Inevitable Fate [Indonesia]

Pertemuan Dengan Emir



Pertemuan Dengan Emir

0Ketika Runa sedang merasakan sesak di hatinya akibat perlakuan Zaidan Al Faiz, pagi menjelang siang itu Nathan Ryuu justru sedang berada di Abu Dhabi untuk menemui salah satu penguasa di kota metropolitan tersebut.     
0

"Wah! Sungguh tidak disangka bisa bertemu dengan salah satu raksasa besar dari Jepang!" Emir tersebut menjabat hangat tangan Nathan Ryuu ketika mereka sudah bertemu secara resmi di kediaman Sang Emir.     

Nathan Ryuu tak kalah ramah dan hangat menimpali. "Justru saya sangat berdebar-debar pada pertemuan sangat penting ini, Yang Mulia."     

Sungguh beruntung bahwa ayah Zayed Abbas Al Idris merupakan teman baik dari salah satu Emir di Abu Dhabi. Ini sangat memuluskan pertemuan keduanya.     

Kedua pria beda bangsa dan ras itu berbincang akrab meski baru kali ini bertemu. Ini membuktikan kepiawaian Nathan Ryuu dalam menggawangi perbincangan tetap hangat dan nyaman untuk lawan bicara.     

Sedangkan di luar ruangan, ada Zayed Abbas Al Idris dan juga ayahnya. Mereka tidak ikut masuk ke dalam ruangan itu dan menunggu saja di ruangan lain sambil berbincang dengan kerabat Sang Emir.     

Segera, Nathan Ryuu menyampaikan maksud kedatangan dia.     

"Wah! Sungguh sebuah kehormatan bagi kota ini jika Anda ingin membangun hal baik di sini, Tuan Onodera." Mata Sang Emir melebar sembari dua alis tebalnya naik terangkat tinggi-tinggi.     

"Saya hanya seorang pebisnis saja, Yang Mulia. Karena Abu Dhabi saya lihat sangat berkembang, maka tak ada salahnya membangun beberapa hal di sini. Saya percaya Abu Dhabi akan lebih besar dan kuat lebih dari sebelumnya." Mulut manis Nathan Ryuu terus membuai pendengaran Emir tersebut.     

"Hahaha! Ya, Anda benar! Dekade akhir ini, pembangunan di Abu Dhabi sangat melejit dan kami berhasil menjadi salah satu kota dan juga ibu kota yang sangat diperhitungkan di dunia." Lalu mereka mulai mengobrol mengenai bisnis.     

Setelah sekitar hampir satu jam mengobrol akrab, dua pria itu saling bangun dari kursi empuk dan berjabat tangan lagi.     

"Saya tak sabar ingin segera menyelesaikan resor dan rumah sakit di sini." Tak lupa, Nathan Ryuu menyebutkan 2 hal yang rencananya memang akan dia bangun di sini. "Mungkin akan joint venture dengan perusahaan Tuan Al Idris, tapi saya tidak berani meminta banyak dari Beliau."     

"Tak apa! Bangun saja semua yang Anda ingin bersama Tuan Al Idris. Yang saya ketahui, Beliau pengusaha hebat di Dubai. Ayo, perbanyak lakukan sesuatu yang baik di Abu Dhabi, jangan melulu Dubai yang Anda perhatikan, Tuan Onodera."     

"Hahaha! Inilah kenapa saya menyesal kenapa tidak sejak dulu menanamkan banyak hal bagus di kota ini, Yang Mulia. Maka, ijinkan sekarang saya membayar penyesalan saya." Nathan Ryuu menerima jabat tangan erat dari Sang Emir sebelum pintu dibuka.     

Kali ini, Nathan Ryuu bertaruh besar di Abu Dhabi. Semuanya demi untuk melibas Zaidan Al Faiz yang telah begitu berani menyenggol dirinya.     

Setelah pertemuan penting dengan salah satu Emir yang dipercaya presiden Abu Dhabi, kini Nathan Ryuu merasa langkahnya lebih ringan dan mudah. Zaidan ingin bersaing dengannya. Silahkan saja mengadu kekuatan dengan dirinya. Nathan Ryuu tak akan segan-segan menunjukkan seberapa kuat dirinya.     

Di tempat lain, Runa sedang merenungi nasibnya. Namun, dia tak bisa berlama-lama karena Vanessa sudah mulai bangun dan hanya melirik sekilas ke arahnya sebelum pergi ke kamar mandi.     

Karena Runa tak ingin banyak membuat keributan, ia diam saja dan setelah Vanessa selesai dari kamar mandi, dia memberanikan diri bertanya ke Vanessa, "Bisakah aku kembali ke kamar Zaidan?"     

Vanessa menatap remeh ke Runa dan berkata, "Kau yakin ingin kembali ke kamar dia? Aku yakin saat ini kamarnya masih ada perempuan lain. Yakin ingin bergabung di sana?" Nada cemoohan Vanessa terasa mengiris pendengaran Runa. Lagi-lagi Zaidan Al Faiz mencari perempuan lain hanya untuk bersenang-senang. Kenapa tidak dirinya saja? Kenapa harus ke perempuan lain? Untuk apa dia menjadi selir jika lelakinya dipuaskan perempuan lain? Harus berapa rival yang akan dia hadapi nantinya? Perasaan Runa meraung tak terima.     

Ketika Vanessa melangkah ke balkon kamar sambil membawa rokok, Runa mengikutinya. Lebih baik dia bersama si wanita ular ini ketimbang di dekat Yazdan si gaek yang masih saja lelap tidur.     

"Mau apa kau ikut ke sini?" tanya ketus Vanessa saat melihat Runa membuntuti dia hingga ke balkon. Dua kakinya sudah dinaikkan ke kursi kayu besar di sana, tak menghiraukan gaun mahalnya tersingkap hingga pangkal paha. Gayanya mirip gadis belia sedang bersantai.     

"Aku ... aku ingin bertanya beberapa hal padamu." Segera, Runa memutar otak untuk mencari alasan agar dia diperbolehkan berada di dekat Vanessa. Meski enggan, itu lebih baik daripada si gaek di atas kasur.     

Vanessa menyesap rokok yang sudah dia nyalakan dan menghirup dalam-dalam sebelum dihembuskan secara pelan melalui mulut. "Katakan, hal macam apa yang ingin kau ketahui? Lagipula, Zaidan sudah memberitahu aku agar aku bisa mendidik para jalang juniorku."     

Mengabaikan sakit hati disebut jalang, Runa bertanya, "Apakah melayani ayah atau kerabat Zaidan merupakan keharusan bagi kita?"     

Mata biru Vanessa menatap sejenak ke Runa dan kemudian wanita itu tertawa santai. "Hahaha ... jadi pertanyaan macam itu yang ingin kau ketahui hingga kau mengikutiku seperti anjing?"     

Sekali lagi, Runa memilih untuk menelan cemoohan Vanessa padanya meski itu pahit sekalipun. "Ya, salah satunya itu. Aku ... aku hanya ingin bertindak yang layak saja."     

Vanessa memajukan dirinya ke arah Runa yang sudah duduk di kursi sebelahnya dan berkata dengan wajah meremehkan, katanya, "Kau harus bersiap-siap menjadi pelacur bagi Zaidan. Mungkin tak hanya keluarga atau kerabatnya saja yang harus kau puaskan, bahkan mungkin juga anjingnya di dalam kandang atau kuda di istalnya jika dia ingin."     

Mendengar jawaban sinis dari Vanessa, alangkah terkejutnya Runa. Matanya membelalak lebar. Dengan suara bergetar, dia bertanya lagi, "Apakah ... apakah anjing atau kuda yang kau sebutkan tadi ... sungguh-sungguh anjing dan kuda binatang? Bukan kiasan?"     

Dada Runa bagai ada dentuman demi dentuman hebat saat membayangkan jika nantinya dia harus melakukan persetubuhan dengan binatang atas perintah Zaidan Al Faiz. Betapa mengerikannya!     

"Yah, kalau kau ingin tahu lebih jelas mengenai itu, kau bisa bertanya ke Bonit." Vanessa menjawab dengan santai.     

Runa nyaris tersedak saliva sendiri. Bonit? Apakah Bonita pernah dipaksa melakukan hal gila itu? Rasanya tak mungkin. Namun, dari cara Vanessa menjawab, itu sangat mengindikasikan bahwa benar Bonita sudah pernah dipaksa bersenggama dengan salah satu binatang peliharaan Zaidan Al Faiz.     

Gila! Lelaki itu sudah terlalu gila! Bagaimana ini? Apakah dia lebih baik kabur saja? Membayangkan dirinya disetubuhi anjing, lalu mendapatkan apa? Tas merk terkenal? Hanya untuk mendapatkan tas maka dia harus bersedia diperkosa binatang?     

"Kenapa? Kau sudah mulai menyesal sekarang?" Vanessa melirik sambil hembuskan asap rokoknya ke Runa meski dia sudah kembali merebahkan punggungnya di kursi. "Atau kau ingin melarikan diri?"     

Runa menegang. Kenapa Vanessa bisa membaca pikirannya? Ia mematung menatap Vanessa tanpa bisa berkata apapun. Terlalu syok.     

"Kukatakan padamu, pelacur junior, kau tak akan bisa melarikan diri jika sudah dalam genggaman Zaidan. Tapi silahkan saja jika nasibmu ingin seperti seorang pelacur sebelum dirimu, melarikan diri lalu tertangkap dan dilemparkan ke dalam kolam buaya milik teman Zaidan."     

Runa makin gemetar. Benar-benar tak ada jalan keluar?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.