Inevitable Fate [Indonesia]

Konfrontasi Langsung ke Rival



Konfrontasi Langsung ke Rival

0Shingo masih berada di kamar rawat inap Zhao Qingyi selama beberapa belas menit ketika dia termangu akan ucapan gadis itu yang menyiratkan perasaannya. Tapi, Shingo tidak berani berpikir terlalu jauh mengenai itu karena tak ingin ada kesalahpahaman antara mereka.     
0

Dia hanya berpikir, mungkin asistennya hanyalah sedang merasa bertanggungjawab akan dirinya, bukan karena alasan romantis lainnya.     

Saat pikiran Shingo masih campur-aduk mengenai ucapan Zhao Qingyi, pintu ruangan itu terbuka dan masuklah 2 wanita ke dalam. Mata Shingo sempat terbelalak selama sekian detik, sedangkan pandangan Zhao Qingyi berubah suram melihat kedatangan 2 orang itu.     

"Nona Feng dan Cindy." Mau tak mau, Zhao Qingyi menyebut nama dari dua wanita yang berjalan mendekat ke arahnya sambil memakai masker kain dan topi bisbol.     

"Halo, Yiyi," balas Cindy. Sebagai sesama asisten, tentu saja dia kenal cukup baik dengan Zhao Qingyi yagn kebetulan pernah bersekolah di tempat yang sama dengan asisten Shingo itu.     

"Kalian kenapa …."     

"Kami hanya secara kebetulan lewat sini dan teringat bahwa kau dirawat di sini, maka tak ada salahnya sebelum kami pulang, mampir sebentar ke sini." Cindy yang berbicara.     

"Bagaimana keadaanmu?" Kali ini Nana Feng yang bertanya.     

"Aku … diminta bedrest selama setengah bulan sampai satu bulan oleh dokter agar pergelangan kakiku pulih." Zhao Qingyi menjawab dengan senyum masam di wajahnya. Dia tak suka Nana Feng datang. Jika dia bisa bersikap apa adanya, ingin sekali dia mengusir wanita itu, karena ….     

Mata Nana Feng melirik cepat ke Shingo yang sedang menatap ponsel, entah sedang menonton apa.     

Yah, inilah yang membuat Zhao Qingyi tak suka adanya Nana Feng saat ini, karena hanya menjadikan dirinya tameng untuk bisa bertemu dengan Shingo saja.     

"Aku harus pulang sekarang." Shingo tiba-tiba saja berkata sambil menyimpan ponselnya ke saku celana. Ia bangkit dan berkata ke asistennya yang masih terbaring, "Cepatlah sembuh, Yiyi."     

"Terima kasih, Shin. Aku pasti akan sembuh demi kau." Senyum Zhao Qingyi berkembang indah saat matanya menatap Shingo.     

Ada binar kecewa di mata Nana Feng ketika dia menyaksikan Shingo pergi begitu saja, hanya melirik ke arahnya dengan singkat saja, bahkan tidak pamit padanya. Pria itu memang terlalu dingin dan susah dijangkau.     

Sepeninggal Shingo, hanya ada Nana Feng dan Cindy yang di sana untuk menjenguk Zhao Qingyi. Cindy bertanya ini dan itu supaya situasi tidak sunyi dan canggung.     

Namun, di tengah pembicaraan Cindy dan Zhao Qingyi, mendadak saja Cindy mendapatkan telepon dan minta diri untuk keluar ruangan sebentar.     

Sekarang, hanya Nana Feng dan Zhao Qingyi. Sunyi tercipta di antara mereka seolah tak ada yang memiliki keinginan untuk memulai pembicaraan terlebih dahulu.     

Sungguh canggung dan tak nyaman.     

Karena keadaan yang aneh ini, maka Nana Feng bermaksud hendak keluar menyusul asistennya daripada hanya mematung tanpa guna di sebelah ranjang pasien. "Aku pergi dulu."     

Baru saja Nana Feng memutar badan ke arah pintu, Zhao Qingyi sudah berkata pelan, "Aku tahu kau sering mendatangi Shin di malam hari."     

Ucapan Zhao Qingyi sontak saja membuat Nana Feng memutar kembali tubuhnya menghadap ke ranjang Zhao Qingyi. "Hm?"     

"Ya, bahkan aku pernah beberapa kali memergoki kau di tempat parkir di pagi hari saat aku hendak ke apartemen Shin." Zhao Qingyi mengumpulkan nyalinya untuk bisa mengatakan ini pada seorang bintang yang sedang naik daun.     

"Ohh?" Nana Feng memiringkan kepalanya dengan dua alisnya terangkat naik dengan perlahan. "Lalu?"     

"Kenapa kau mengincar Shin?"     

"Kenapa aku harus mengatakan jawabannya kepadamu?"     

"Lepaskan Shin dan biarkan dia meniti karirnya dengan tenang."     

"Apa yang membuatmu memiliki hak untuk meminta itu?"     

"Apakah kau tak takut kalau aku membeberkan kau dan Shin?"     

"Kau yakin bisa melakukan itu? Hah!" Nana Feng tertawa mengejek lalu melanjutkan lagi ucapannya, "Kalau kau memang ingin karir Shingo tenggelam, silahkan saja lakukan itu. Aku bisa ke luar negeri jika ada rumor berat mengenaiku nantinya. Itu mudah untukku."     

Tangan Zhao Qingyi terkepal erat di sisi tubuhnya. Perkataan Nana Feng betul juga. Jika dia sampai melepas rumor mengenai hubungan intim dua artis itu, pasti Shingo yang akan menerima hantaman kerugian lebih besar karena masih pemula. Fans garis keras Nana Feng pasti akan melumat Shingo tanpa sisa.     

Melihat Zhao Qingyi terus terdiam, maka Nana Feng merasa sudah tidak perlu lagi berlama-lama di sana, toh kepentingan dia bukan dengan gadis itu melainkan Shingo.     

Maka, langkah kaki Nana Feng pun dilanjutkan hingga keluar dari kamar rawat tersebut. Zhao Qingyi geram bukan main. Alih-alih marah, dia malah menangis saking kesalnya.     

Andai dia bukan sekedar asisten biasa, andai dia memiliki kedudukan yang sama dengan Nana Feng, pasti dia akan bisa bersaing dengan adil untuk Shingo.     

Sementara itu, saat malam menjelang, seperti yang sudah diduga, Nana Feng mengunjungi Shingo. Keduanya memadu asmara dengan membara dan penuh gairah seakan tiada hari esok.     

Saling melumat, saling menghisap, saling meremas dan saling menghentak hingga peluh pun berpadu meleleh di sekujur tubuh sembari alunan suara mereka memunculkan harmonisasi ketika hentakan semakin liar dan mereka kian memanjat menuju puncak ternikmat.     

-0-0—00—0-0-     

"Mau ke mana?" tanya Nana Feng dari atas ranjang saat melihat Shingo sudah bergegas ke kamar mandi.     

"Menjenguk Yiyi." Shingo menjawab sambil meraih handuknya.     

"Kenapa repot begitu? Ini masih terlalu pagi untuk menjenguk pasien rumah sakit." Nana Feng turun dari ranjang dan berjalan dengan tubuh telanjang ke Shingo. "Temani aku dulu. Sudah beberapa hari kita tidak bersama begini, kan?" bisiknya sambil memeluk Shingo.     

"Jangan terlalu bergantung padaku." Shingo membalas tatapan lekat Nana Feng.     

Tapi wanita itu malah tersenyum genit sambil jemari lentiknya memulas kulit dada Shingo. "Aku masih merindukanmu, bukan bermaksud tergantung padamu, hanya ingin lebih lama bermain-main denganmu. Tentu boleh, kan?" Jemari itu kian merayap ke bawah hingga tiba di pusat hidup Shingo, meremas lembut sambil memberikan pijatan pelan di sana.     

"Hmrrhh …." Shingo tak menyangkal bahwa dia juga menyukai perlakuan demikian. Ia pun membopong tubuh Nana Feng ke kamar mandi sambil berkata, "Setelah mandi, lekaslah kau pulang, aku benar-benar harus ke rumah sakit."     

"Baiklah, baiklah …." Nana Feng tersenyum menang, apalagi ketika dia direbahkan di bathtub dan Shingo menyusul masuk ke sana, bergabung dengannya.     

Sedangkan di rumah sakit, Zhao Qingyi gelisah. Semalam, saat dia menghubungi Shingo sebelum dia tidur, Shingo bersedia datang pagi ini untuk membawakan pangsit dan buah.     

Tapi … hingga hampir siang begini, Shingo belum juga muncul. Sementara itu, perawat sudah memberikan sarapan pagi di meja dekat ranjang rawatnya dan dia malas menyentuh itu. Dia ingin makan sesuatu yang dibawakan Shingo! Lelaki itu sudah berjanji!     

Tapi … hingga perutnya terus berbunyi, Shingo tidak juga terlihat muncul di kamar itu.     

"Shin, di mana kau? Jangan-jangan … nenek jalang itu!" geram Zhao Qingyi sambil menggigit kesal bibir bawahnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.