Inevitable Fate [Indonesia]

Iblis Menyeretmu Pergi



Iblis Menyeretmu Pergi

0pihal su eomneun gashi dotchin .. gireul jaechokaneun hyeonshil .. naegen beogeoul geora .. Oh oh oh oh Devil ssaneulhan biuseum     
0

((Kenyataan mendesakku untuk .. mau tidak mau memilih jalan yang lebih sulit .. Ini akan menjadi terlalu sulit bagiku .. Oh oh oh oh Iblis, tawa brutalmu))     

- Devil by Max Changmin TVXQ -     

==========     

Saat Shingo sedang menunggu di studio dubbing anime, dia dikejutkan oleh penawaran salah satu manajer di sana.     

"Aku memiliki koneksi ke salah satu petinggi rumah produksi di Tiongkok. Apa kau ingin mencoba … menjadi aktor?" Manajer bernama Dei itu berkata ke Shingo sambil terus menatap lekat lelaki di sebelahnya.     

Mata Shingo memicing mendengar penawaran dari salah satu manajer studio tersebut. "Aktor? Bermain film?" tanyanya sedikit tak percaya.     

"Ya. Aku pernah memberikan CV beberapa seiyuu (pengisi suara di Jepang) di sini ke sebuah PH (Production House atau rumah produksi) di Tiongkok. Aku memiliki teman baik di sana." Dei melanjutkan, "Dan salah satunya adalah CV kamu, Shingo-san."     

"Lalu? Kenapa malah memberikan CV kami ke mereka?" Shingo masih belum menemukan korelasi antara dubber dengan sebuah PH. Apalagi itu merupakan rumah produksi film dan serial.     

"Yah, karena tentu saja awalnya aku pikir sudah banyak anime dialih suara di sana, dan film di sana pun dialih suara di sini, maka dengan memberikan CV kalian, mereka bisa memilih kira-kira siapa yang pantas mengisi suara karakter film mereka yang bisa dijual di Jepang ini." Dei memberikan alasan yang masuk akal.     

Karena itu, Shingo pun manggut-manggut paham. Rupanya ini korelasi seiyuu dengan sebuah rumah produksi film dan serial di Tiongkok sana. Penjelasan dari manajer Dei sungguh masuk akal bagi Shingo.     

"Bagaimana, Shingo-san? Apakah kau tertarik? Ini merupakan tawaran yang jarang terjadi dari pihak mereka, karena mereka langsung menunjuk kepada CV-mu dan malah tertarik ingin mencoba talentamu untuk bermain film."     

"Bukan pengisi suara?"     

"Bukan, Shingo-san. Mereka dengan jelas menyatakan ingin mencoba bekerja sama denganmu dalam sebuah film dan kau memerankan salah satu karakter di sana."     

Ucapan dari manajer Dei menjadikan Shingo terdiam sejenak. Otaknya terus berputar memikirkan segala hal mengenai itu.     

Pergi ke Tiongkok, tentunya itu adalah pilihan utama jika dia menerima tawaran itu. Dan ini artinya dia mendapatkan kenaikan jenjang karir.     

Jika di Jepang, ada banyak seiyuu yang berakhir menjadi penyanyi atau menjalani kedua karir tersebut (karena ada banyak anime yang menggunakan seiyuu mereka untuk sekalian menyanyikan lagu OST-nya), mereka jarang sekali mendapatkan tawaran menjalani sebuah film atau serial.     

"Bukankah ini sebuah loncatan yang sangat tinggi dan langkah besar bagi Shingo-san?" Manajer Dei seakan memberikan gelitikan di telinga Shingo saat mengatakan itu.     

Ya, ini benar-benar akan menjadi titik balik pada kehidupannya jika dia menerima tawaran tersebut.     

"Shingo-san?" Manajer Dei seolah tak sabar ingin mendengar jawaban dari Shingo, dan sepertinya dia sangat berharap agar Shingo menerima tawaran itu.     

"Um, Dei-san, aku tentu saja harus memikirkan beberapa hal dulu sebelum memberikan keputusan. Tidak apa-apa, kan?" tanya Shingo setelah menyelesaikan renungannya.     

"Tentu saja tak apa-apa. Hanya, aku harap kau tidak terlalu lama memberi keputusan karena mereka menunggumu dengan sungguh-sungguh," sahut manajer Dei.     

"Mereka … menungguku?" ulang Shingo menggunakan nada tanya.     

Manajer Dei menganggukkan kepala dan berkata, "Benar. Mereka benar-benar tertarik ingin sekali menjadikanmu salah satu karakter di film mereka karena mereka bilang suaramu sangat berkarakter dan cocok menjadi salah satu tokoh film mereka."     

Shingo menatap manajer Dei yang juga menatap padanya, penuh harap.     

.     

.     

Malam di apato-nya, Shingo duduk di sudut futon-nya sambil terus saja memikirkan tawaran dari manajer Dei tadi.     

Ia sendiri tidak menyangka dirinya akan dilirik oleh rumah produksi dari luar negeri begitu hanya berdasarkan dari karakter suaranya saja. Apakah mereka serius?     

Tapi, jika mereka hanya main-main saja, tentunya tak akan sampai sejauh itu menyampaikan ke manajernya, kan?     

Menjadi aktor film.     

Shingo terus-menerus menggaungkan kata itu di benaknya. Menjadi aktor film.     

Pergi ke Tiongkok, dan itu tentu bukan merupakan hal remeh untuk dijalani, kan?     

Tapi, jika dia tetap bertahan di sini dan hanya menjadi seiyuu selamanya, lalu apa yang patut dia banggakan sebagai pencapaian dalam hidupnya?     

Kalau dia di sini … Reiko. Mendadak saja dia teringat akan Reiko. Ya, dia masih memiliki rasa bersalah yang terlalu besar pada gadis itu, dan dia terus didera oleh perasaan itu setiap melihat Reiko atau berjumpa dengan perempuan itu.     

Maka, sepertinya pergi ke Tiongkok merupakan jalan alternative bagi dirinya untuk sedikit meredakan perasaan yang menggumpal di hatinya.     

Dia akan berada lama di Tiongkok dan itu artinya dia tak perlu bertemu Reiko dalam waktu dekat ini. Bukankah ini merupakan solusi terbaik bagi dia untuk saat ini?     

Memang terkesan pengecut karena dia seolah sedang melarikan diri dari perbuatan jahatnya. Tapi dia paham bahwa dia akan lebih jahat dan menyakiti Reiko lebih mendalam jika dia mengatakan apa adanya ke gadis itu mengenai insiden di ruang pribadi restoran saat itu.     

Baiklah, sepertinya dia sudah menemukan jawaban yang akan dia sampaikan kepada manajer Dei setelah ini.     

Ahh! Dia terlupa menanyakan sesuatu pada manajer Dei. Karena dilihatnya ini masih belum terlalu malam, maka ia pun meraih ponselnya, berharap manajer Dei masih terjaga dan tidak terganggu dengan panggilannya.     

Beberapa detik Shingo harus menunggu sebelum akhirnya teleponnya diangkat di seberang sana.     

"Moshi moshi, Dei-san?     

"Ya, Shingo-san?"     

"Apakah aku mengganggu?"     

"Tidak, tentu saja tidak. Ada apa?"     

"Aku ingin bertanya perihal tawaran tadi mengenai film di Tiongkok."     

"Ohh, ya. Silahkan saja bertanya, aku akan jawab apa yang aku ketahui."     

"Etto … Dei-san … jika aku menerima tawaran itu … lalu bagaimana dengan masalah bahasa? Apakah aku harus belajar bahasa mandarin terlebih dahulu, atau—"     

"Tidak perlu. Kata temanku, mereka sudah membayangkan karakter terbaik yang cocok untukmu. Di sana kau akan jarang berdialog. Kalaupun ada, itu sangat sedikit dan akan dibimbing di lokasi syuting atau hanya butuh pembelajaran lafal selama beberapa hari saja, tak perlu cemas mengenai bahasa. Di sana juga sudah ada asisten temanku yang mengerti bahasa Jepang."     

"Ohh, um, baiklah."     

"Maksudmu? Kau menerimanya, Shingo-san?"     

"Sepertinya … itu tidak buruk, benar bukan?"     

Di seberang sana, wajah manajer Dei gembira luar biasa ketika mendengar pernyataan setuju meski samar dari Shingo. Tapi, dia tidak memperlihatkan kegembiraannya melalui nada suaranya. Dia tetap bersuara normal ketika menjawab, "Tentu saja tidak buruk, Shingo-san. Orang muda sepertimu pastinya harus menggapai sebanyak mungkin kesempatan bagus."     

Shingo menghela napas panjang sebelum berkata, "Baiklah, Dei-san, aku harus merepotkanmu untuk mengurus ini dan itu mengenai hal tersebut, apakah itu baik-baik saja. Cukup katakan saja aku harus melengkapi persyaratan apa saja untuk berangkat ke sana."     

"Baik, Shingo-san! Serahkan saja padaku!" Manajer Dei tidak bisa menahan lagi kegembiraan di nada suaranya pada akhirnya. Namun, Shingo tidak terlalu memikirkan jauh mengenai itu dan telepon pun disudahi.     

Kemudian, setelah itu, manajer Dei men-dial sederet nomor telepon pihak lainnya. Menunggu beberapa detik sebelum akhirnya diangkat oleh orang di seberang sana dan dia pun berkata, "Tuan Sekretaris, saya sudah berhasil membujuk Shingo dan dia bersedia ke Tiongkok."     

"Baiklah. Uangnya akan segera aku kirimkan ke rekeningmu." Orang di seberang pun menutup teleponnya.     

Sementara manajer Dei bersuka cita akan mendapatkan uang banyak, orang yang dia telepon barusan pun menghubungi sebuah nomor, dan berkata, "Tuan, Shingo sudah menyanggupi pergi ke Tiongkok."     

"Kerja bagus." Orang yang dipanggil tuan itu menyahut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.