi yang paling menderita pukulan paling keras. Pasti besok itu akan bengkak dan membiru. Matanya tertuju pada Runa yang memasang wajah arogan menaikkan dagu padanya. "Kau! Apakah ini ada kaitannya dengan kau, pelacur kecil!"     

Vanessa sudah hendak menyerang Runa dengan kuku-kuku panjangnya, tapi penjaga lekas bertindak dan menahan kedua tangannya lebih erat. Sekali lagi, Zaidan memberikan tamparan keras padanya sehingga tangis Vanessa lebih keras.     

"Cepat pindahkan barang-barang selir Runa ke kamar itu!" perintah Zaidan kepada para pelayan wanita. Para selir lainnya hanya bisa mematung di depan pintu kamar masing-masing tanpa berani bertindak apapun, bahkan mereka tak berani bernapas terlalu keras.     

Adella yang merupakan sekutu terbaik Vanessa saja tak berani bergerak, lututnya gemetar sejak tadi. Dia khawatir jika dia menimbulkan suara atau gerakan sedikit saja, dia bisa terseret pula. Maka dari itu, dia hanya bisa tundukkan kepala, menghindari masalah.     

Vanessa cerdas untuk segera mengambil kesimpulan bahwa diusirnya di dari kamarnya pasti ada kaitannya dengan Runa. "Kau! Kau pelacur cilik! Kau pasti yang telah mempengaruhi Tuan Zaidan! Kau! Lihat saja nanti! Aku ingin lihat bagaimana nasibmu jatuh! Lihat saja nanti!" Dia berteriak sebelum dilemparkan bersama barang-barangnya ke kamar bekas Runa.     

"Awasi dia dengan baik. Jangan sampai dia membuat masalah di rumah ini, terutama, jaga dia agar tidak mengganggu selir Runa." Zaidan Al Faiz berbicara tegas pada para penjaga dan pelayan.     

"Baik, Tuan. Kami mengerti." Mereka tidak mungkin tidak mematuhi perintah sang majikan.     

Kini, Runa berganti kamar dengan Vanessa. Runa menempati kamar paling bagus, paling besar dan paling mewah dengan fasilitas lengkap dan pelayan pribadi lebih banyak. Dari hal ini saja sudah bisa dilihat bahwa Runa kini memegang tampuk tertinggi di singgasana para selir.     

Ketika Runa melangkahkan kakinya di ruangan sangat luas bagai sebuah rumah single bahkan sepadan dengan griya tawang. Seakan, hanya membenamkan diri di sana seharian penuh tanpa keluar kamar saja sudah cukup. Semuanya sudah tersedia, untuk apa keluar?     

"Kau senang dengan ini?" Zaidan memeluk Runa dari belakang. Kumis tipisnya menggesek tengkuk Runa menyebabkan gadis itu bergidik geli.     

Runa menoleh ke samping. "Tentu saja senang. Tuanku ini sungguh pandai menyenangkan hatiku, sejak dulu."     

"Hahaha! Aku senang mendengar jawaban pintarmu, Runa," puji Zaidan dengan wajah senangnya.     

"Tuan … aku sungguh merindukanmu." Runa membalikkan badan menghadap Zaidan. "Bisakah aku menuntaskan kerinduan ini?"     

"Tentu! Hahaha! Apapun yang kau mau, sayank." Zaidan membopong Runa ke tempat tidur.     

Saat ini, Runa bagaikan selir kecil yang mendadak naik derajat menjadi selir utama di drama-drama kerajaan yang sering dia tonton. Rasanya sungguh memuaskan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.