Inevitable Fate [Indonesia]

Sebentar Lagi Kita Bertemu



Sebentar Lagi Kita Bertemu

0Ketika Onodera muda itu hendak menaruh ponselnya di meja nakas dan bersiap rebah di kasur, mendadak saja ponsel itu bergetar dengan layar menampilkan nama seseorang.     
0

Mata Onodera Ryuu menatap ke layar dan lekas mengambil ponsel itu. "Ya, bicaralah."     

"Tuan, aku menemukan mereka berdua!"     

Mata Nathan Ryuu mendadak saja berbinar terang. Ia berusaha menajamkan lagi pendengarannya dan bertanya, "Kau … kau bilang kau menemukan mereka?"     

"Ya, Tuan. Akhirnya pencarian selama ini sudah membuahkan hasil." Anak buahnya menjawab dengan nada yakin dan tegas namun tidak meninggalkan kesan hormat kepada Onodera ini.     

"Berikan padaku detilnya."     

"Baik, Tuan! Segera saya kirim!"     

Lalu, tak lama kemudian, ponsel Nathan Ryuu menerima pesan gambar dari sang anak buah dan pandangan si bos semakin menyala terang karena gembira.     

-0-0—00—00—0-0-     

"Sayank, kau yakin kau akan pergi untuk promo selama beberapa hari?" tanya Nathan Ryuu pada istrinya melalui ponsel.     

"Ungh, iya Ryuu, aku sungguh minta maaf karena jadwalku semakin padat." Suara menyesal Reiko melantun merdu dari seberang sana, saat ini dia sudah berada di luar Tokyo.     

Saat ini ada waktu luang untuk Reiko menerima telepon secara diam-diam dari suaminya dan dia cukup tak enak hati karena lagi-lagi harus meninggalkan sang suami selama beberapa hari ke depan untuk kegiatan idolnya.     

"Baiklah, tak mengapa."     

"Ada apa memangnya, Ryuu?"     

"Aku harus keluar negeri beberapa hari, sayank, kau tak keberatan, kan?"     

Mana mungkin Reiko akan keberatan mengenai itu jika selama ini justru dia yang lebih banyak pergi ketimbang sang suami. "Tentu saja aku tidak keberatan, Ryuu. Akan pergi ke mana?"     

"Mungkin ke daerah Eropa."     

"Berapa hari?"     

"Kuharap tak sampai seminggu lamanya. Doakan saja."     

"Ohh, cukup lama juga. Tapi, tak apa. Kau juga pastinya memiliki jadwal dan kegiatanmu sendiri sebagai pengusaha." Reiko tersenyum memaklumi suaminya meski tidak akan terlihat.     

Sementara itu, di pihak Nathan Ryuu, dia merasa bersalah karena ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan pekerjaan ataupun bisnis. Ini murni mengenai persoalan pribadinya.     

Tak berapa lama, telepon disudahi.     

Nathan Ryuu men-dial nomor salah satu anak buahnya, dia berkata, "Siapkan jet."     

"Baik, Tuan!" Jawaban tegas dan hormat terdengar dari seberang. Mana mungkin anak buah Onodera ini tidak menghormati majikannya jika selama ini hidup mereka dibuat berkecukupan karena mengabdi dan bekerja di bawah perintah sang Onodera muda.     

.     

.     

Tak sampai menghabiskan waktu satu jam, kini Nathan Ryuu sudah berada di dalam pesawat bersama Zuko. Meski ada kemungkinan Zuko akan membeberkan mengenai ini ke tunangannya, Runa, tapi … ahh, nanti dia akan memerintahkan pada Zuko untuk menjadikan ini super top secret yang tak boleh sembarangan bocor ke manapun, terutama ke orang terdekat istrinya.     

"Bos, ini kita sungguh akan ke Eropa?" tanya Zuko sembari dia memasang sabuk pengamannya.     

"Benar. Kenapa? Kau sudah akan merindukan tunanganmu? Tak sanggup berjauhan dengannya?"     

"Errr …."     

"Kalau memang begitu, aku bisa menggantimu dengan orang lain agar kau bisa sepuasnya mendampingi tunanganmu itu 24 jam lamanya." Sembari berkata demikian, Nathan Ryuu memberikan senyum iblisnya ke Zuko.     

Menyadari senyum itu adalah jebakan dan mengerikan makna di baliknya, Zuko merasa merinding sampai ke tulang belakang dan dengan gugup dia menjawab, "Ti-Tidak, Bos! Aku … aku ini lelaki kuat! Tidak mudah merindukan siapapun, ha ha ha …." Dia akhiri dengan tawa canggung sesudah menelan salivanya tanpa sadar.     

"Bagus!" Senyum Nathan Ryuu masih terpasang, namun segera menghilang begitu kepalanya menghadap ke depan sana.     

Bagaimana Zuko tidak merasa ngeri akan itu? Bosnya ini memang sangat baik dan dermawan, namun jangan tanya kalau sedang emosi, dia bisa melebihi iblis durjana sekalipun.     

Tadi, Zuko lekas menangkap makna ucapan bosnya. Jika dia memang tak sanggup berpisah beberapa hari dari Runa, maka dia akan dipecat oleh Nathan Ryuu. Itulah makna mengerikan dari senyum tadi.     

Dipecat? Mana mungkin Zuko sanggup menghadapi kenyataan macam itu? Dia masih memiliki hutang menggunung karena Runa dan ibunya yang benar-benar harus dia bayar tiap bulannya. Dipecat dari pekerjaannya sebagai asisten pribadi Nathan Ryuu? Itu akan menjadi sebuah kehilangan besar bagi kehidupan finansial dia nantinya.     

Kemudian, jet pun mulai mengudara dan berada di antara awan-awan yang berarak. Suasana pagi ini sangat cerah dan menyenangkan ketika dilihat dari jendela pesawat.     

Ini membuat pikiran Zuko akan Runa mulai melalangbuana. Pertunangan yang sebenarnya ditentang oleh kedua orang tuanya karena menganggap Runa kurang layak untuknya, lalu hutang menumpuk yang harus terjadi akibat membantu ibu Runa keluar dari permasalahannya.     

Di saat Zuko sedang termenung akan banyak hal di kepalanya, sang bos di sampingnya sudah mulai berdiri dari kursinya dan beranjak masuk ke dalam kamar pribadinya.     

Mata Zuko mengikuti pergerakan Nathan Ryuu sambil dia bertanya-tanya dalam hati, ada masalah apa di Eropa hingga membuat sikap sang bos terlihat gugup dan seperti orang bersuka cita. Ahh, mungkin bukan masalah jika tingkah sang bos seperti itu adanya.     

Ahh, sudahlah. Untuk apa penasaran akan hal yang bukan kepentingannya? Kepentingan dia hanyalah mendampingi si bos seperti biasa sesuai dengan jabatan yang dia anut.     

-0-0—00—00—0-0-     

Nathan Ryuu mulai membuka mata begitu dia mendengar dari intercom pesawat di kamarnya yang mengabarkan pesawat sudah mulai memasuki langit Swedia dan sebentar lagi akan mendarat.     

Lelaki Onodera bergegas bangun dan mempersiapkan diri, menyempatkan mandi secepat yang dia bisa dan kemudian berdandan rapi. Benar-benar seperti hendak menemui orang penting saja.     

Layaknya pria remaja yang hendak menemui kekasihnya, jantung Nathan Ryuu merasa berdentum-dentum. Meski begitu, dia mencoba mengendalikan dirinya meski merasa sangat bersuka cita begini.     

Keluar dari kamarnya, tepat saat pesawat hampir mendarat. Dia pun duduk di salah satu kursi dan memakai sabuk pengaman terlebih dulu. Lalu, Zuko menyusul duduk di sebelahnya dan sudah rapi pula.     

Tak memakan waktu lama untuk jet pribadi Onodera itu tiba di bandara internasional di Swedia, Stockholm Arlanda.     

"Dari sini kita harus menggunakan perjalanan darat, Tuan." Butler jet pribadi Onodera, Ichimaku Seba membantu Nathan Ryuu memakai jasnya.     

"Baiklah, apakah sopirku sudah siap, Seba?" tanya Nathan Ryuu sembari memeriksa kerapian pakaiannya.     

"Sudah, Tuan. Azuma-san sudah siap." Seba menjawab dan masih berdiri mematung di dekat Nathan Ryuu.     

Sopir kali ini bukanlah Toshiki, melainkan Azuma yang terbiasa menjadi pengemudi jika bosnya berada di luar negeri. Azuma juga bukan hanya seorang sopir belaka namun tenaga terlatih jebolan militer di Eropa yang direkrut Nathan Ryuu.     

Kemudian, langkah Nathan Ryuu beriringan dengan Zuko, sedangkan Seba merundukkan punggungnya sampai sang majikan tidak terlihat lagi, tanda Beliau telah turun dari jet.     

"Azuma, berapa jam nantinya?" tanya Nathan Ryuu begitu sudah berada di mobil mahal yang disewa untuk memudahkan perjalanan darat mereka.     

"Dari bandara ini ke Tallberg sekitar 3 sampai 4 jam, Tuan. Anda yakin tidak ingin memakai pesawat kecil?" Azuma sudah berada di belakang kemudi.     

"Tidak, aku ingin melihat pemandangan Swedia yang indah dari darat." Nathan Ryuu mulai merebahkan kepalanya ke sandaran dan menyamankan duduknya.     

Maka, perjalanan pun dimulai. Mereka hendak menuju ke desa pedalaman Tallberg di Swedia, desa yang sangat asri, indah, dan alami.     

Di hatinya, Nathan Ryuu berbisik, "Sebentar lagi kita bertemu, Hana."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.