Inevitable Fate [Indonesia]

Satu Pemikiran Dengannya



Satu Pemikiran Dengannya

0Meski tahu bahwa dirinya akan mengakibatkan kekecewaan pada Nona Kizo karena terlalu singkat duduk bersama di ruang makan kereta Shiki-Shima, namun Nathan Ryuu tetap pergi lebih dahulu bersama 3 anak buahnya dari ruang tersebut.     
0

Keempat orang itu berjalan keluar dari ruang makan dengan Nathan Ryuu paling depan, menuju ke gerbong area mereka.     

Di belakang Nathan Ryuu, Zuko bertanya, "Bos, memangnya tidak apa-apa kalau Bos meninggalkan Nona Kizo?"     

Itachi melirik tajam ke Zuko karena pertanyaan itu terlantun begitu saja dari kekasih Runa.     

"Memangnya aku harus menemani dia? Adakah keharusan mengenai itu? Kau ingin aku dan dia di sana?" Nathan Ryuu berhenti melangkah dan menoleh ke Zuko di belakangnya.     

Seketika, karena jawaban tajam dari majikannya, Zuko pun meneguk ludah, merasa kikuk sendiri dan dia menjawab, "Y-Ya, aku … aku tidak bermaksud agar B-Bos … menemani dia. Hanya … hanya bertanya saja, Bos. Bertanya, he he … he he …." Dia menutup dengan kekehan canggung sambil menggaruk belakang kepalanya.     

Itachi menepuk pelan dahinya. Kadang Zuko memang tidak tertolong. Bagaimana bisa Zuko bertanya hal seperti itu ke bosnya? Apakah dia sedang cari mati?     

Untung saja Nathan Ryuu masih dalam keadaan mood yang baik sehingga dia tidak perlu terlalu sinis dalam menanggapi pertanyaan konyol dan tak penting dari Zuko.     

Sang Onodera kembali ke kamarnya untuk menyendiri seperti biasanya. Dia mengirim pesan ke istrinya, siapa tahu Reiko sedang dalam waktu rehat.     

[Sayank, aku tak sabar ingin lekas menemuimu] Demikian tulis Nathan Ryuu di pesannya.     

Lalu, dia meletakkan ponsel di meja nakas, dan duduk menatap ke luar jendela. Dia merenung, apakah dia seharusnya menyesali perjalanan ini atau tidak.     

Nathan Ryuu sudah menyadari bahwa Nona Kizo menaruh perasaan padanya meski si nona berlagak dingin dan datar. Namun, yang tidak bisa membohongi adalah tatapan matanya kala menatap Nathan Ryuu.     

Padahal Nathan Ryuu tidak ingin membuat wanita manapun jatuh cinta padanya setelah dia menetapkan hati pada Reiko. Namun, bagaimana mungkin wanita tidak terpikat pada dia yang tampan, kaya, dan bersikap ramah ke siapapun.     

Tok! Tok!     

Terdengar bunyi ketukan di pintu kamar keretanya. Nathan Ryuu menoleh ke pintu dan berkata, "Masuk."     

Kemudian, muncullah Itachi. "Tuan, ini file yang Tuan ingin." Ia maju mendekat ke bosnya sambil menyerahkan tablet di tangan.     

Nathan Ryuu menerima tablet itu seraya matanya meneliti apa saja yang tertera di layar. Dan kemudian, dia berkata, "Duduklah." Tanpa melihat ke Itachi.     

Sang sekretaris pun duduk di kursi dekat Nathan Ryuu, tenang dan diam tanpa suara, menunggu Onodera muda ini memeriksa berkas-berkas yang tadi dia sodorkan melalui tablet.     

"Itachi," kata Nathan Ryuu disela dia memeriksa berkas di tablet. "Menurutmu bagaimana tentang Nona Kizo?"     

Pertanyaan dari Nathan Ryuu membuat kening Itachi berkerut samar. Dia segera menganalisis kalimat dari sang bos barusan. Apakah ini sebuah pertanyaan serius, atau pertanyaan jebakan saja? Dia harus waspada pada jenis pertanyaan semacam ini dari si bos.     

Dengan memilih kalimat secara hati-hati, Itachi menjawab, "Penilaian dari segi apa yang harus saya utarakan mengenai Beliau, Tuan?" Dia tidak mau sembarangan bicara seperti Zuko. Dia tak mau salah ucap. Sejak dulu, dia memang jenis orang yang berpikir terlebih dahulu sebelum membuka mulut.     

"Segi psikologisnya." Mata Nathan Ryuu masih tertuju ke layar.     

"Mengenai itu … saya berpendapat jika Nona Kizo merupakan wanita yang berperilaku baik dengan kendali diri yang hebat serta menjaga martabatnya dengan baik pula, menandakan dia dididik begitu baik oleh keluarganya." Demikianlah jawaban dari Itachi.     

Kemudian, usai Itachi menjawab, mata Nathan Ryuu beralih ke sekretarisnya. Dia tersenyum sampai menampakkan sedikit deretan gigi depannya, dan berkata, "Ha ha, sepertinya kau sangat hati-hati memilih kata-katamu, Itachi."     

Lelaki di dekat Nathan Ryuu itu pun mengangguk hormat tanpa mengucap apapun.     

"Itachi, kau tak perlu sehati-hati itu saat ini. Aku hanya ingin mendengar pendapatmu, katakan saja apa adanya yang ada di benakmu."     

"Baik, Tuan."     

"Nah, menurutmu, apakah Nona Kizo itu aneh karena mengajak kita semua ke kereta ini?"     

"Tentu, Tuan. Saya sudah memikirkan itu semenjak awal saya diberitahu Tuan bahwa Nona Kizo mengajak kita menjalani perjalanan mewah seperti ini."     

"Bagaimana menurutmu akan itu?"     

"Kalau saya boleh berbicara gamblang, Tuan, sepertinya ada motif tersendiri dari Nona Kizo."     

"Motif tersendiri?" Nathan Ryuu berpura-pura terkejut, hanya ingin memancing Itachi agar lebih menguak apapun yang dipikirkan.     

"Kalau bisa dikerucutkan, saya akan memilih kata-kata … motif pribadi."     

"Ahh …." Nathan Ryuu menaikkan dagunya lalu mengangguk-anggukkan kepalanya seakan dia baru paham. "Menurutmu, apa motif pribadinya?"     

"Tuan."     

"Hn?"     

"Tuanlah motif pribadi Nona Kizo."     

Kedua alis Nathan Ryuu kian terangkat secara dramastis sambil matanya masih lekat memandang Itachi. "Jadi begitu."     

"Benar, Tuan. Dan saya yakin, Tuan juga sudah merasakannya sejak awal di sini."     

"Ha ha ha, Itachi, kau memang orang kepercayaanku yang patut aku acungi jempol! Memang susah menyembunyikan apapun darimu, yah! Ha ha ha, tidak sia-sia aku mempercayakan kau status tangan kananku."     

Nathan Ryuu tertawa ringan. Ternyata dia satu pemikiran dengan Itachi. Ini artinya, dia tidak sekedar berhalusinasi ataupun mengada-ada dengan asumsinya.     

Kalau Itachi juga memikirkan asumsi yang sama, maka itu artinya dia tidak berlebihan dengan apa yang menjadi dugaan di benaknya.     

"Karena kau sudah mengetahui itu, Itachi, maka mungkin nanti aku akan sering meminta tolong padamu jika aku harus … menjauhkan Nona Kizo dariku." Inilah yang sebenarnya ingin disampaikan Nathan Ryuu dari semula Itachi muncul di kamarnya.     

"Saya pasti akan mengusahakan dengan baik hal tersebut, Tuan." Itachi mengangguk patuh.     

"Siang ini kita akan tiba di Tokyo. Minta Toshiki mempersiapkan diri. Kalau dia ingin tidur sejenak, sekaranglah saatnya." Nathan Ryuu pun memberikan perintah ke Itachi.     

Itachi bangun dari duduknya dan membungkuk ojigi ke Nathan Ryuu sembari berkata, "Baik, Tuan." Lalu, dia melangkah pergi meninggalkan kamar sang bos sambil menenteng tablet yang telah selesai dilihat Nathan Ryuu.     

Kembali, Nathan Ryuu melirik ke ponselnya dan belum ada jawaban dari Reiko. "Hn, mungkin dia sedang sangat sibuk." Ia menenangkan pikirannya sendiri.     

Beberapa jam berikutnya, kereta mewah itu pun tiba di stasiun Ueno di Tokyo. Hanya beberapa waktu dengan gerak cepat, rombongan Nathan Ryuu sudah masuk ke mobil setelah mereka berpamitan secara pantas pada Nona Kizo dan juga para pengusaha tua yang menyertai perjalanan mereka.     

Di mobil, Nathan Ryuu tidak sabar ingin lekas menemui istri tercinta. Bahkan dia tak sabar ingin segera mencium aroma sang istri.     

Saat ini, sudah memasuki waktu sore menjelang petang ketika Nathan Ryuu tiba di penthouse-nya. Suasana di sana sepi karena Reiko ternyata belum pulang.     

Kemudian, terdengar bunyi getaran ponsel yang ada di saku mantel Nathan Ryuu. Lelaki itu bergegas menyambar dan membukanya, berharap itu adalah sang istri.     

Tangan Nathan Ryuu menggulir tombol hijau karena ternyata itu memang Reiko yang sedang menelepon dirinya.     

"Ryuu, apa kau sudah pulang?"     

"Iya, sayank, aku sudah tiba di penthouse."     

"Duh, maaf yah, Ryuu. Sepertinya malam ini aku masih harus tidur di sini. Kami masih kalang kabut sibuk sekali mempersiapkan ini dan itu untuk debut nanti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.