Inevitable Fate [Indonesia]

Rumah Harem Zaidan Al Faiz



Rumah Harem Zaidan Al Faiz

0Alangkah terkejutnya Runa ketika melihat bahwa di rumah itu tidak hanya dia saja perempuan muda di sana. Ada 6 lainnya! Dan mereka masih muda seperti dirinya. Apakah mereka saudari-saudari Zaidan Al Faiz?     
0

Jikalau memang mereka saudari Zaidan Al Faiz, tentunya fitur wajah mereka akan mirip, kan? Tapi ini berbeda-beda. Ada yang mirip orang Amerika, ada juga yang seperti orang Eropa, ada pula perempuan berfitur Asia Tenggara, bahkan ada perempuan berfitur wajah orang dari semenanjung Balkan. Tak mungkin saudari Zaidan Al Faiz tersebar di seluruh dunia, kan?     

Belum selesai Runa berpikir mengenai itu, Zaidan Al Faiz sudah berbicara lagi, "Aku harap kalian semua bisa membaur dengan baik dan saling rukun. Nah, aku tinggal dulu, silahkan saja berkenalan dengan wanita baruku." Setelah bicara begitu, Zaidan Al Faiz pun putar badan dan melenggang pergi.     

Sepeninggal Zaidan Al Faiz, seorang perempuan berfitur wajah Amerika maju mendekat ke Runa dan berkata, Kau, siapa namamu?"     

Menggunakan bahasa Inggris, Runa menjawab, "Namaku Runa. Aku dari Jepang. Kalian... apa kalian saudari Zaidan?"     

Begitu mereka mendengar pertanyaan Runa, mereka mulai tertawa serempak. Salah satu yang berwajah seperti orang Asia Tenggara berkata, "Saudari Zaidan? Kau terlalu tinggi berkhayal. Jangan-jangan kau juga berkhayal kau calon istri Zaidan?"     

Setelah itu, 6 wanita tersebut terkekeh sembari menatap remeh ke Runa.     

"Aku beritahu kau, bocah lugu, lebih baik jauhkan khayalanmu, apapun itu."     

Ucapan mereka membuat Runa kian bingung. Ia menatap keenam wanita secara bergantian. "Maksudnya... bagaimana?"     

"Kau adalah selir baru Zaidan, mengerti? Dan kami adalah seniormu. Jadi mulai sekarang, jangan bertingkah tinggi dan bersikap yang benar di sini." Wanita berfitur wajah mirip orang dari Semenanjung Balkan mendekatkan wajah cantiknya sambil setengah berbisik. Wajah cantiknya terlihat culas saat tersenyum. Yang lainnya terkikik dan setelah itu keenam wanita pun masuk ke kamar masing-masing yang ada di ruang luas itu, meninggalkan Runa dalam kebingungan.     

Saat sedang bingung seperti itu, seorang wanita setengah baya yang berwajah serius datang mendekat ke Runa dan berkata, "Selamat datang di rumah harem milik Tuan Muda Al Faiz. Saya Shahnaz, kepala pelayan di sini."     

"A-Apa? Ru-Rumah... harem?" Bola mata Runa membulat lebar mendengar penjelasan dari wanita tua bernama Shahnaz.     

"Benar, ini adalah rumah harem milik Tuan Muda Zaidan." Shahnaz menganggukan kepala beserta wajah serius yang menunjukkan karakter kaku serta dingin dia.     

"Ini... ini bukan rumah pribadi Zaidan?"     

"Bukan. Rumah pribadi Tuan Muda ada di selatan kota, tak jauh dari sini."     

"Mereka... mereka berenam tadi... sungguh selir-selir Zaidan?"     

"Benar. Yang berambut pirang panjang berombak adalah Nona Vanessa. Yang berambut pirang pendek adalah Nona Tisha. Yang berambut cokelat berombak adalah Nona Aida. Yang berambut cokelat panjang lurus adalah Nona Mischa. Yang berambut merah panjang berombak adalah Nona Elle. Yang berambut pirang panjang dan lurus adalah Nona Monita."     

Runa mendengarkan penjelasan panjang dari Shahnaz mengenai nama-nama selir Zaidan Al Faiz. Ia tak begitu bisa menghafal semua nama itu berdasarkan dari tatanan rambut semata. Apalagi saat ini enam wanita itu tidak di depan matanya ketika dijelaskan Shahnaz akan nama mereka. Yah, mungkin lain kali saja dia akan lebih mengenali mereka setelah ini, setelah dia bertemu lagi dengan mereka. "Terima kasih, Bu Shahnaz."     

"Saya akan membawa Anda ke kamar Anda. Ikuti saya." Shahnaz berbalik badan dan berjalan.     

Segera Runa mengikuti Shahnaz sambil menyeret koper dan membawa tas besarnya. Ternyata dia akan memiliki kamar pribadi. Yah, tentu saja, dia selir baru di sini.     

Selir.     

Memikirkan kata tersebut, membuat Runa menghela napas panjang. Ternyata dia hanyalah seorang selir bagi Zaidan Al Faiz. Calon istri apanya? Cukup berpuaslah dengan status selir saja. Apakah hanya begini saja akhir dari kehidupan impian Runa?     

Shahnaz membuka sebuah ruangan yang kini menjadi kamar pribadi Runa. Begitu pintu terbuka, semerbak harum bunga yang tidak terlalu familiar di hidung Runa segera menyeruak masuk ke indera penciuman dia. Sudah pasti Zaidan Al Faiz membiarkan Runa tinggal di rumah pondok kecil selama 3 hari pastinya untuk mempersiapkan ruangan ini.     

Memikirkan mengenai itu, hati Runa sedikit terasa hangat setelah merasa kecewa sebelumnya. Setidaknya Zaidan Al Faiz masih mempunyai niat baik agar dia mendapatkan kamar yang layak.     

"Ini kamar Anda, Nona Runa." Shahnaz tentunya mengetahui nama Runa dari pemilik rumah ini. "Kalau ada apa-apa yang Anda butuhkan atau tanyakan, silahkan hubungi pelayan menggunakan telepon di sana." Shahnaz menunjuk ke sebuah meja kopi di dekat pintu. Di sana memang ada telepon.     

"Iya, Bu Shahnaz. Terima kasih." Runa menganggukkan kepala ke Shahnaz sebagai rasa terima kasihnya.     

Kemudian, Shahnaz pun pergi keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan Runa saja di sana.     

Sepeninggal Shahnaz, Runa mulai menjelajahi kamar pribadinya. Cukup luas dan menyenangkan meski tidak seperti tempat tidur tuan putri di kisah 1001 Malam. Semuanya ditata dengan nuansa modern. Runa cukup puas dengan kamarnya.     

Lalu, dia pun mulai mengosongkan isi koper besarnya untuk dipindahkan ke lemari yang tersedia.     

Selir, dia hanyalah selir saja statusnya di tempat asing ini. Dan dia harus berpuas diri dengan status tersebut.     

Ketika Runa sedang menikmati kamar barunya, dia mendengar bunyi ketukan pelan di pintu. Mau tak mau, dia bangkit dari kasur dan berjalan ke pintu.     

Ketika membuka pintu, Runa mendapati seorang wanita muda dengan rambut pirang panjang lurus sedada. Ia berusaha mengingat-ingat penjelasan Shahnaz tadi. Dari fitur wajahnya, mirip orang Asia Tenggara. Tapi siapa? Yang mana? Zaidan Al Faiz terlalu banyak memiliki selir!     

"Hai! Namaku Monita. Tapi kau bisa memanggilku Monet. Bisakah aku masuk?" Monet tersenyum ramah dengan lebarnya ketika bicara.     

"Ahh, ya, maaf. Silahkan masuk!" Runa segera mempersilahkan Monet masuk ke kamarnya. Ketika Monet sudah mengikuti dia ke dalam kamar, ia berkata, "Namaku Runa. Salam kenal." Ia mengulurkan tangan ke Monet.     

Monet menatap terlebih dahulu uluran tangan Runa, namun tak lama kemudian dia menjabat tangan itu. "Halo, Runa. Selamat datang di rumah harem Zaidan."     

Tak berapa lama, keduanya larut dalam percakapan ala gadis-gadis muda.     

"Kau dari Jepang, yah! Wah ceritakan hal-hal keren di sana! Aku selalu ingin mencoba pergi berlibur ke Jepang, tapi Zaidan terlalu sibuk."     

"Ahh, hanya negeri dengan banyak kuil dan beberapa tempat dengan pemandangan indah."     

"Kau bertemu Zaidan di Jepang?"     

"Ya."     

"Apakah dia royal padamu? Barang apa saja yang sudah dia berikan padamu?"     

"Ohh, um, yah seperti baju, sepatu, tas, dan beberapa perhiasan."     

"Ahh, sepertinya benda-benda standar yang biasa dia hadiahkan ke selirnya. Lalu, apakah dia mesra padamu?"     

"Um, iya."     

"Kukatakan padamu, jangan terlalu mencolok di depan Vanessa. Dia kepala suku di rumah ini! Hi hi hi!"     

"Ehh? Kepala... suku?"     

"Maksudku... dia seperti big boss di sini. Penguasa tempat. Paham, kan?"     

"O-Ohh, iya, aku paham."     

"Usahakan kau tidak terlalu menonjol atau Vanessa akan mempersulit hidupmu. Dia tak suka mendapatkan saingan berat. Kau tahu, dia selir pertama Zaidan, makanya bertingkah sok senior di sini."     

"Ahh, rupanya begitu."     

"Pokoknya, kau waspada saja dengan Vanessa. Ohh, dan juga Aida! Dia tangan kanan Vanessa, tukang lapor yang menyebalkan."     

Mendengar cerita Monet, Runa mengangguk-angguk saja. Dalam hatinya, dia tak heran mengenai persaingan di rumah selir ini karena beginilah wanita bila ditempatkan bersama dengan saingan-saingannya, akan saling sikut dan perang gerilya pasti terjadi antara mereka untuk menjadi yang paling diinginkan oleh pria pemilik rumah yang bagaikan raja saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.