Inevitable Fate [Indonesia]

Dinantikan di Meja Makan



Dinantikan di Meja Makan

0Sementara Nathan Ryuu berjalan menghampiri Itachi dan Zuko yang masih mematung diam di tempat, Nona Kizo masih merasakan debaran tak menentu di jantungnya usai insiden pelukan barusan.     
0

Melihat lelaki Onodera itu sedang berbicara dengan dua anak buahnya, maka Nona Kizo memutuskan untuk berlalu dari sana. Dia berjalan ke ambang pintu gerbong tersebut dimana ada Nathan Ryuu dan dua bawahannya.     

"Aku kembali ke kamar dulu, Ryuu." Nona Kizo mati-matian untuk tetap mampu bertutur secara normal pada Nathan Ryuu meski dadanya bergemuruh bagai sedang terjadi perayaan tahun baru di sana. Bahkan dia sekuat tenaga tidak tundukkan kepala, menatap lurus ke Nathan Ryuu.     

"Ohh ya, silahkan." Nathan Ryuu menjawab diiringi senyum khasnya yang terlihat ramah bagi orang-orang yang berinteraksi dengannya. Keramahan pemuda Onodera itu memang sudah diketahui banyak kolega bisnisnya.     

Sepeninggal Nona Kizo, Nathan Ryuu melanjutkan pertanyaannya ke Itachi, "Apakah kau sudah mengirim dokumen-dokumen seperti yang aku minta kemarin?"     

"Sudah, Tuan. Semua sudah beres." Itachi mengangguk tegas.     

"Baguslah kalau begitu, besok sepertinya kita pulang ke Tokyo." Nathan Ryuu berkata sambil mengusap handuk kecil ke keningnya yang masih menyisakan peluh.     

"Fyuuh!" Zuko mendesah lega, dan itu lirih saja.     

Namun, ternyata masih bisa terdengar oleh bosnya, sehingga kepala si bos dimiringkan ketika berkata, "Sepertinya ada yang sangat senang ketika kita sudah akan tiba kembali di Tokyo."     

Itu jelas sindiran, apalagi Nathan Ryuu menatap ke Zuko, menandakan dia paham kenapa asistennya bisa bertingkah macam itu.     

Zuko tergagap karena ketahuan, "A-ano … etto … Bos … itu …."     

"Apakah kau sudah membelikan oleh-oleh untuk Runa-chan?" tanya Nathan Ryuu kepada Zuko yang terkesiap.     

"Etto … itu …." Zuko masih tergagap.     

"Belum? Kau belum membelikannya?" tebak Nathan Ryuu.     

"Su-Sudah, Bos!" tegas Zuko dengan wajah rumit. "Meski aku tak tahu apakah nanti Runa-chan menyukainya atau tidak."     

"Coba beri dia perhiasan jika pemberianmu tidak ingin ditolak." Itachi di samping Zuko ikut berkomentar. Apakah itu sebuah sindiran atau saran?     

"Pe-Perhiasan?" Mata Zuko membola lebar saat menanggapi kalimat Itachi. "Kenapa harus perhiasan?"     

"Mayoritas wanita di dunia menyukai perhiasan." Itachi mengemukakan penilaiannya mengenai itu.     

"Tsk! Aku yakin wanitaku tidak gila perhiasan. Tidak semuanya begitu, Itachi-san. Bos, Nyonya juga bukan orang gila perhiasan, kan?" Zuko menoleh ke Nathan Ryuu.     

Lelaki Onodera itu tersenyum kecil sebelum menjawab, "Yah, dia memang bukan wanita tipe penuntut. Bahkan kadang aku harus memaksanya dulu agar dia mau menerima pemberianku."     

"Nah!" Zuko mengangguk sekali seakan menyetujui dengan sangat apa yang diucapkan majikannya. "Wanitaku juga seperti itu!"     

"Kau yakin?" tanya Itachi.     

"Tentu saja yakin! Aku mengenal dia luar dan dalam! Bagaimana mungkin aku tidak mengenal karakternya?" Zuko memberikan—entah itu—pembelaan atau pun keyakinannya.     

.     

.     

Pada malam hari, Nathan Ryuu memilih untuk makan malam bersama dengan anak buahnya saja di gerbong miliknya.     

Kereta tersebut memang bisa disewa karena jumlah gerbongnya tidaklah banyak. Orang bisa menyewa per gerbong ataupun seluruh kereta sekaligus.     

Kali ini, Nona Kizo sungguh dermawan sekaligus royal ketika dia menyewa seluruh kereta dan memberikan gerbong pada masing-masing kolega yang dia ajak.     

Untuk Nathan Ryuu, karena dia membawa beberapa orang bersamanya, Nona Kizo rela memberikan dua gerbong sekaligus untuk pria Onodera itu meski Nathan Ryuu bersikeras hendak membayar sendiri satu gerbong yang memuat ketiga anak buahnya.     

Karena Nona Kizo tidak ingin dibantah, dia tegas mengatakan pada Nathan Ryuu bahwa lelaki tersebut tidak perlu mengeluarkan uang apapun kali ini. "Kau bisa membalasku kapan-kapan, oke!" Demikian tanggap Nona Kizo pada Nathan Ryuu kemarin.     

Di meja makan sebuah gerbong pribadi ….     

"Bos, kau yakin tak apa-apa makan bersama kami di sini saat ini?" tanya Zuko sambil mengiris daging steak-nya dan menatap tuannya.     

"Tentu saja tidak mengapa, memangnya kenapa?" Nathan Ryuu balik bertanya seraya dia mengambil gelas di depannya dan menyesap champagne di dalamnya, tidak terburu-buru menghabiskan karena minuman semacam itu memang paling nikmat ketika diminum sedikit demi sedikit sembari dihayati rasanya. Saat ini dia tidak makan besar, hanya kudapan ringan saja.     

"Yah, karena tentunya Bos sudah ditunggu oleh Nona Kizo, ya kan?" Zuko tanpa ditahan-tahan, menyatakan apa yang bercokol di otaknya.     

"Hn? Kenapa kau bisa berasumsi demikian?" Mata Nathan Ryuu memicing sembari menatap tajam ke Zuko.     

Dikarenakan respon dari si bos, Zuko sedikit gelagapan dan merasa tak enak hati sendiri. "A-Ano … itu … itu hanya … hanya perkiraanku saja, Bos! Yah, karena pastinya Nona Kizo mengharapkan bisa menghabiskan lebih banyak quality time bersama tamu-tamunya, iya kan? Siapa tahu saat ini Bos ditunggu di meja makan gerbong Nona Kizo bersama pengusaha lainnya."     

Secara pintar, Zuko berkelit untuk menyamarkan tuduhan halusnya. Bagaimana mungkin dia tidak berpikiran seperti tadi jika dia melihat dengan jelas tingkah gugup Nona Kizo disertai wajah merah merona wanita kaya itu ketika dipeluk bos dia. Zuko yang bodoh dan tidak peka saja bisa menyimpulkan demikian, menandakan Nona Kizo gagal menyembunyikan perasaannya saat itu, meski hanya sekilas.     

"Jangan memunculkan asumsi macam-macam, Zuko." Nathan Ryuu memperingatkan disertai kerlingan tegas pada sang asisten.     

"I-Iya, Bos! Aku mengerti! Maafkan kelancanganku!" Zuko segera melakukan ojigi sembari duduk.     

Di gerbong lain yang penuh akan orang-orang sedang makan malam, Tuan Setagawa berkata, "Rasanya ini tidak benar jika Onodera junior tidak ikut makan di sini."     

"Benar, Setagawa-san! Dia sungguh keterlaluan menolak acara makan malam bersama kita! Ehem!" Dia lekas berdehem sambil melirik ke arah Nona Kizo yang masih tertunduk, menekuni makanannya.     

"Sungguh! Nanti akan menegur dia agar dia tidak bertingkah seenaknya begitu!" Tuan Horikawa berujar tegas dan ingin sekali dia menampar meja jika tidak ingat ada kehadiran wanita di sana.     

"Tak perlu sekeras itu padanya, Tuan-Tuan sekalian." Akhirnya, Nona Kizo mengangkat wajahnya untuk menatap para pengusaha tua di dekatnya. "Malam pertama kita di sini, dia sudah makan malam bersama kita. Jadi, malam kedua … aku bisa memakluminya jika dia berkehendak ingin memiliki makan malam dengan anak buahnya."     

Wanita muda nan kaya itu malah menenangkan para pengusaha tua di ruangan itu. Hal ini makin membuat pria-pria tua jadi makin kesal.     

"Huh! Nona Kizo, kau terlalu lunak padanya. Memangnya sepenting apa sih anak buahnya, sampai-sampai bisa mengalahkan Nona Kizo?" Tuan Horikawa bersungut-sungut.     

Lekas saja kakinya ditendang oleh Tuan Setagawa yang duduk di sebelahnya sambil memberi kode melalui mata.     

Tuan Horikawa langsung saja paham dan merasa tak enak. Ia bergegas berkata pada Nona Kizo, "A-Ano … aku tidak bermaksud mengadu domba Nona Kizo dengan Onodera junior atau apapun itu. Hanya kesal saja ketika dia menolak makan malam dengan kita hanya karena alasan anak buah."     

Tuan Setagawa dan pengusaha tua lainnya malah mendesah kecewa sambil ada yang memijat kening secara tersamar. Heh? Tuan Horikawa bingung, apakah dia mengucapkan sesuatu yang keliru lagi? Apa? Beliau menatap rekan-rekan bisnisnya dengan tatapan sarat akan kebingungan.     

Namun, Nona Kizo hanya menanggapi dengan senyuman kecilnya saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.