Inevitable Fate [Indonesia]

Malam Panjang Bagi Keduanya



Malam Panjang Bagi Keduanya

0Baru saja Nathan Ryuu sedang menikmati kebersamaan waktu dengan Ruby dan Vince Hong, baru saja mereka sedang berbincang hal-hal penting, tiba-tiba saja masuklah Samson, ketua Die Hard Boys, untuk memberitahu bahwa Ben Hong mengetahui kedatangan Nathan Ryuu di rumah persembunyian Ruby dan Vince.     
0

"Mungkin sebaiknya Tuan Ryuu pergi sebelum Tuan Besar Ben melakukan sesuatu." Demikian disampaikan Samson.     

"Ryuu, mungkin kau memang harus lekas pergi dari sini." Ruby terlihat cemas. "Akhir-akhir ini Ben agak temperamental. Aku tak mau dia berbuat sesuatu padamu."     

Memikirkan ucapan Ruby dan ketakutan di wajah wanita itu, maka Nathan Ryuu pun mengalah dan mengangguk. "Oke, baiklah, aku akan pergi." Meski enggan, tapi demi supaya Ruby dan Vince tidak dipersulit oleh Ben Hong, Onodera muda ini pun bersedia untuk pergi.     

Mereka mulai bangkit berdiri dari kursi dan keluar rumah. Ada tatapan tak rela di mata Nathan Ryuu. Dia masih belum puas bertemu dan berbincang dengan Ruby dan Vince. Dia masih belum puas menggoda Vince.     

"Nanti … kapan-kapan aku akan kembali ke sini, yah!" Onodera muda hanya bisa menjanjikan itu sebelum dia berjalan ke arah mobilnya.     

"Ya, tak masalah." Ruby mengangguk.     

"Vince, kau harus menjaga Hana sebaik mungkin, kau dengar aku?" ujar Nathan Ryuu sambil melirik ke Vince Hong.     

"Tak usah kau gurui aku! Dia bukan Hana dan berhenti memanggil begitu padanya!" Vince Hong menjawab ketus, namun hanya ditanggapi dengan kekehan tawa Nathan Ryuu.     

"Ya sudah, aku pergi dulu. Kalian jaga dirilah yang baik di sini." Lalu, Nathan Ryuu menoleh ke Ace yang berdiri tak jauh darinya. "Kalian harus menjaga mereka dengan sebaik mungkin, yah!"     

"Tentu saja, Tuan! Serahkan tugas ini pada kami!" Ace menjawab sambil mengangguk yakin disertai senyuman.     

Setelah selesai berbicara, Nathan Ryuu pun masuk ke dalam mobilnya dan keluar dari hutan diiringi oleh Die Hard Boys yang bermobil dan bermotor.     

Mobil terus diiringi hingga tiba di bagian luar kawasan hutan dan di sanalah mereka berpisah. Mobil Nathan Ryuu terus melaju menggapai jalanan beraspal, sedangkan kendaraan Die Hard Boys kembali masuk ke hutan.     

Zuko yang duduk di samping Nathan Ryuu melirik beberapa kali ke majikannya, hendak bertanya tapi merasa sungkan sendiri melihat sepertinya wajah si bos rumit saat ini. Mungkin nanti saja.     

Ketika mobil itu mulai tiba di desa Tallberg dengan kanan kiri berisi pemandangan rumah tradisional dan keasrian lingkungan, terdengarlah suara Nathan Ryuu, "Sungguh menyenangkan sekali jika tinggal di tempat seperti ini, yah! Suasananya terlihat asri, tenang, dan sangat cocok untuk orang yang mencari kedamaian hidup."     

"Ohh, Bos ingin tinggal di desa ini?" Barulah Zuko berani memunculkan suaranya setelah sang majikan berbicara terlebih dahulu.     

"Yah, mungkin tempat ini cocok untuk hari tuaku nanti dengan Rei. Bagaimana menurutmu, Zuko?"     

"Tempat ini memang sangat menyenangkan mata, Bos. Tapi tentu saja harus diselidiki dulu apakah juga menyenangkan di hati dan pikiran."     

"Hn, kau benar. Yang menyenangkan mata belum tentu menyenangkan hati dan pikiran."     

"Bos, jadi itu … nyonya terdahulu?" Zuko tak bisa lagi menahan rasa penasarannya.     

"Yah, begitulah." Rupanya Nathan Ryuu tidak keberatan menjawab itu.     

"Dia cantik sekali, Bos! Seperti artis saja! Apakah dia mantan artis?" Zuko benar-benar tidak menahan diri.     

"Ha ha ha, dia bukan artis. Dan yah, dia memang sangat cantik. Ehh, dia seumuran aku, loh!"     

"Bos bercanda! Pasti bercanda, kan? Mana mungkin wanita seperti itu berumur 40 tahunan?"     

Nathan Ryuu tertawa melihat wajah terkejut Zuko.     

.     

.     

Di pesawat jet pribadinya, Nathan Ryuu berkata pada Zuko dan Azuma, "Kuharap perjalanan kita kali ini cukup kita saja yang tahu, mengerti?"     

"Mengerti, Tuan!"     

"Mengerti, Bos!"     

Setelah itu, Nathan Ryuu mulai masuk ke kamar pribadinya untuk istirahat hingga nanti tiba waktunya pesawat memasuki langit Jepang.     

-0-0—00—0-0-     

"Bagaimana perjalanan promomu, sayank?" tanya Nathan Ryuu ketika istrinya masuk ke dalam penthouse.     

"Ufffhh … melelahkan, seperti biasa … tapi senang karena kami mendapatkan tanggapan baik dan penggemar pun antusias saat bertemu kami." Reiko menampilkan wajah gembiranya ketika menceritakan sekelumit mengenai acara promo di luar Tokyo.     

"Kemarilah … aku yakin kau pasti sangat kelelahan." Nathan Ryuu merentangkan kedua tangannya dan Reiko berjalan masuk ke pelukan sang suami.     

"Unghh … memang melelahkan. Tapi sungguh menyenangkan, Ryuu. Kami bisa berinteraksi langsung dengan para penggemar dan bercanda juga dengan mereka. Benar-benar seperti teman saja." Reiko menggosok-gosokkan hidungnya ke dada sang suami, mencari aroma khas yang dia rindukan. "Oh ya, bagaimana dengan Eropa?" Kepala Reiko menengadah saat menanyakan itu.     

"Eropa masih seperti biasanya, dingin, sejuk dan teratur." Nathan Ryuu menjawab disertai senyuman. "Ayo, aku pijat kau."     

"Koperku …."     

"Tinggalkan saja dulu di ruang depan."     

Nathan Ryuu membopong Reiko ke kamar, merebahkan hati-hati di ranjang dan mengupas satu demi satu pakaian Reiko tanpa menyisakan apapun.     

Tangan Nathan Ryuu mengambil minyak pijat beraroma lavender di dalam laci dan mulai mengoleskannya ke tubuh telanjang istrinya.     

Reiko diam dalam posisi rebah tengkurap merasakan pijatan sang suami pada kakinya terlebih dahulu. Dia benar-benar lelah. Sungguh tidak disangka bahwa suaminya akan begitu baik sudi menjadi pemijat dadakan begini.     

"Emmhh …." Reiko menggumam keenakan ketika tangan suaminya mengurut pelan dari betis hingga paha. Namun, ketika tangan itu terus naik hingga ke pangkal paha, dahi Reiko agak berkernyit meski tidak bergerak.     

Sesuai dengan dugaan Reiko, tangan nakal Nathan Ryuu sudah bercokol di selangkangannya, memijat dan menekan lembut area sensitif di sana sembari sedikit demi sedikit melebarkan kaki Reiko.     

Hingga tidak disadari oleh Reiko, tubuh suaminya sudah berada di atas pantatnya dan ia merasakan ada benda tegang besar yang menyusup masuk lewat belakang.     

"Annhh!" Reiko mau tak mau menoleh ke belakang dan mendapati seringai nakal Nathan Ryuu. "Annghh … Ryuu, kau ini …."     

"Kenapa, sayank? Bukankah aku sangat baik? Memijat tak hanya bagian luar tapi juga dalam?" jawab Nathan Ryuu sambil mulai bergerak pelan memompa liang intim istrinya. Dua tangannya meremas gemas pantat sang istri sambil membuka pantat itu sesekali untuk melihat gerakan miliknya di sana.     

Reiko tidak bisa protes karena paham pastinya sang suami sudah rindu akan aktivitas begini setelah mereka berpisah beberapa hari. Ia hanya mengikuti alur yang diberikan Nathan Ryuu saja dan mendesah kapanpun dia merasakan nikmat.     

Kian lama, hentakan dari Nathan Ryuu semakin terasa tegas. Reiko tak berkutik, dua tangannya ditahan di samping kepalanya sembari dia terhentak-hentak tegas dalam posisi tengkurap.     

Hingga kemudian pinggulnya mulai ditarik Nathan Ryuu dan Reiko mulai berposisi menungging dan hentakan itu kian beringas.     

Saat Reiko pada akhirnya meluruskan punggungnya, sejajar dengan punggung suaminya, dia bisa menyatukan bibir dengan sang suami selagi tuan jenderal terus menggempur liang sempitnya.     

Satu tangan Nathan Ryuu memeluk dada penuh Reiko tanpa menjeda hentakan tegasnya sembari pagutan antara kedua bilah kenyal bibir mereka pun tidak berkesudahan.     

Malam itu sepertinya akan menjadi malam panjang bagi keduanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.