Inevitable Fate [Indonesia]

Tak Terbendung



Tak Terbendung

0dagawa naege i sungan .. Stay tonight .. By my side ((datang padaku sekarang .. tinggallah malam ini .. di sisiku))     
0

i bam hyanggie tto chwihago .. meomchuji anado dwae ((mabuk bersama aroma malam .. kau tak perlu berhenti))     

- Stay Tonight by Chungha -     

=============     

Ketika Nana Feng sampai di kelab malam bersama asistennya, dia segera menuju ke lantai 2 dimana ada bilik-bilik yang bisa disewa meski bukan bilik tertutup dan kedap suara layaknya bilik VIP.     

Namun, ketika kaki Nana Feng hendak menuju ke anak tangga, matanya mendapati adanya sosok yang ia kenali. "Shingo?"     

Mata Shingo pun segera diarahkan ke asal suara yang menyebut namanya. Saat itu dia sedang duduk santai di kursi tinggi bar, menenggak koktailnya. Hanya diam dan menatap saja ke aktris itu.     

"Kau pergi dulu cari bilik." Nana Feng memerintahkan itu kepada asistennya, dan ia melangkah mendekat ke Shingo. "Tidak aku sangka kau berada di sini."     

"Aku juga tidak menyangka kau ada di sini." Shingo membalas dengan kalimat yang sama kepada Nana Feng.     

Wanita itu tertawa basa-basi dan berkata, "Ayo, bergabung saja denganku di bilikku."     

Shingo diam beberapa detik sebelum akhirnya dia bangun dari kursinya dan mengikuti Nana Feng ke lantai 2 kelab tersebut dan duduk di bilik yang telah dipesan asisten sang aktris.     

"Nana, aku akan menunggu di mobil, yah! Kalau kau sudah hendak keluar, segera saja telepon aku." Asisten itu tahu diri dan memilih keluar dari ruangan berdinding kaca dan bertirai tersebut.     

"Ohh, baiklah." Nana Feng mengangguk saja, membiarkan asistennya pergi.     

"Aku mungkin akan pergi sebentar ke tempat orang tuaku dan lalu kembali ke sini." Asisten itu tersenyum memberi kode ke Nana Feng.     

"Oke." Nana Feng yang sudah paham kode itu pun mengangguk.     

Kini, setelah keduanya berduaan saja di bilik itu, Nana Feng menatap Shingo yang malah sibuk dengan ponselnya.     

Kemudian, pelayan datang atas panggilan Nana Feng dan dia memesan koktail. "Shingo, kau ingin minum apa?" tanya si aktris sambil tolehkan kepala ke pemuda di sampingnya.     

"Ohh, sama denganmu." Shingo acuh tak acuh, hanya menoleh sebentar dan kemudian kembali fokus dengan ponselnya.     

Hingga pelayan kelab itu pergi, Shingo masih juga seperti itu. Hal ini cukup membuat Nana Feng kurang nyaman. Dia mengundang Shingo ke bilik ini bukan untuk menyaksikan lelaki itu sibuk dengan ponselnya melulu. "Apakah aku sebenarnya mengganggumu?" tanyanya pada akhirnya karena tak kuat lagi akan sikap abai Shingo.     

Shingo mau tak mau menurunkan ponselnya dan menatap Nana Feng. "Hm? Ohh, tidak, tentu saja tidak." Karena merasa bahwa Nana Feng sepertinya terganggu dengan sikap abainya, ia pun menyimpan ponsel itu di saku celananya. Ia akan mencoba bersosialisasi dengan aktris ini untuk kepantasan.     

"Jadi … apa kau sering ke tempat ini?" tanya Nana Feng setelah melihat niat baik Shingo menyimpan ponselnya. Tadinya dia udah hampir putus asa dan menelepon asistennya saja daripada diabaikan terus oleh Shingo.     

"Lumayan. Hanya untuk mengusir rasa bosan saja." Shingo menaikkan bahunya dengan cepat dengan sikap acuh tak acuh.     

Kemudian, pelayan datang membawakan koktail pesanan mereka dan sedikit camilan pendamping seperti kacang dan kentang goreng.     

.     

.     

Brukk!     

"Aaanghh … mmchh … mrrchhh …."     

Suara decapan dikarenakan beradunya dua pasang bibir saling melumat dan menindas dengan panas mengiringi sentuhan-sentuhan agresif satu sama lain ketika sang wanita ditempelkan punggungnya ke dinding apartemen dan cumbuan membara itu tidak juga terlepas.     

"Haangghh …." Desahan si wanita terdengar lebih keras ketika tubuhnya diputar membelakangi si pria sambil menerima sentuhan tangan agresif pria di belakangnya saat meremas payudaranya dan tangan lain pria itu merambah ke rok mininya dan masuk ke dalam.     

Dengan cekatan dan seperti terburu-buru, tangan si pria melepas jaket pendek yang dipakai wanita itu dan melepas tank top ketatnya pula, sehingga tangan itu bisa lebih leluasa menjamah benda yang cukup kenyal di depan sana.     

Sementara itu, bibir pria itu menjelajahi tengkuk dan leher si wanita yang terus mendesah keras sembari tangan lainnya mulai memasuki celana dalam mungil wanitanya.     

"Anngghh … Shi-Shingo … haanghh …." Kepala si wanita yang adalah Nana Feng, terjuntai menengadah di bahu Shingo sembari memejamkan mata ketika jemari Shingo menyapu sesuatu yang sangat peka di dalam celana dalam mungilnya.     

Benda yang tertutupi kain kecil tipis itu berkedut-kedut saat Nana Feng merasakan nikmat dari elusan tangan Shingo sampai dia tak sadar bahwa bra-nya sudah dipelorotkan dan kini payudara telanjangnya sudah dikuasai satu tangan sang pria.     

Kepala Nana Feng berdenyut dan akal sehatnya sudah terbang entah ke mana semenjak tadi, namun dia tidak menyesali itu dan justru menginginkan ini.     

Suara erotis Nana Feng kian terdengar keras saat miliknya yang sensitif di bawah sana terus dielus secara cepat oleh jari terampil Shingo. Ia bahkan tak sadar menggenggam pergelangan tangan Shingo, antara ingin lelaki itu berhenti dan sekaligus membimbing gerakannya agar lebih cepat lagi.     

"Shingo … Shingo … aanghh … aku … aku … hampir …." Nana Feng mulai kacau dan bicara apapun yang dia inginkan, entah itu pengaruh alkohol atau memang ini sesuai apa terlampir di otaknya. Yang pasti, dia ingin segera menyatukan diri dengan Shingo. Dia tak tahan ingin ditembus sesegera mungkin oleh Shingo.     

Namun, lelaki itu justru seperti ingin bermain-main dengannya. Hingga Nana Feng orgasme akibat jari tangan Shingo saja, lelaki itu belumlah usai memainkan tubuhnya.     

Bahkan, Nana Feng hanya bisa pasrah ketika dia dibawa ke kamar tidur lelaki itu, dihempaskan ke kasurnya dan ditindih usai Shingo melepas kaosnya.     

"A-aannghh!" Nana Feng menahan jeritannya ketika mulut Shingo mulai menjajah bagian selatan dia yang sudah basah kuyup. Pinggulnya bergerak-gerak gelisah karena hisapan dan stimulasi gila dari Shingo di sana. Dua kaki dilebarkan tanpa dia sadari karena merasakan nikmat luar biasa ketika sapuan lidah agresif Shingo tidak juga berhenti di area itu.     

Berkali-kali Nana Feng harus menyerah kalah hanya dari mulut dan jari Shingo saja, dia lemas lunglai dan sudah kehilangan hitungan untuk orgasme-nya.     

Ia sudah tak bertenaga lagi, bahkan tak bisa lagi mengerang saking lelahnya terus menerus orgasme. Maka, Nana Feng pun memejamkan mata, bersiap tidur saja karena ini sungguh tepat untuk terlelap usai melepaskan klimaks.     

Namun ….     

"Arrghh!" pekikan Nana Feng segera diredam telapak tangan Shingo ketika lelaki itu secara mendadak menerobos liang intimnya.     

Shingo berbisik di depan wajah Nana Feng, "Shhh … apa aku sudah mengijinkanmu untuk tidur? Kini giliranmu!" desis Shingo membuat mata Nana Feng membelalak karena kaget.     

Dalam kurun waktu hampir 1 jam lamanya tubuhnya dihentak-hentak dalam berbagai posisi sampai dia tidak berkutik lagi dan membiarkan saja Shingo yang mengambil alih semuanya.     

Bahkan saat kepalanya ditekan ke bantal dalam posisi dia telungkup sembari Shingo menghentak di belakang sana, Nana Feng hanya bisa menyerukan pekikan-pekikan kecil yang parau. Suaranya nyaris habis hanya untuk 1 jam ini saja.     

Shingo seolah tidak mengenal ampun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.