Inevitable Fate [Indonesia]

Meminta Maaf



Meminta Maaf

0Sepertinya Zuko sedang dimanjakan oleh Itachi dan Nathan Ryuu. Seakan kedua pria itu saling bekerjasama agar Zuko lekas menanggalkan bayangan Runa di hati dan pikirannya.     
0

Nampaknya cara keduanya cukup mumpuni karena kini Zuko sudah mulai bisa tersenyum dan bercanda konyol dengan pegawai SortBank lainnya.     

Walau begitu, setiap Zuko ingin naik ke ruangan Itachi, lelaki dingin itu melarang keras dan tegas.     

"Jangan ke sini! Aku tak ingin melihat wajah jelekmu itu." Begitu setiap kali Zuko ingin main saja ke ruangan Itachi di waktu luangnya daripada tak ada pekerjaan.     

Bahkan, jika Zuko bersikeras tetap naik ke lantai ruangan Itachi, pintu di sana tidak akan dibukakan oleh Itachi apapun yang terjadi meski Zuko merengek sekalipun.     

Melihat adegan lucu dan aneh itu, Akeno terkikik. "Pak, kau benar-benar tidak ingin membukakan pintu untuknya?"     

"Tidak perlu." Itachi kembali berkonsentrasi mengurus dokumen di depannya.     

"Tapi bukankah Zuko sudah berdiri mengetuk cukup lama, Pak?" Akeno sambil menoleh ke arah pintu yang dikunci Itachi.     

"Biar saja."     

"Walau sampai jarinya patah, Pak?"     

"Biar saja."     

"Walau suara ketukannya sudah mulai berirama seperti musik begini?"     

"Anggap saja tambahan hiburan untukmu."     

"Walau—"     

"Akeno, kau ingin menentang keputusanku?" Tatapan setajam elang Itachi segera menusuk ke mata Akeno.     

Sekejap berikutnya, Akeno tak berani membuka mulutnya dan menunduk menahan tawa dan mengerjakan pekerjaannya lagi.     

Satu yang diyakini Akeno atas tindakan Itachi melarang Zuko masuk ke ruangannya, yaitu agar Zuko tidak terkenang lagi akan jejak Runa di ruangan itu.     

Namun, Akeno bertanya-tanya dalam hati, kalau mobil saja bisa ditukar dengan yang baru untuk meniadakan jejak Runa, apakah ruangan kantor ini pun akan diganti Itachi demi Zuko?     

Membayangkan itu terjadi, Akeno nyaris menyemburkan tawa gelinya. Bisa gawat kalau Itachi mendapati dia tertawa meski itu kecil di saat begini.     

-0—00—0-     

Nathan Ryuu baru saja menyirami tanamannya di taman balkon samping pagi itu setelah selesai mandi ketika terdengar suara bel di pintu depan penthouse-nya.     

Sedikit terheran-heran dan bertanya dalam hati siapa tamunya sepagi ini karena dia tidak mengundang Itachi maupun Zuko hari ini.     

Maka, setelah menaruh gembor plastik untuk menyiram tanaman, pria Onodera pun berjalan keluar dari balkon besar di samping penthouse-nya dan penasaran siapa gerangan si tamu.     

Ketika dia melihat tamunya melalui layar door viewer camera, dia agak terkejut setelah mengetahui siapa si tamu. Namun, tanpa memiliki prasangka buruk apapun, Nathan Ryuu membukakan pintu.     

Begitu pintu dibuka, segera saja Runa membungkukkan badannya dalam-dalam pada Nathan Ryuu.     

"Selamat pagi, Tuan Ryuu." Itu benar-benar Runa.     

"Hm, ya, selamat pagi." Nathan Ryuu membalas. "Dengan siapa ke sini?"     

"Sendiri saja, Tuan."     

"Hm, ya sudah, masuklah."     

Runa mengikuti Nathan Ryuu ke dalam penthouse. Mata Runa masih menangkap aroma kemewahan seperti yang pernah dia ketahui dari tempat luas ini. Sungguh membuat iri saja.     

Nathan Ryuu memilih duduk di sofa panjang ruang tengah dan berkata ke Runa. "Silahkan jika ingin ada yang kau bicarakan denganku."     

Sedikit terkejut mendengar ucapan Nathan Ryuu, Runa tak menyangka pria Onodera itu langsung berbicara terus terang langsung ke inti. Terlebih, sepertinya ada nada kurang bersahabat dari sang pria.     

"Saya … saya ke sini …." Runa agak bimbang, kepalanya tertunduk sejenak sebelum mulai menatap lagi ke Nathan Ryuu meski dengan takut-takut. "Apakah … apakah Rei-chan di rumah?"     

"Kalau dia di rumah, apakah aku yang akan membukakan pintu untukmu?" sindir Nathan Ryuu.     

"A-Ahh, iya, betul juga, Tuan." Runa merasa begitu bodoh sudah mengucapkan kalimat seperti tadi. Dia berjuang meniadakan kegugupannya. Harusnya dia ingat bahwa Reiko tidak akan ada di jam seperti ini. Terlebih setelah Reiko memiliki album comeback, pasti akan jarang berada di rumah bersama suaminya.     

"Silahkan bicara langsung saja, Runa." Nathan Ryuu masih berusaha terlihat baik meski dia ingin menampilkan taringnya sejak tadi. Sudah berapa banyak dia melakukan untuk Runa? Sudah berapa banyak pula dia harus ikut repot ketika Zuko patah hati?     

Meski bukan mengenai uang, namun Nathan Ryuu paling tak suka dengan sebuah pengkhianatan. Itu sungguh mengingatkan dia akan sebuah pengalaman buruk.     

"Tuan … Tuan Ryuu … aku tahu aku sangat bersalah pada Tuan. Oleh karena itu … oleh karena itu … aku … aku ke sini untuk … untuk meminta maaf. Tuan, aku benar-benar meminta maaf padamu." Runa kembali membungkuk ojigi sedalam mungkin.     

"Hm, baiklah. Aku menerima permintaan maafmu, dan sekarang, kau bisa pergi." Nathan Ryuu sudah tak mau perduli lagi dan ingin gadis yang berdiri di depannya segera pergi.     

Namun, tindakan Runa berikutnya sungguh tidak pernah diduga-duga oleh Nathan Ryuu.     

Tanpa aba-aba apapun, mendadak saja Runa melepas bajunya satu persatu di depan Nathan Ryuu hingga telanjang sepenuhnya.     

Mata Nathan Ryuu tetap terbuka dan memicing tajam ke Runa dari awal sampai gadis itu telanjang bulat. Dia tidak mau memejamkan mata karena itu akan menandakan dia berjuang menahan diri. Tidak, dia tidak perlu berjuang apapun mengenai itu karena sedari awal dia tidak tertarik meski tubuh indah itu tersaji di depannya.     

"Tuan … saya bersalah … dan ijinkan saya … ijinkan saya untuk membayar kesalahan saya dengan ini … karena saya juga paham … pasti Tuan kesepian …." Entah apa yang merasuki Runa sampai dia bisa berkata demikian rendah. Dia hendak menggoda Nathan Ryuu hanya karena pria itu sering ditinggal istrinya?     

Alih-alih melihat tatapan berminat dari Nathan Ryuu, Runa justru mendapati tatapan tajam seakan mata itu hendak mencabik-cabik dirinya. Ini membuat dia kecut dan salah tingkah. Apakah dia keliru?     

"Runa, kusarankan agar kau lekas pergi sekarang juga. Aku masih memandangmu sebagai sahabat Reiko, maka dari itu aku tidak ingin menurunkan tangan kejamku padamu." Nathan Ryuu masih menatap kejam ke Runa.     

Mendadak saja, Runa bergidik, bulu kuduknya meremang. Bukan akibat pendingin udara di ruangan ini tapi tatapan mengerikan dari Nathan Ryuu.     

Karena itu, Runa pun lekas memakai kembali pakaiannya dan sibuk meminta maaf pada Nathan Ryuu sebelum pria itu menghubungi pihak keamanan untuk menjemputnya keluar dari sana.     

Setelah Runa dibawa pergi 2 petugas keamanan, Nathan Ryuu segera menghubungi kantor sekuriti gedung. "Tolong lain kali jangan bolehkan gadis tadi naik ke tempatku."     

"Baik, Tuan. Maaf sudah membiarkan dia naik ke tempat Tuan. Itu karena dia berkata dia berkawan baik dengan istri Tuan." Kepala sekuriti sendiri yang menerima telepon Nathan Ryuu.     

"Hm, ingat ucapanku tadi." Kemudian, Nathan Ryuu menutup teleponnya. Dia menarik napas panjang dengan gemuruh murka di hatinya.     

Seketika saja, Nathan Ryuu merasa tertipu. Dia mengira Runa adalah gadis yang memang pantas diselamatkan, namun nyatanya … tak hanya menggigit tapi juga menerjang dengan cakar.     

Tapi, segera pria Onodera itu berpikir, "Sepertinya Reiko jauh lebih tertipu. Tsk!"     

Entah apa kira-kira reaksi Reiko jika dia tahu sahabat yang dia hargai ternyata hendak menggoda suaminya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.