Inevitable Fate [Indonesia]

Dia Mirip Hana



Dia Mirip Hana

0Nathan Ryuu menyerahkan kopernya ke Zuko untuk dimasukkan ke bagasi mobil usai keluar dari shinkansen, sementara dia mulai masuk ke dalam mobil APV mewah tersebut. Itachi sudah lebih dulu duduk di jok belakang.     
0

Lalu, setelah Nathan Ryuu duduk, Zuko menutup pintu di bagian bosnya dan dia berjalan ke kabin depan untuk duduk berdampingan dengan Toshiki yang juga menjadi sopir.     

Tak lama, mobil pun melaju di jalanan Aomori.     

Aomori merupakan ibukota dari prefektur Aomori yang terletak di bagian paling utara di region Tohoku, memiliki garis pantai yang luas membentang ke utara, timur, dan barat. Aomori dikenal dengan alamnya yang melimpah, produksi apel, dan festival Nebuta musim panasnya – dianggap sebagai festival Tohoku musim panas terbaik.     

Apa yang disebut "sea-effect snow" (salju efek laut) di Jepang membuat sebagian besar Kota Aomori dan daerah sekitarnya diselimuti lapisan bubuk tebal selama musim dingin. Tanah hampir sepenuhnya putih hingga April. Atap tertutup. Trotoar terhalang.     

Namun, karena ini sudah memasuki musim panas, maka Aomori tidak seputih biasanya dan udara juga sudah lebih hangat.     

"Tuan, pertemuan akan diadakan nanti sore hingga malam." Itachi mengingatkan bosnya.     

"Ya, aku tahu. Mungkin memang tidak bisa pulang cepat ke Tokyo dan terpaksa menginap semalam di Aomori." Nathan Ryuu menjawab.     

"Apakah Nyonya sudah tahu mengenai ini, Tuan?" tanya Itachi lagi.     

"Tadi aku sudah mengatakan bahwa aku kemungkinan akan menginap saja di sini. Aku minta Rei untuk mencoba menginap di dorm-nya. Dia beberapa kali bercerita bahwa teman grupnya sering meminta dia bermalam di dorm." Nathan Ryuu teringat akan telepon dia dengan Reiko tadi.     

"Ahh, itu bagus juga untuk menjalin kebersamaan sesama anggota grup agar mereka bisa semakin solid dan kompak, Tuan." Itachi mengangguk pelan menimpali bosnya.     

"Ya, benar. Aku juga tidak mau terlalu ketat mengekang Rei. Jika memang dia ingin mencoba bermalam dengan teman grupnya di dorm, maka itu baik-baik saja, yang penting di sana aman dan terjamin." Nathan Ryuu memang selalu memprioritaskan keamanan dan kenyamanan bagi istri tercinta.     

Tak berapa lama mereka mengobrol ringan, mobil sudah memasuki sebuah hotel. Zuko bergegas mengeluarkan koper bosnya dan Itachi juga menenteng kopernya sendiri.     

Nathan Ryuu hanya menenteng tas kerjanya dan berjalan bersisian dengan Itachi, sedangkan Zuko dan Toshiki mengikuti di belakangnya.     

Itachi sudah memesan 3 kamar untuk mereka. 1 kamar suite room untuk ditempati Nathan Ryuu, 1 kamar deluxe dengan twin bed untuk Itachi dan Zuko, serta deluxe room dengan single bed untuk Toshiki.     

Sebelumnya, Itachi hendak memesankan presidential room, namun Nathan Ryuu menolak, katanya, "Hanya aku saja di situ, untuk apa presidential? Kecuali aku membawa istriku, jelas pastinya aku akan membutuhkan yang paling terbaik."     

Maka dari itu, Itachi membatalkan presidential suite room dan memilih suite room biasa.     

Pertemuan nanti sore akan dihadiri oleh Itachi dan Nathan Ryuu. Mereka berdua yang memiliki kepentingan dengan pertemuan tersebut. Sedangkan Zuko dan Toshiki diharapkan berjaga saja di sekitar gedung pertemuan, siapa tahu mereka akan dibutuhkan Nathan Ryuu sewaktu-waktu.     

"Itachi, kau bisa rehat atau tidur dulu sebelum sore. Kupikir ini masih sempat jika tidur satu atau dua jam." Nathan Ryuu menyarankan itu untuk Itachi ketika dia diantar ke kamar suite-nya oleh sang tangan kanan.     

"Tidak, Tuan. Saya lebih baik tetap terjaga saja. Lagipula, saya tidak mengantuk. Jika Tuan hendak rehat tidur, nanti saya akan bangunkan." Itachi malah menawarkan jasa sebagai alarm hidup.     

"Ohh, sepertinya aku juga tidak akan tidur. Namun, untuk berjaga-jaga saja, jika sampai jam 3 aku belum menghubungimu, berarti aku ketiduran, dan tolong lekas bangunkan aku." Nathan Ryuu sembari membuka jasnya untuk disimpan di lemari.     

"Baik, Tuan. Selamat beristirahat. Saya kembali ke kamar dulu." Itachi membungkukkan badan sebelum pergi.     

.     

.     

Sore hari, Nathan Ryuu ternyata tak bisa tidur dan sudah bersiap ketika jam menunjuk ke angka setengah 4.     

"Kau sudah siap, Itachi?" tanya Nathan Ryuu di telepon.     

"Sudah, Tuan. Saya akan ke sana sekarang juga." Itachi menjawab dan lekas bangun dari duduknya, meninggalkan Zuko yang baru keluar dari kamar mandi.     

"Itachi-san, kalian akan pergi sekarang juga?" tanya Zuko sebelum Itachi mencapai pintu kamar.     

"Ya, cepatlah. Aku dan Tuan tak mungkin menunggu kalian. Toshiki sudah siap di lobi. Sana menyusul dia!" Itachi melirik sedikit ke Zuko sebelum tangannya memutar gagang pintu dan keluar.     

.     

.     

Keempat pria itu keluar dari hotel dengan pakaian rapi, terutama Nathan Ryuu dan Itachi. Keduanya dibalut jas mahal, menunjukkan status mereka. Zuko tetap dengan setelan jas biasa dan Toshiki mengenakan setelan jas hitam yang menyiratkan dia sebagai pengawal khusus.     

"Nanti, Zuko dan Toshi berjaga di area gedung saja, yah!" Nathan Ryuu memberikan instruksi. "Aku dan Itachi akan masuk ke ruang pertemuan."     

"Baik, Tuan!" Toshiki menjawab tegas.     

"Siap, Bos!" jawab Zuko.     

Untung saja mereka bisa masuk ke gedung meski di area sekitar ruang pertemuan saja. Setidaknya itu jauh lebih baik daripada rencana awal bahwa mereka berjaga di sekitar gedung, di tempat terbuka. Itu tidak nyaman tentunya. Beruntung, itu diubah oleh Nathan Ryuu di detik-detik terakhir, mereka bisa masuk ke gedung meski tidak mendampingi bos mereka ke ruang pertemuan.     

.     

.     

"Wah, sudah berapa lama kita tidak bermain tenis, Onodera-san?" Seorang lelaki bertubuh tambun menyapa Nathan Ryuu ketika Onodera muda itu berjalan memasuki ruang pertemuan.     

Sudah ada banyak orang di ruangan luas tersebut. Meja-meja bundar dengan 10 kursi mengelilingi, telah memenuhi beberapa area. Pelayan hilir mudik membawa minuman dan makanan ringan yang diletakkan di meja.     

"Ahh, Seto-san!" Nathan Ryuu menyapa balik sambil bersikap ramah pada pria yang lebih tua darinya itu. "Rasanya kita sudah tidak menghabiskan waktu bersama selama 3 abad! Ha ha ha!" Ia tertawa bersama pengusaha bernama Seto.     

"Onodera-san! Kupikir kau tidak akan datang." Lelaki paruh baya lainnya menghampiri Nathan Ryuu.     

"Iwasaki-san!" balas Nathan Ryuu secara ramah penuh dengan senyuman.     

Pertemuan ini dihadiri para pengusaha besar di Jepang yang berkumpul dalam sebuah asosiasi yang akan mengadakan lelang proyek dari pemerintah.     

Nathan Ryuu mau tak mau datang secara khusus begini, tidak diwakilkan Itachi seperti biasanya, karena ini cukup penting dan serius, benar-benar membutuhkan kehadirannya untuk ikut bersaing di tender proyek pemerintah ini.     

Tidak hanya Nathan Ryuu yang menganggap acara ini serius, buktinya banyak pemilik perusahaan yang rela datang dari berbagai penjuru Jepang hanya untuk mengikuti lelang ini.     

"Hei, lihat! Ternyata pewaris dari Akahana Group juga datang!" Salah satu pengusaha tua di dekat Nathan Ryuu berkata cukup keras.     

Segera, banyak mata menoleh ke sosok yang berjalan masuk ke ruangan itu. Seorang wanita muda bergaun merah ketat selutut yang terlihat anggun dengan tubuh sempurna dan sikap elegan, melangkahkan kaki jenjangnya menyusuri ruangan sambil sesekali mengangguk kecil ke pengusaha lain untuk kesopanan.     

Sosok wanita muda itu begitu menarik perhatian. Selain dia cantik, aura yang ditampilkan juga terlihat berkelas. Rambut pendek lumayan ikalnya bergerak kecil saat dia melangkah. Dadanya berayun indah ketika kaki dengan stiletto itu menghentak lantai. Sungguh tipe wanita idaman dengan tubuh sempurna.     

"Hm, dia mirip Hana," bisik Nathan Ryuu tanpa sadar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.