Inevitable Fate [Indonesia]

Reiko Memergoki Liz



Reiko Memergoki Liz

0Betapa malu luar biasanya Nona Kizo ketika dia menyadari bahwa bercumbu intim dengan Onodera Ryuu hanyalah sebuah imajinasi liarnya semata yang benar-benar cuma ada di kepalanya sejak tadi mereka memasuki lift.     
0

Tak hanya itu, bahkan insiden lift yang terhenti dan berguncang saja tidak ada. Sungguh itu semua hanya berdasarkan khayalan dirinya saja.     

"Liz, kau tidak apa-apa?" tanya Nathan Ryuu sekali lagi karena melihat sikap Nona Kizo yang tampak linglung dan bingung tak jelas alasannya. "Apa kau sakit? Butuh aku sediakan mobil ke rumah sakit atau aku panggilkan ambulans?"     

Nona Kizo menatap gelagapan ke Nathan Ryuu sambil menggelengkan kepala dan menjawab, "Tidak, jangan. Tidak usah, tidak usah rumah sakit." Segera, dia mengendalikan dirinya dan bersikap setenang biasanya setelah menarik napas dua kali.     

Tarik napas tiga kali? Itu terlalu lama bagi Nona Kizo.     

Kini, Nona Kizo sudah bisa berdiri dengan stabil di atas kakinya sendiri dan matanya tidak lagi menampakkan kepanikan atau bingung pada raut wajahnya. Semua sudah dia normalkan sebaik mungkin.     

"Ehem! Maafkan aku, Ryuu. Sepertinya tadi aku sedikit pusing, mungkin karena belum sempat makan." Nona Kizo berujar memberikan alasan yang sekiranya masuk akal.     

"Ohh! Sangat buruk kalau kau sampai terlambat makan, Liz!" Nathan Ryuu segera merespon dengan dua alis terangkat tinggi, menunjukkan wajah perdulinya.     

"Ya, ehem, yah, karena aku benar-benar fokus mengerjakan proyek kita sehingga kadang aku sampai terlupa akan jam makanku sendiri." Nona Kizo menyembulkan senyum singkat pada wajahnya, berharap dengan sangat setelah ini lelaki ramah seperti Onodera Ryuu akan mengajaknya ke rumah makan untuk bersantap bersama.     

"Yah, aku harap meski pekerjaan kita memang penting, namun menjaga kesehatan diri sendiri lebih penting dari apapun, Liz. Nah, aku akan rekomendasikan padamu sebuah restoran bagus di rooftop. Itu milik salah satu teman kuliahku. Kau bisa ke sana dan dia akan tahu kau tamu dariku." Nathan Ryuu pun mengeluarkan ponselnya dan menampilkan restoran yang dia maksud tadi ke Nona Kizo.     

Gadis kaya itu menatap sedih ke layar ponsel lelaki Onodera. Restoran itu memang bagus dengan pemandangan outdoor yang luar biasa, apalagi ke sana di saat musim panas seperti ini sungguh tepat. Namun, bukan itu yang membuatnya sedih, melainkan tidak berhasilnya dia membuat Nathan Ryuu mengajaknya makan malam.     

"Bagaimana menurutmu? Kau menyukainya? Aku akan hubungi pemiliknya segera begitu kau meluncur ke sana. Nanti aku akan berikan alamat tepatnya ke pengawalmu." Nathan Ryuu belangkah menjajari Nona Kizo di pelataran parkir bawah tanah.     

"U-umm, tidak, tidak usah. Sepertinya aku ingin makan di rumah saja." Terpaksa Nona Kizo menolak rekomendasi Nathan Ryuu. Dia sudah terlalu malu saat ini dan ingin segera pulang saja jika memang lelaki di dekatnya ini tidak paham akan keinginannya makan malam bersama.     

"Oke, baiklah kalau memang begitu. Aku pun setuju bahwa makanan rumah memang terbaik." Nathan Ryuu tersenyum dan keduanya telah sampai di mobil yang menunggu Nona Kizo. "Nah, silahkan."     

Nona Kizo ber-ojigi secara anggun ke Nathan Ryuu sebelum dia memasuki mobilnya dan meluncur keluar dari gedung utama SortBank.     

Setelah kepergian Nona Kizo, Nathan Ryuu menelepon sopirnya sendiri untuk lekas mendatangi dia yang sudah siap di pelataran parkir bawah tanah.     

.     

.     

Jam 10 malam lebih, Nathan Ryuu sudah bersiap untuk tidur ketika bunyi pintu penthouse-nya terdengar tanda ada seseorang masuk. Dan tentu saja dia mengetahui dengan jelas siapa yang sekiranya masuk.     

Tidak mungkin tidak, itu tentu ….     

Senyum Nathan Ryuu terkembang, dia berjalan cepat keluar kamar untuk menyambut yang datang.     

Saat Nathan Ryuu tiba di depan kamarnya, dia terkejut mendapati Reiko yang sudah berdiri di sana dengan menggunakan kostum seksi dari bahan serba kulit dari atas sampai bawah berwarna hitam.     

"Sepertinya saat ini ada yang sedang menunggu seseorang, benarkah?" Reiko berjalan bagaikan macan betina ke arah suaminya. Ia melepas mantel panjangnya sehingga kini terlihat jelas kostum yang dia pakai.     

Atasan ketat dari kulit warna hitam dengan belahan dada rendah, rok mini ketat dari bahan dan warna sama dengan atasannya dan sepatu boot selutut dari bahan dan warna sama pula. Sepertinya itu satu set.     

"Kau … kau kucing nakal … kemari agar aku bisa menghukummu!" Sembari tersenyum lebar, Nathan Ryuu menarik tangan istrinya dan menyebabkan Reiko terjatuh ke pelukannya.     

"A-aawwhh! Hei, jangan tidak sabaran begitu terhadap nona peri ini!" Reiko berpegangan pada dada suaminya.     

"Nona peri? Ohh, sepertinya peri yang ini sungguh berbeda dengan lainnya. Peri ini rupanya jauh lebih nakal dan pandai menggoda, yah!" Mata Nathan Ryuu menjelajahi tubuh molek istrinya yang terbungkus kostum ketat dan mini tersebut sebelum dia membopongnya ke dalam kamar.     

"Berapa hari kau meninggalkan aku, hn?" ucap Nathan Ryuu sambil menggendong istrinya ke kamar. "Sebanyak apa aku harus mendapatkan kompensasi atas itu?"     

"Hei, hei, bukankah kau duluan yang memiliki rencana pergi dariku?" Reiko membela diri, agak bergidik membayangkan bakal segila apa suaminya nanti di ranjang.     

-0-0—00—0-0-     

Pagi harinya, Reiko merasa seluruh tulang dan sendinya runtuh dari tempatnya. Ia sampai tertatih ketika berjalan ke kamar mandi.     

Nathan Ryuu menyadari sang istri yang pelan-pelan turun dari tempat tidur. Dia membuka sedikit matanya dan menahan geli saat melihat sang istri yang kesulitan berjalan.     

Tak lama, terdengar pekikan tertahan dari dalam kamar mandi. "Pfftt!" Nathan Ryuu sulit menahan tawa kecilnya ketika mendengar itu. Meski dia agak menyesal sudah sedikit berlebihan semalam hingga subuh, namun itu salah Reiko sendiri, ya kan?     

Di dalam kamar mandi, Reiko masih meringis menahan perih. Dia bagaikan perawan lagi hanya gara-gara sudah setengah bulan tidak berintim-intim dengan suaminya.     

"Ssshhh!" Reiko mendesis lagi ketika bagian kewanitaannya tersentuh air hangat. "Ryuu, dasar kau—urrfhh …."     

Setelah beberapa belas menit di dalam kamar mandi dan sekalian mandi pagi pula, Reiko keluar sembari rambutnya terbungkus handuk dan dia masih memakai mantel mandi.     

Ia keluar dari kamar mandi dan tidak menjumpai suaminya di kamar. Mungkin sang suami sedang menyiapkan sarapan pagi. Biasanya begitu yang dilakukan oleh lelaki Onodera jika lelaki itu menggila semalaman terhadap Reiko. Semacam kompensasi.     

Namun, ketika Reiko hendak keluar kamar, perhatiannya teralihkan ke ponsel suaminya yang tergeletak di meja nakas dan sedang bergetar. Tak ingin terlalu ingin tahu mengenai siapa yang menghubungi suaminya sepagi ini, Reiko pun membiarkan saja hingga getarnya berhenti.     

Saat kaki Reiko sudah mencapai pintu, ponsel itu bergetar lagi. Ia jadi bertanya-tanya, sepenting apa urusan suaminya dengan orang lain sehingga harus dihubungi sepagi ini?     

Melangkah pelan ke meja nakas, Reiko menatap ke layar ponsel, di sana masih ada nama penelepon. "Liz? Siapa itu? Nama perempuan?"     

Baru saja Reiko mengingat-ingat apakah dia kenal dengan teman suaminya bernama Liz, tiba-tiba saja muncul pesan dari Liz. Pesan itu bisa terlihat semuanya meski ponsel tidak dibuka.     

Bunyinya: [Ryuu, aku sudah makan pagi ini. Terima kasih perhatianmu kemarin. Semoga kau juga sudah makan. Kapan-kapan mari berwisata kereta seperti hari lalu].     

"Hee?!" Mata Reiko terbelalak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.