Inevitable Fate [Indonesia]

Disibukkan Seharian Bersama Zhao Qingyi



Disibukkan Seharian Bersama Zhao Qingyi

0Shingo telah berhasil dikirim pergi ke Tiongkok oleh Nathan Ryuu meski lelaki Onodera itu harus mengeluarkan cukup banyak uang untuk membayar pihak-pihak tertentu untuk memuluskan pengaturannya.     
0

Ini tentu bukan kali pertama Onodera muda itu melakukan 'pengusiran' halus terhadap beberapa orang di sekitar Reiko yang dianggap membahayakan hubungan dia dan sang istri, karena sebelumnya dia sudah melakukan ini terhadap Yuza.     

Hanya karena Nathan Ryuu masih memandang kedua pria itu pernah berbuat baik kepada istrinya makanya dia tidak memberikan perlakuan kejam seperti yang biasa dia atur untuk orang-orang yang memusuhi dan menindas Reiko.     

Yah, hanya karena perbuatan baik kedua rivalnya itu saja yang membuat Nathan Ryuu tidak perlu menjadi iblis kejam. Dia cukup menjadi setan nakal saja kali ini.     

Dan sesuai dengan pengaturan yang diminta Nathan Ryuu terhadap petinggi rumah produksi di Shanghai, mereka mengatur seorang perempuan muda untuk menjadi asisten sekaligus manajer harian Shingo selama lelaki muda itu berada di Tiongkok.     

Tentu saja mereka tidak sembarangan mencomot perempuan muda, namun memang seorang gadis yang memang sudah dipilih dengan teliti, baik dari penampilan, wajah, maupun kinerjanya. Tidak secara random saja mengambil orang di jalan.     

Gadis itu bernama Zhao Qingyi (dilafalkan Chao Ching-yi). Dia berada di umur pertengahan 20-an, berwajah serta berpenampilan menarik, lulusan universitas negeri di Beijing jurusan Ilmu Komunikasi sebagai 20 lulusan terbaik di almameternya.     

Zhao Qingyi sudah diberitahu oleh petinggi Rumah Produksi Xinqin (dilafalkan Sin-chin, yang artinya 'kerja keras'), bahwa dia memiliki tugas untuk terus mengawal dan mendampingi Shingo.     

Sebagai tambahan, jika Shingo bisa jatuh cinta padanya, maka akan ada bonus menyesaki di rekening Zhao Qingyi. Intinya, petinggi Xinqin meminta agar Zhao Qingyi bisa membuat nyaman Shingo supaya pemuda itu tidak berkeinginan kembali ke Jepang.     

Ini sesuai dengan keinginan Nathan Ryuu. Bahkan, para petinggi dan pekerja di Xinqin juga sudah diwanti-wanti agar bersikap baik dan menyenangkan ke Shingo agar pemuda itu betah di Tiongkok dan melupakan Jepang.     

Bagi Nathan Ryuu, uang sama sekali bukan sebuah masalah. Karena kebahagiaan dan ketenangan pikiran adalah yang paling utama. Beruntung saja lelaki Onodera ini kekayaannya sungguh fantastis sehingga dia memang tak perlu cemas meski uangnya terus saja dihamburkan ke hal-hal tak penting lainnya.     

Saat ini, Zhao Qingyi sudah berada di apartemen Shingo. Meski itu kecil namun fasilitasnya tergolong lengkap dan nyaman, sudah berperabot mahal dan Shingo tak perlu mencemaskan apapun.     

"Panggil aku Yiyi, yah! Supaya kita bisa cepat akrab, karena teman-temanku memanggilku Yiyi." Demikian permintaan Zhao Qingyi kepada Shingo.     

Shingo tidak keberatan mengenai itu karena menurutnya itu bukan hal sulit baginya. Toh hanya sekedar panggilan saja dan juga dikatakan semua teman gadis itu memanggil demikian padanya.     

"Baiklah, Yiyi." Shingo mengangguk.     

"Nah, apakah kau sudah mandi?" tanya Zhao Qingyi disertai matanya yang berbinar. Ternyata, orang yang harus dia pikat tergolong tampan meski rautnya lumayan suram. Tapi, setidaknya dia tidak perlu merasa mual jika menatap Shingo.     

Shingo mengangguk dan menjawab, "Ya, sudah. Kenapa?"     

"Ayo kita jalan-jalan!" Senyum Zhao Qingyi melebar sampai matanya menyipit.     

"Jalan-jalan?" Shingo terheran.     

"Ya! Sebagai asisten sekaligus manajermu, aku harus membuat kau mengenal lingkungan di sini dan menerangkan tempat-tempat penting atau semacam itu, karena siapa tahu aku tak ada di tempat dan kau harus bepergian sendiri, sehingga kau tak perlu jadi anak ayam tersesat, oke!" jelas gadis itu cukup panjang lebar.     

"Err … haruskah demikian? Di hari pertama?" Shingo baru saja tiba di negeri baru ini kemarin sore dan masih merasakan jetlag, namun sepagi ini sudah hendak diajak jalan-jalan?     

"Hei, aku ini manajermu, apa kau lupa, Shin? Ehh, aku panggil Shin saja, yah! Nah, sebagai talent milikku, kau harus patuh apapun yang manajermu rancangkan untukmu, mengerti? Itu ada di berkas kontrakmu, kau tahu itu, kan?" Gadis itu sepertinya suka berbicara.     

"Ahh, mungkin. Entahlah, aku kemarin hanya melihat sekilas dan langsung menandatanganinya saja." Shingo tidak bohong. Ketika dia disodori berkas kontraknya oleh Manajer Dei sebelum dia ke Tiongkok, dia langsung saja membubuhkan tanda tangan dan cap pribadinya tanpa membaca seteliti mungkin.     

Itu karena Shingo sudah tak sabar ingin melarikan diri ke Tiongkok ketimbang dia terus merasa bersalah jika berada di Jepang ini. Dia belum mampu berdamai dengan penyesalannya.     

"Hm, rupanya begitu. Yah, kalau begitu, ayo pergi! Ehh, atau kau ingin berganti baju dulu? Kau ingin jalan-jalan hanya pakai kaos oblong dan celana jins seperti itu? Kau yakin?"     

"Kenapa memangnya?"     

"Yah, sebagai calon artis di sini, tentu kau harus mulai memperhatikan penampilanmu, ya kan? Ahh, nanti akan aku bawa kau ke butik pria dan kupilihkan baju-baju yang pantas untukmu."     

Keduanya pun keluar dari apartemen Shingo menuju ke mobil Zhao Qingyi yang berada di parkiran basement.     

"Kau yang hendak menyetir, Yiyi?" tanya Shingo ketika melihat Zhao Qingyi membukakan pintu untuknya di bagian navigasi.     

Gadis itu mengangguk. Katanya, "Sebagai manajermu, sudah kewajibanku untuk membawa mobil. Sebenarnya kau harus duduk di belakang, tapi aku ingin kita lekas akrab, maka dari itu kuharap kau tak keberatan duduk di sampingku, yah! Tak masalah, kan?"     

"Tak masalah." Shingo tidak mendebat lagi dan segera masuk ke kursi yang memang diatur untuknya, membiarkan gadis itu menyetir.     

Sepanjang pagi hingga siang, Zhao Qingyi membawa Shingo berputar-putar di area pusat kota Shanghai dan beberapa tempat pariwisata.     

Dan ketika sore harinya, mobil Zhao Qingyi berhenti di depan sebuah butik khusus baju pria yang tergolong mahal. Tentu saja dia sudah diberi kartu khusus dari bosnya untuk berbelanja bagi Shingo.     

Shingo yang masih mengalami jetlag pun hanya mengangguk-angguk saja ketika Zhao Qingyi menyodorkan pakaian apapun. Dia tak begitu memahami fashion dan membiarkan saja gadis itu memilih sesuka hati untuknya.     

Setelah itu, mereka mampir ke restoran kalangan atas. Di sana, Shingo dipesankan sup untuk mengatasi jetlag-nya dan Shingo menyukai sup itu. Ia dengan cepat merasa pulih dan baik-baik saja.     

Melihat Shingo lebih responsive usai dari restoran, Zhao Qingyi berseloroh menggodanya, "Tadi kau begitu suram dan pendiam. Namun setelah makan, kau jadi mudah tersenyum meski masih agak pelit. Tau begitu, aku ajak kau lebih banyak ke restoran sejak tadi, yah! Hi hi!"     

Shingo menoleh ke gadis itu dan tersenyum singkat tanpa berkata apa-apa lagi.     

Mereka terus berkendara hingga malam dan kembali ke restoran untuk makan malam. Kali ini Zhao Qingyi membawa Shingo makan di sebuah rooftop gedung tinggi yang cukup populer.     

Usai makan, Zhao Qingyi pun menjalankan mobilnya kembali ke apartemen Shingo. Dia melihat lelaki itu sepertinya sudah kelelahan setelah diajak berputar-putar sejak pagi. Dia lupa bahwa harusnya dia lebih lelah daripada Shingo karena dia banyak bicara dan menyetir pula.     

Tapi, bagi Zhao Qingyi, berada di dekat lelaki setampan Shingo, rasa lelah itu hanya samar-samar dirasakan saja.     

"Nah, istirahatlah dengan tenang malam ini." Demikian ucap Zhao Qingyi setelah dia mengantar Shingo ke unit apartemennya. "Dan ini … ini kartu namaku, hubungi aku jika kau butuh sesuatu, atau mungkin ingin teman mengobrol, ingin tanya apapun, telepon saja aku, jangan ragu-ragu. Toh aku sudah berikan padamu ponsel dengan nomor sini, kan?"     

"Ya," jawab Shingo singkat. Kemudian, gadis itu pun tersenyum sambil melambai dan Shingo pun menutup pintu apartemennya. Dia berjalan masuk ke dalam sambil menaruh kartu nama dari Zhao Qingyi tadi di atas meja ruang tengah sebelum dia masuk ke kamar untuk tidur.     

Di dekat pintu depan teronggok banyak bungkusan berisi belanjaan di butik, namun Shingo masih malas mengurus itu. Biar saja besok dia akan berurusan dengan belanjaan itu. Dia butuh tidur segera malam ini.     

Ketika dia merebahkan diri di kasur, dia mengambil ponsel barunya dengan nomor Shanghai tentu saja. Dia mulai memasukkan nomor Yuza, dan beberapa nomor temannya di studio dubbing.     

Saat dia tanpa sadar memasukkan nomor Reiko, dia pun tertegun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.