Inevitable Fate [Indonesia]

Terang Benderang



Terang Benderang

0heeojigi joeun nal weoryoireun anilgeol ((Senin bukan waktu baik untuk putus dari kekasih))     
0

jumari neomu meoljana .. eongmangi dwelgeol 7 days ((karena akhir minggu masih terlalu jauh .. 7 hari berikutnya bisa ikut berantakan))     

- Thursday's Child Has Far To Go by TXT -     

========     

Itachi, Akeno, dan terutama Zuko, kaget bukan kepalang mendengar Zaidan Al Faiz mengajak Runa dengan cara yang intim, bahkan dari panggilannya sekalipun.     

Belum habis rasa terkejut mereka, Runa sudah beringsut dari depan meja Itachi untuk menjauh dari orang-orang di sana dan berjalan ke lelaki Abu Dhabi itu.     

Segera saja, lengan kekar berbulu lebat Zaidan Al Faiz melingkar enteng di pinggang Runa. "Nah, ayo kita berangkat. Kapal kita sudah menunggu."     

Bersikap takut-takut, Runa mengangguk pelan.     

Namun, tentu saja Zuko tak tinggal diam, dia lekas berjalan dan menghadang keduanya sebelum mencapai pintu. "Runa! Runa-chan! Bisa jelaskan padaku apa ini maksudnya?" Bukannya berwajah marah, dia justru memasang raut sedih dan bingung.     

Itachi segera maju menghampiri Zuko. Apakah lelaki itu minta di pukul kepalanya karena otaknya terlalu bebal atau apa, sih? Apakah masih kurang jelas dari semua adegan yang ditampilkan Runa dan Zaidan Al Faiz? "Runa, jadi alasanmu berhenti karena kau hendak ikut Tuan Al Faiz?" Dia sebagai orang yang memiliki ruangan, harus segera menguasai situasi. Jangan sampai ada perkelahian konyol di sini gara-gara perempuan.     

Runa maju selangkah ke depan dan dia membungkuk dalam-dalam ke Itachi sambil berkata, "Pak, aku sungguh minta maaf jika ini mengecewakanmu. Dan aku sangat berterima kasih atas semua bimbingan dan ajaranmu."     

Itachi menarik panjang napas dinginnya sambil menatap Runa yang mulai tegakkan punggung dan gadis itu beralih membungkuk ke Akeno, dalam-dalam pula sama seperti yang dilakukan padanya.     

"Akeno-san, terima kasih telah menjadi kawanku yang sangat menyenangkan di kantor, juga bimbingan dan obrolan-obrolan kita yang menyenangkan. Aku harap kau dan Pak Itachi selalu berbahagia. Maafkan jika aku pergi sekarang." Runa mengucapkan kalimat perpisahannya dengan Akeno.     

"Hghh … Runa-chan … kau …." Akeno sampai tak bisa berkata apa-apa. Dia benar-benar kelu melihat kelakuan Runa.     

Kemudian, Runa mulai beralih ke Zuko seraya bungkukkan dalam-dalam saat melakukan ojigi, sama seperti dia kepada Itachi dan Akeno sebelumnya. "Zu-nii, aku tahu aku pasti sangat menyakiti hati Zu-nii, tapi … aku tak ada pilihan lain. Kuharap Zu-nii bisa menerima, dan aku berdoa semoga Zu-nii mendapatkan gadis yang jauh lebih baik dariku. Maaf jika ini jadi begini. Dan terima kasih atas segala cinta dan kasih sayangmu selama ini." Runa terus membungkuk dalam-dalam ke Zuko sembari mengucapkan kalimatnya.     

Ketika Runa kembali tegakkan badannya, dia melihat ada air mata sudah meleleh turun di pipi Zuko meski lelaki itu tidak mengeluarkan isak tangis. Ia tak bisa berbuat apa-apa, semua sudah terjadi dan dia harus memilih. Inilah pilihannya.     

"Runa … Runa-chan … kita sudah akan menikah 2 minggu lagi. Aku sudah mempersiapkan semua. Aku …."     

Tidak menanggapi kalimat Zuko dengan kata-kata, Runa hanya bisa memberikan bungkukan ojigi terdalam dia pada lelaki yang sudah dianggap mantan tunangan. Lalu, Zaidan Al Faiz menggamit kembali pinggang Runa dan membawa pergi gadis itu dari sana.     

"Ru-Runa … Runa-chan …." Zuko hendak membuntuti Runa.     

Itachi lekas menangkap lengan Zuko, mencegah lelaki itu untuk terlihat lebih bodoh dan menyedihkan di hadapan banyak orang. "Tak usah dikejar."     

"Itachi … Itachi-san …," rengek Zuko sembari terus melelehkan air mata. Wajahnya terlihat menyedihkan. Ia masih tak rela Runa dibawa pergi lelaki asing. Bahkan saat pintu ruangan ditutup Itachi, Zuko ingin berontak.     

"Apa yang akan kau harapkan dari situasi seperti tadi, hah?" Itachi menahan pintu agar tidak dibuka Zuko. "Apakah belum juga jelas bagimu bagaimana hubungan mereka berdua? Masih belum jelas?"     

"Itachi … kumohon … Akeno, tolong minta Itachi untuk menyingkir dari depan pintu. Aku harus mengejar pengantinku …." Air mata Zuko sudah tumpah ruah.     

Akeno makin sedih melihat Zuko. Dia bisa merasakan seperti apa sakitnya diperlakukan demikian oleh orang terkasih. Ia menggelengkan kepalanya dengan kepala tertunduk, ikut berduka untuk kemalangan Zuko.     

"Kini terjawab sudah tanda tanya yang pernah aku pikirkan kemarin." Itachi masih berdiri bersandar di pintu sambil melipat kedua tangan di depan dada, seakan tak menggubris tangisan Zuko. "Akeno, kau masih ingat kan saat aku bertanya mengenai outfit Runa hari itu?"     

"Ya, Pak. Masih ingat." Akeno mengangguk.     

"Maksudnya … apa? Apa yang kalian bicarakan?" Zuko menyusut ingus dan air matanya menggunakan tisu yang disodorkan Akeno.     

Itachi dengan telaten menjelaskan ke Zuko mengenai perubahan outfit Runa, termasuk kisaran harga dari outfit tersebut. Mata Zuko terbelalak kaget.     

"A-Apakah Runa-chan menjual dirinya kepada pria itu?" Zuko mulai cemas.     

"Tak penting apakah dia menjual diri atau tidak, yang penting dia sudah menentukan sikap dan memilih. Maka dari itu, Zuko, tak usah lagi khawatirkan dia. Kini kau harus mengurus dirimu sendiri saja." Ada nada marah di kalimat Itachi.     

"Ta-Tapi, Itachi … kasihan kalau ternyata Runa dipaksa lelaki itu! Bagaimana jika dia diancam?" Zuko rupanya masih ingin membela Runa.     

Bola mata Itachi berputar jengah mendengar kalimat Zuko. "Kau memang harus kupukul sesekali, yah!" Tangannya sudah terangkat di udara namun berhenti saat Zuko meringkuk melindungi kepala dengan tangan. "Hghh! Tak bisakah kau menyadari bahwa itu memang kemauan Runa sendiri untuk bersama lelaki itu? Atau kau masih ingin terus berada di dunia halusinasimu sendiri? Zuko, sadarlah dengan cepat agar kau juga bisa sembuh dengan cepat pula."     

"Ta-Tapi Itachi … aku … aku sepertinya dalam masalah."     

"Apa maksudmu, Zuko?"     

"Kau … kau ingat tentang aku hendak meminjam uang padamu, kan?"     

"Lalu?" Kening Itachi berkerut lalu berubah menjadi kerut curiga dan akhirnya kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi sambil setengah berseru, "Zuko! Kau tolol! Jangan katakan kau meminjam—"     

"Iya … aku meminjam renternir untuk biaya persiapan pernikahan." Zuko menundukkan kepala dalam-dalam, mirip anak kecil ketahuan salah di depan ibunya.     

Karena itu, Itachi jadi tak tega ingin memaki atau membentak kesal ke Zuko. Dia hanya menghela napas kasar yang panjang sebagai pelampiasan kekesalannya. "Kau … hghhhh! Sungguh ngawur, Zuko! Astaga, kau ini …." Itachi memijit keningnya sambil terus menghela napas.     

"Maafkan aku, itu karena aku sudah tak tahu harus mendapatkan uang dari mana lagi. Aku tak mungkin pergi ke bos mengenai ini." Suara Zuko melirih redup seperti hatinya.     

"Biarkan aku yang akan pikirkan cara agar kau tidak terkena masalah dengan renternir itu."     

"Tapi, Itachi-san …."     

"Diam dan turuti ucapanku atau aku dan Tuan akan marah padamu!" Itachi mendelik tegas.     

Zuko meringkuk lagi dan menganggukkan kepala. "Maafkan aku, Itachi-san. Aku … aku hanya lelaki yang mencintai kekasihku."     

"Dan kini saatnya bagimu untuk mematikan cintamu padanya dan lanjutkan hidupmu." Itachi mulai menjauh dari pintu. "Kalau kau sampai mencari mereka atau menemui mereka, maka kau sama saja ingin mempermalukan aku dan Tuan, kau mendengar itu, Zuko?" Ia melirik ke Zuko di belakangnya.     

Skakmat untuk Zuko. Padahal dia ingin segera lari dari sana dan mengejar Runa setelah Itachi bergeser menjauh dari pintu.     

.     

.     

Malamnya, Zuko tak bisa menahan diri lebih lama setelah menangis lama sejak pulang dari kantor SortBank.     

Dia merasa dia memang harus mencari tahu lebih dalam, apa yang membuat Runa beralih hati ke lelaki asing itu.     

Maka, dia memacu mobilnya malam itu ke arah apato Reiko, berharap bisa bertemu Runa di sana, atau mungkin ibunya untuk ditanyai.     

Namun, sayang sekali, ketika Zuko tiba di unit itu, seberapa banyak dia menekan bel, tidak juga ada yang membukakan pintu.     

Hampir satu jam Zuko bertahan di sana hingga menyerah dan keluar dari gedung itu. Kemudian, saat dia melangkah ke mobilnya, dia mendapatkan pesan dari Runa.     

[Zu-nii, aku pamit pergi dulu mengikuti Tuan Zaidan. Pakaian dan barang-barangku dan ibu yang ada di rumahmu, semuanya terserah hendak kau apakan. Maaf dan terima kasih untuk semuanya]     

Ketika Zuko hendak menghubungi nomor itu, tidak diangkat dan malah akhirnya tidak tersambung seakan nomor sudah tidak aktif lagi.     

Zuko patah hati.     

========     

It's Thursday mogyoire heeojyeo ((baiknya hari Kamis, kita harus putus di hari Kamis))     

geumyoiren shilkeot ureobeorigo .. toyoil bame giuneul nae .. iryoil haru deo itjana ((jadi aku bisa bebas menangis di hari Jum'at .. lalu malam Sabtunya aku bisa mengumpulkan tenaga .. dan masih ada waktu tersisa di hari Minggunya))     

- Thursday's Child Has Far To Go by TXT -     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.