Inevitable Fate [Indonesia]

Halo, Sayankku



Halo, Sayankku

0Negai tada hitotsu .. Kocchi wo mite ((Harapanku hanya satu saja .. Lihatlah ke arahku))     
0

- Ano Ko Complex by LOVE (Equal LOVE) -     

========     

Sepanjang pertemuan, mata Zaidan Al Faiz banyak tertuju pada Runa dan sesekali akan jatuh ke Akeno. Kedua sekretaris Itachi itu berdiri di belakang Itachi yang duduk berdekatan dengan lelaki Abu Dhabi itu.     

Runa lebih banyak menundukkan kepala, antara masih menenangkan hatinya yang terkejut akan pertemuan kembali dirinya dengan pria Timur Tengah tersebut dan berdebar karena merasa dirinya berulang kali terus dilirik Zaidan Al Faiz.     

Namun, dia agak terganggu ketika mendapati bahwa lelaki itu tidak hanya melirik dirinya saja, tapi juga terhadap Akeno. Apakah Runa sedang merasa cemburu? Tapi mengapa? Apa hak dia merasakan kecemburuan? Bukankah sah-sah saja bagi Zaidan Al Faiz untuk menatap siapapun yang dia inginkan?     

Atau … Runa khawatir jika Akeno akan merebut perhatian Zaidan Al Faiz dan itu artinya Akeno yang akan dilimpahi oleh kemewahan?     

Ahh! Menyadari pikirannya mulai melaju liar tak terkendali, Runa segera menghentikannya sebelum semakin menggila.     

Di akhir dari perbincangan antara Zaidan Al Faiz dan Itachi mengenai SortBank dan hal-hal bisnis lainnya, lelaki itu berujar, "Tuan Vice President, kedua sekretarismu sungguh cantik. Betapa beruntungnya dirimu setiap hari memandang keindahan seperti mereka." Zaidan Al Faiz sembari mengusap bibir bawahnya seraya tersenyum nakal ke Akeno dan Runa.     

Itachi sebagai pasangan Akeno hanya bisa menahan diri dan berusaha bersikap profesional. "Mungkin memang sudah menjadi keberuntungan bagiku, Tuan Al Faiz. Tentunya Anda juga memiliki banyak keindahan di kantor Anda di Abu Dhabi."     

"Ha ha ha … lelaki mana yang tidak menyukai keindahan, benar? Kita ini penikmat dan juga pemuja keindahan dunia, buka begitu, Tuan Vice President?" Mata Zaidan Al Faiz mengerling tajam ke Itachi.     

Memaksakan senyum tipis profesionalnya, Itachi mengangguk saja.     

"Tuan Vice President, bisakah aku mengajak Anda dan kedua sekretaris cantik Anda ke perjamuanku?" Zaidan Al Faiz sepertinya sedang bermain-main dengan keberuntungannya.     

"Silahkan Tuan menyebutkan tanggalnya dan kami akan berusaha untuk datang." Itachi menyahut cepat.     

Akeno yang menyadari maksud buruk dari undangan Zaidan Al Faiz pun segera menatap kaget ke kekasihnya. Sungguhkah Itachi akan membawa dia dan Runa ke jamuan lelaki mata nakal itu?     

Ya, dari awal Akeno menyadari pandangan Zaidan Al Faiz padanya, dia sudah bisa mengira seperti apa tipe lelaki seperti Zaidan Al Faiz. Lelaki yang senang mengumbar hasratnya ke siapapun yang diinginkan. Mungkin setelah ini dia harus lebih waspada di sekitar Zaidan Al Faiz. Ahh, dia juga harus memperingatkan Runa.     

"Bagaimana jika lusa? Aku akan menyuruh asistenku untuk menghubungimu dan akan lebih baik lagi jika ada president perusahaan ini turut datang dalam jamuanku." Zaidan Al Faiz menyamankan duduknya di sofa sembari terus memandang Akeno dan Runa secara bergantian.     

"Akan saya sampaikan ke Tuan Onodera. Beliau saat ini memang sedang berada di Eropa dan tak bisa lekas kembali ke Jepang. Mohon agar Tuan Al Faiz bisa memaklumi jadwal padat Beliau." Itachi menjelaskan mengapa Nathan Ryuu tidak menerima Zaidan Al Faiz sendiri dan diwakili dirinya. Padahal itu hanyalah alasan saja. Nathan Ryuu sedang tak ingin direpotkan dengan urusan bisnis.     

"Ahh, itu tak masalah! Semoga saja lusa Tuan Onodera bisa hadir di jamuanku, karena aku juga ingin berkenalan dengan Beliau," jawab Zaidan Al Faiz. "Nah, sepertinya aku harus pergi untuk mengurus hal lainnya." Ia bangkit dari sofa diikuti Itachi.     

"Baik, Tuan. Tentu akan saya sampaikan ke Beliau mengenai undangan Anda. Semoga lusa Beliau benar-benar sudah berada di Jepang." Itachi beranjak berdiri dan berjalan ke pintu untuk membukanya.     

"Sampai jumpa lain kali, Tuan Vice President dan juga kedua nona sekretaris cantik." Zaidan Al Faiz pamit dan masih sempat-sempatnya melirik nakal ke Akeno dan Runa.     

Itachi diikuti Akeno dan Runa mengantar rombongan kecil Zaidan Al Faiz sampai depan lift ruangan itu.     

Ketika lelaki Abu Dhabi sudah masuk ke lift bersama dua pengawal pribadinya, Itachi berjalan kembali ke ruangan dia dengan Akeno dan Runa di belakangnya.     

Sesampainya di ruangan pribadi Itachi, Akeno langsung melepaskan kekesalannya. "Aku sungguh kesal lelaki itu bermata nakal!"     

Itachi melirik singkat ke kekasihnya ketika dia berjalan ke mejanya sendiri, tak memberikan tanggapan apapun atas kekesalan Akeno.     

"Runa-san, aku peringatkan padamu, jauhi lelaki seperti dia. Dia itu lelaki sampah! Lelaki menjijikkan yang aku yakin otaknya hanya berisi imajinasi liar dia mengenai wanita saja!" Akeno sampai menasehati Runa mengenai apa yang sudah sedari tadi ingin dia semburkan.     

Sedangkan Runa yang dicemaskan oleh Akeno malah melongo sejenak sebelum akhirnya dia mengangguk singkat saja untuk menenangkan Akeno. Dari respon yang Akeno berikan mengenai Zaidan Al Faiz, terlihat kalau Akeno sangat membenci lelaki itu. Ini melegakan Runa. Setidaknya, Akeno tidak akan terpikat dengan Zaidan Al Faiz.     

Segera, setelah dia menyadari pikirannya sendiri, Runa jadi malu dan dia pun membenamkan perhatiannya ke tumpukan file yang harus dia urus sesuai tugas dari atasannya, Itachi.     

.     

.     

"Runa-chan, kau sungguh tak bisa pulang malam ini?" tanya Zuko saat dirinya ditelepon tunangannya.     

"Iya, Zu-nii, maaf, ini karena ibu dan kak Tomo masih belum terlalu tenang satu sama lain. Aku benar-benar minta maaf karena harus menginap lagi di apato mereka." Runa terdengar sedih di telepon.     

"Yah, baiklah jika memang begitu. Tapi, sungguhkah aku tak perlu ke sana?"     

"Jangan, Zu-nii! Aku tak mau mereka kesal jika Zu-nii muncul. Bukannya apa-apa, tapi bisa saja mereka tak ingin persoalan keluarga ini dicampuri orang lain meski Zu-nii adalah calon suamiku. Kuharap Zu-nii mengerti posisiku yang serba sulit ini."     

"Iya, sayank, iya, tentu saja aku akan hargai pendapat mereka. Yah, pokoknya kau selalu jaga diri di sana, oke? Jangan lupa makan." Zuko tak lupa mengingatkan itu pada tunangannya agar Runa tidak sakit.     

"Iya, Zu-nii, terima kasih." Runa kemudian pamit menutup telepon dan menyimpan ponselnya ke tas mahal yang dia tenteng saat ini. Rasanya begitu bangga bisa membawa tas hebat itu.     

Runa menoleh ke ibunya yang terus menatap putrinya yang baru saja menelepon calon suaminya. "Bu …."     

"Sebenarnya, apa maksud kamu meminta agar Ibu tidak kembali dulu ke rumah Zuko? Apakah kalian bertengkar?" Mata Bu Sayuki menyelidik curiga. "Kalau dia berani menyakiti putri kesayangan Ibu, jangan harap dia bisa tetap hidup."     

"I-Ibu! Tidak begitu! Kami tidak bertengkar, kok!" Runa harus mencegah ibunya berpikir negatif mengenai Zuko.     

Satu-satunya alasan mengapa dia memaksa ibunya tetap di apato Reiko yang ditinggali kakaknya adalah agar tidak terbongkar mengenai cerita karangannya mengenai pertengkaran sang ibu dengan kakaknya.     

Selain itu, Runa juga menginap di apato itu disebabkan oleh masih adanya bekas ciuman ganas Zaidan Al Faiz di lehernya. Tak mungkin dia kembali ke Zuko dalam kondisi leher penuh akan bercak merah. Untung saja hari ini dia menggunakan scarf sehingga tertutupi dari mata siapapun.     

"Hei, Runa, ada yang mencarimu, tuh!" Tomoda berjalan menghampiri adiknya di sofa ruang tengah apato.     

"Siapa?" Runa khawatir itu adalah Zuko.     

Di belakang Tomoda, muncullah Zaidan Al Faiz diiringi senyum menyeringainya. "Halo, sayankku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.