Inevitable Fate [Indonesia]

Pertemuan Dengan Pangeran Kerajaan Bisnis Al Idris



Pertemuan Dengan Pangeran Kerajaan Bisnis Al Idris

0Zayed Abbas Al Idris adalah lelaki Timur Tengah yang tinggal di Dubai semenjak menyelesaikan kuliahnya. Dia fokus membantu ayahnya menangani bisnis raksasa sang ayah di Dubai.     
0

Lelaki itu juga merupakan teman baik Nathan Ryuu ketika kuliah di Perancis dulunya. Hingga kini, mereka menjalin hubungan baik tanpa cela. Bahkan, Onodera muda ini menginvestasikan 'sedikit' uangnya ke beberapa mega proyek di Dubai. Salah satunya di Palm Jumeirah. Nathan Ryuu memiliki sebuah hotel dan kasino di sana.     

Tidak hanya itu saja, Nathan Ryuu juga ikut menanamkan modal pada beberapa mega proyek Dubai, seperti di kawasan Al Seef yang kini banyak disebut sebagai Kota Aladdin, Al Rostamani Maze Tower, dan Dubai Creek Tower.     

Sementara itu, dia membeli satu lantai di salah satu tower terkemuka di Dubai yang dia sewakan dan menghasilkan banyak uang untuk membuncitkan rekeningnya.     

Tidak itu saja, dia pun memiliki satu unit apartemen besar yang ia sewakan juga di pulau buatan, Bluewater Island.     

Bisa dibilang, Nathan Ryuu suka melirik mega-mega proyek di seluruh dunia untuk 'menitipkan' uang atau sahamnya di sana sebagai investasi masa depan. Dia memang lelaki bervisi jauh ke depan. Mungkin inilah kenapa ayahnya, Onodera Shigeru, menjadikan dia pewaris SortBank Group. Karena dia memiliki pandangan jauh ke depan mengenai bisnis dibandingkan kedua kakaknya.     

Di malam harinya, dua pria dengan kuasa besar itu saling berpelukan dan menggosokkan hidung satu sama lain sebagai ungkapan salam kepada teman baik atau orang dekat di budaya Timur Tengah.     

"Sudah begitu lama tak bertemu dirimu secara fisik begini, Ryuu." Senyum lebar Zayed Abbas Al Idris diiringi tepukan beberapa kali ke lengan teman baiknya.     

"Ha ha, kau benar, Zayed. Cukup lama tidak bertemu pandang begini secara langsung denganmu." Nathan Ryuu membalas tak kalah hangat. "Kita lebih banyak bertemu di layar, ha ha ha!"     

"Ha ha, benar! Itu karena kau terlalu sibuk menjadi penguasa Jepang, Ryuu."     

"Hei, penguasa apanya. Kau terlalu memandang tinggi diriku. Dibandingkan kau yang pangeran di Dubai ini, apalah aku ini."     

"Jangan membuat perutku mulas tanpa sebab dari ucapan ngawurmu itu, Ryuu. Pangeran apanya?"     

"Kau adalah pangeran dari kerajaan bisnis ayahmu, benar kan? Aku tak mungkin salah, kan?"     

"Ha ha ha, kau memang pandai berbicara yang menyenangkan hati sejak dulu mula, Ryuu. Aku tak berani bersaing di bidang itu denganmu."     

"Fu fu fu... Ohh ya, bagaimana kabar ayahmu? Pastinya lebih berkuasa lagi sekarang sejak kau ikut menghunuskan pedang di belantara bisnis, ya kan?"     

"Kau ini pintar bicara, Ryuu, ayah baik-baik saja dan atas doa banyak orang baik, Beliau selalu sehat."     

Kemudian, Nathan Ryuu memperkenalkan Itachi yang dibawanya ke jamuan makan malam pribadi tersebut. Itu merupakan jamuan yang diadakan di salah satu hotel besar milik Zayed Abbas Al Idris di Palm Jumeirah.     

"Ohh, rupanya ini yang sering kau banggakan sebagai ujung tombakmu, Ryuu." Zayed Abbas Al Idris menjabat tangan Itachi yang terulur padanya sembari lelaki berparas dingin itu menundukkan kepala dalam-dalam padanya.     

"Koreksi, dia bukan ujung tombakku, melainkan meriam terbaikku, ha ha ha!" Nathan Ryuu sedang memberikan pujiannya yang tertinggi pada Itachi. Lelaki itu memang layak dengan sebutan tadi. Meriam Nathan Ryuu.     

Kemudian, mereka mulai berbincang dan bersantap diiringi bercanda akan masa lalu, sesekali.     

Hingga setelah semua piring dan gelas kotor disingkirkan pelayan dari meja dan menyisakan red wine kualitas terbaik hotel itu, Zayed Abbas Al Idris mulai memasang wajah serius. "Jadi, kau benar-benar diganggu oleh si bocah manja itu? Siapa namanya?"     

"Zaidan Al Faiz. Dia berasal dari Abu Dhabi dan sepertinya keluarga dia cukup memiliki nama di sana." Nathan Ryuu menyebutkan nama lelaki yang sudah cukup membuat bisnisnya terganggu beberapa minggu ini.     

"Aku bisa membereskan dia dengan mudah untukmu, Ryuu."     

"Tidak, jangan lakukan itu, kawan. Aku ingin menggilas dia dengan tanganku sendiri. Aku ke sini hanya ingin mengunjungi dirimu."     

"Pembohong! Ha ha! Jangan samakan aku dengan para wanita pengejarmu yang akan dengan patuh mempercayai omonganmu, Ryuu." Lalu, Zayed Abbas Al Idris pun tertawa keras.     

Nathan Ryuu ikut tertawa lepas dan kemudian berkata, "Yah, itu adalah jadwal pertamaku di sini."     

"Jadwal kedua?"     

"Apalagi selain melibas si anak manja! Ha ha ha!"     

"Ha ha ha!"     

Keduanya tertawa lepas tanpa beban.     

Setelahnya, Zayed Abbas Al Idris berkata lagi, "Kalau kau butuh apapun di sini, beritahu aku. Jangan sungkan. Aku tak mau kawan baikku terlantar dan kecewa selama di tempatku."     

Senyum kecil Nathan Ryuu muncul sambil dia mengusap-usap gelas wine di depannya, dan menyahut, "Aku akan merepotkanmu, kalau begitu. Terima kasih."     

"Tak perlu sungkan begitu, kawan. Kau juga bisa dikatakan guru bisnisku dan penyemangat aku sejak dulu. Sudah sepantasnya aku repot untuk membantumu."     

"Baiklah kalau begitu, aku tidak akan sungkan lagi. Zayed, bisakah kau mempertemukan aku dengan salah satu penguasa di Abu Dhabi? Aku kurang memiliki akses ke sana." Akhirnya, Nathan Ryuu mengungkapkan tujuan asli kedatangannya ke Dubai.     

Zayed Abbas Al Idris menganggukkan kepala. "Bukan sesuatu yang sulit. Kebetulan ayahku memiliki teman baik dengan salah satu penguasa Abu Dhabi. Nanti akan aku bicarakan dengan Beliau."     

-0—00—0-     

Beberapa hari berikutnya, terjadi huru-hara di kediaman megah keluarga Al Faiz.     

"Bagaimana bisa walikota membatalkan proyekku?" Seruan itu datang dari kepala keluarga Al Faiz, Yazdan alias ayah dari Zaidan. Wajah Beliau terlihat merah padam menahan amarah.     

"Ayah, ada apa?" Hasan, sang putra mahkota maju untuk menenangkan ayah yang murka.     

"Hasan, kau harus mengurus ini untukku! Temui pihak walikota dan tanyakan kenapa proyek yang sudah disepakati tiba-tiba saja dibatalkan? Aku tak bisa menerima ini!"     

"Baik, ayah, baik. Tentu aku akan secepatnya menghubungi staf walikota dan meminta bertemu dengannya. Ayah bisa tenang dulu." Hasan Al Faiz mengelus-elus dada ayahnya, sementara beberapa anggota keluarga lainnya hanya bisa diam tanpa berani berkomentar.     

Kuasa ayah Zaidan begitu absolut di rumah megah ini. Apapun perkataan Beliau sama dengan titah raja bagi mereka.     

Tak berselang lama, masuklah Zaidan Al Faiz ke dalam ruangan. Dia melihat suasana tegang di dalam rumah dan bertanya pada sang ayah, "Ada apa, Ayah? Sepertinya kau sedang kesal akan sesuatu."     

"Walikota meremehkanku!" Lalu Beliau menceritakan secara garis besar bagaimana proyeknya dihentikan begitu saja oleh walikota setempat.     

"Sudah, sudah, abaikan saja walikota bodoh itu, Ayah." Zaidan seakan mendapatkan celah untuk menyenangkan sang ayah. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar menggunakan yacht-ku? Ayo kita ke Dubai dulu, siapa tahu Ayah bisa menemukan sesuatu yang menyenangkan matamu."     

Yazdan Al Faiz menarik napas panjang. "Hm, baiklah. Atur kapalmu untuk aku." Beliau setuju. Zaidan merupakan putra yang paling paham bagaimana menghibur ayahnya. Lalu, Beliau beralih ke Hasan. "Aku serahkan urusan walikota padamu."     

"Baik, Ayah." Hasan mengangguk. Sebagai putera mahkota, dia harus bisa menangani permasalahan dalam kerajaan bisnis ayahnya. Kalau dia tak mampu menyelesaikan permasalahan walikota ini, dia yakin kedudukannya akan diserobot adik-adiknya yang lain, entah dari ibu yang sama atau lain ibu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.