Inevitable Fate [Indonesia]

Good Girl Gone Bad



Good Girl Gone Bad

0nareul beorideon neoege .. kkoril heundeureotteon nae PAST ((kau terus saja mencampakkan aku .. ekorku bergoyang untukmu itu di masa lalu))     
0

buseojin gibuneun waenji nappeuji ana .. nae gaseumpagen hyungteo GONE BAD .. shimjangeul geutgo GONE DEAD ((perasaan hancur ini tidak terlalu buruk .. bekas luka di dadaku menjadi buruk .. menyayat hatiku lalu menjadi mati))     

- Good Boy Gone Bad by TXT -     

=========     

Setelah Zuko mempertimbangkan banyak hal, seperti Runa yang kian susah didekati karena mungkin saja kesal karena Zuko tak juga mengurus hal untuk pernikahan mereka, lalu juga kedua orang tua Zuko yang terlihat meremehkan Runa dan juga sangsi akan kemampuan Zuko mempersiapkan pernikahan, maka lelaki itu nekat meminjam banyak uang dari renternir besar di Tokyo.     

Sementara itu, ketika Zuko suatu malam menghubungi Runa melalui telepon, Runa seperti kurang fokus ketika diajak bicara.     

"Runa-chan, apakah kau ada waktu untuk bicara?"     

"Ehh, aahhh … mmmhh … ada apa, Zu-nii? Mmhhh …."     

"Runa-chan? Kau … kau sedang apa di sana?"     

"O-Ohh, aku … aku sedang di tempat pijat bersama ... ibu. Dia … dia … tiba-tiba butuh pijat rileks untuk … untuk menenangkan dirinya setelah tadi … ummhhh … ribut lagi dengan kakak … mrrhhh … mmffhh …."     

"Ohh, begitu. Kupikir kau sedang dimana. Ahh, ya … lalu, bisa bicara sekarang saja, kan?"     

"Hah? Ohh, aahh … ya, bicaralah." Runa terdengar tak sabar.     

"Jadi begini, sayank … aku sudah ada uang …."     

"Ahh, yaahhh … mmhh … lalu?"     

"Bagaimana kalau kita bertemu untuk merundingkan atau memilih baju pengantinmu atau memilih cincin? Lalu makanan dan tempat?"     

"Ahh? Apa? Uffhhh … Awwhh! Ummhh … Zu-Zu-nii … terserah Zu-nii saja, aanghh!"     

"Hah?"     

"Kau urus saja semuanya, yah! Aku percaya Zu-nii. Sudah dulu, yah! Unghh … tak enak dengan pemijatnya … mmffhh …."     

Baru saja Zuko hendak menjawab, tapi Runa sudah keburu menutup telepon secara sepihak, tidak memberi kesempatan bagi Zuko bicara meski hanya sekedar berpamitan.     

Di tempat yang dikatakan 'tempat pijat' oleh Runa, Zaidan terkekeh sambil terus menghentak keras-keras liang belakang Runa.     

Sedangkan Runa, ketika dia selesai meladeni kegilaan Zaidan Al Faiz, dia pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Sembari duduk di atas kloset, dia berpikir sambil mengingat-ingat, "Tadi Zu-nii bicara tentang apa, yah? Tsk, konsentrasiku buyar gara-gara Zaidan. Mana bisa aku fokus mendengarkan orang lain kalau sedang menahan sakit. Hmph!"     

-0—00—0-     

Setelah uang itu berada di tangan, maka Zuko lekas menghubungi pihak Wedding Organizer untuk mempersiapkan sebagian kecil dari persiapan pernikahan seperti katering dan beberapa hal lainnya.     

Dia juga sudah ke sebuah hotel bintang 5 untuk menyewa ruang ballroom mereka sekalian menyewa kamar pengantin.     

Karena Runa sudah berkata bahwa gadis itu menyerahkan semuanya ke Zuko dan mempercayakan persiapan ini, Zuko merasa tersanjung karena sangat dipercaya tunangannya.     

Padahal tadinya dia pesimis akan bisa lancar membicarakan mengenai persiapan pernikahan karena yang dia dengar dari banyak kawannya bahwa biasanya pasangan akan saling berdebat untuk ini dan itu selama mempersiapkan pernikahan mereka, dari baju, cincin, makanan, bingkisan, tempat dan sampai ke hal buket.     

Rasanya Zuko beruntung karena mendapatkan tunangan yang sungguh penurut dan sangat mempercayai segala keputusan dia. Inilah seharusnya calon mempelai wanita bersikap, ya kan? Zuko bangga akan dirinya, menganggap dia sudah berhasil menjadi dominan dalam hubungannya.     

-0—00—0-     

Hingga akhirnya seminggu kemudian setelah Zuko bergulat sendiri memilih ini dan itu, dia datang ke kantor suatu siang untuk meminta ijin ke Itachi agar bisa membawa Runa keluar kantor sebentar untuk mengepas baju pengantin.     

Tak mungkin Zuko memilih ukuran untuk Runa, ya kan? Lebih baik membawa serta calon mempelai untuk mengukur sendiri dan mungkin Runa hendak memilih juga model yang dia sukai jika tiba di sana.     

Pokoknya, Zuko sudah yakin akan bisa mendapatkan ijin Itachi siang ini dan dia juga sudah membuat janji dengan butiknya.     

Maka, dia pun melangkah yakin ke kantor pusat SortBank dan naik ke lantai tempat ruangan Itachi berada. Ketika membuka pintu, dia melongok dulu dan mengumbar senyum konyol seperti biasanya. "Runa-chan!"     

Ketika dia selesai mengucap itu, Itachi dan kedua gadis yang kini sedang berkumpul di depan mejanya itu menoleh ke arah pintu.     

Zuko melangkah masuk dan tertegun mendapati muka tegang mereka bertiga. "Ehh? Kalian kenapa? Ada apa? Apakah ada masalah?" Ia berjalan mendekat ke meja besar itu.     

"Zuko-san, Runa mengajukan surat pemberhentian kerja." Akeno terlihat sedang kecewa. Tak lupa dia menyertakan desahan panjang sambil menggeleng pelan.     

"Hah?!" Zuko nyaris tersedak salivanya sendiri. "A-Apa?!" Dia lekas dekati tunangannya dan memegang lengan Runa sambil bertanya, "Runa-chan, sayank, kau … kau ingin berhenti kerja? Sungguh?"     

Runa melihat Zuko dengan pandangan takut-takut dan mengangguk pelan.     

Anehnya, senyum Zuko langsung terkembang hingga deretan gigi depannya terlihat. Kening Itachi justru berkerut melihatnya. Apakah Zuko ingin dipukul di kepala?     

"Zuko-san, kenapa kau malah terlihat senang?" tanya Akeno seakan mewakili isi hati Itachi.     

Zuko mengulum senyumnya terlebih dahulu sambil mengerling jenaka ke Itachi dan juga Akeno, lalu menjawab, "Yah, bagaimana mungkin aku tidak bahagia? Runa-chan sebentar lagi menjadi istriku, dan kami akan menikah 2 minggu lagi, tentu saja aku akan sangat mendukung jika dia ingin berhenti bekerja dan fokus mengurus rumah tangga." Senyumnya melebar meski tidak memperlihatkan barisan giginya seperti tadi.     

Itachi memutar bola matanya dengan jengah akan tingkah konyol Zuko. Akeno malah sedih karena akan kehilangan kawan satu ruangan. Dia dan Runa sudah cukup dekat selama ini, sering bertukar cerita, gosip, bahkan mengenai asmara masing-masing.     

"Zu-Zu-nii … kau tadi bilang … kita akan menikah … kapan?" Runa seperti tersambar petir dan menanyakan dengan raut cemas.     

"Dengar, sayank …." Zuko memegang kedua lengan Runa sambil menatap bahagia ke gadis itu. "Kita akan menikah 2 minggu lagi, tidak lama, ya kan? Aku sudah mempersiapkan semuanya seperti permintaanmu dan hari ini kita akan ke butik untuk mengukur baju pengantinmu. Kau pasti ingin pernikahan dengan gaun modern, kan?" Ia tak sabar melihat Runa berjalan untuknya dengan gaun putih pengantin sambil memakai tudung dan memegang buket.     

"Zu-nii … aku … aku …." Bagaimana Runa harus menjelaskan ini? Rupanya malam itu yang dibicarakan Zuko adalah mengenai persiapan pernikahan mereka. Bodohnya dia malah menyerahkan semuanya ke Zuko dan tidak berusaha mengulur waktu! Andaikan saat itu dia tidak sedang dihentak dari belakang oleh Zaidan ….     

"Sepertinya ramai sekali di sini!" Muncullah orang yang sedang dipikirkan Runa.     

Zaidan Al Faiz.     

Dia datang bersama resepsionis lantai tersebut. Tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi putihnya yang sedikit kontras dengan kulit kecokelatan dan bulu-bulu tipis yang melingkupi rahangnya, lelaki itu melangkah masuk begitu saja ke ruangan Itachi.     

"Ahh, Runa baby … sepertinya kau sudah selesai di sini. Ayo!" Tangan Zaidan Al Faiz terulur di udara ke arah Runa.     

Semua yang di sana membeku, bingung. Kecuali Runa tentunya.     

Ada apa ini?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.