Inevitable Fate [Indonesia]

Perjalanan Bisnis ke Aomori



Perjalanan Bisnis ke Aomori

0Di tempat lain ….     
0

"Tuan, silahkan." Itachi menyodorkan berkas yang diminta Nathan Ryuu ketika mereka sedang berada di atas shinkansen atau bullet train alias kereta secepat peluru.     

Onodera muda ini tidak menggunakan pesawat jetnya seperti biasa dan memilih menggunakan shinkansen atau bullet train dikarenakan jet pribadinya itu sedang menjalani perawatan rutin.     

"Bos, ini kopinya." Di sisi lain Nathan Ryuu, ada Zuko yang menaruh secangkir kopi di dekat sang majikan.     

"Ya, terima kasih. Taruh dulu di mejamu, nanti aku minum." Nathan Ryuu mulai fokus pada berkas yang diberikan Itachi tadi. Kedua pria itu duduk berdampingan saat dalam perjalanan ke Aomori untuk pertemuan penting di sana.     

Perjalanan dari Tokyo ke Aomori memakan waktu sekitar 3,5 jam menggunakan bullet train ini melalui jalur Tohoku Shinkansen.     

Itachi sudah memesankan tempat duduk di gerbong Gran Luxury Class agar bosnya bisa lebih leluasa menikmati perjalanan 700-an kilometer ini.     

Biaya untuk menikmati kursi nyaman Gran Class di shinkansen berkisar antara 16.000 yen (sekitar 1,9 juta rupiah) hingga 18.000 yen (sekitar 2,2 juta rupiah) untuk sekali jalan saja.     

Kedua pria itu terus berdiskusi seakan tiada hari esok. Sementara itu, Zuko yang berada di baris lain, duduk bersama satu anak buah Nathan Ryuu. Ia melirik ke orang tersebut di sampingnya dan merasa hampa sendiri, bagaikan dia berada di dunia lain.     

Untuk urusan perusahaan, Nathan Ryuu lebih sering berinteraksi dan berdiskusi dengan Itachi yang mengerti seluk beluk administrasi kantor ketimbang Zuko yang hanyalah seorang asisten saja dan kurang mengetahui detil urusan mengenai perusahaan.     

"Toshiki-san, apakah kau sudah memiliki pacar?" Tanya Zuko pada pria di sampingnya. Ia benar-benar bosan dan tak tahu harus melakukan apa saat ini. Mengirim pesan ke Runa namun belum juga dibalas. Yah, ini memang bukan hari libur, wajar jika Runa sedang fokus di kantor.     

Anak buah bernama Toshiki menoleh ke Zuko dengan pandangan heran sekaligus rumit. "Saya …."     

"Ahh, sudah, lupakan saja, Toshiki-san. Aku hanya sedang bosan saja dan bertanya begini padamu." Zuko mengibas ringan tapak tangannya tanda dia sudah tidak ingin membahas lagi topik yang dia lempar barusan.     

"Saya sudah memiliki istri, Zuko-san." Toshiki menjawab.     

"Heh? Istri? Kau yakin?" Zuko sedikit terperanjat akan jawaban pria di sampingnya.     

"Yah, kalau melihat foto pernikahan di rumah saya dimana saja memakai jas da nada perempuan memakai gaun pengantin, saya yakin itu istri saya, Zuko-san." Toshiki menjawab sedikit berseloroh.     

"Tsk!" Zuko mencibir kesal. "Ehh, Toshiki-san, bagaimana rasanya menikah?"     

"Hn? Rasanya … dalam aspek apa dulu, Zuko-san?" Kening Toshiki sedikit berkerut akibat pertanyaan aneh Zuko. Mereka ini sangat jarang berinteraksi bahkan mengobrol, dan kini dikarenakan Zuko sedang bosan, maka lelaki itu mulai cerewet bertanya ini dan itu pada Toshiki.     

"Segalanya!" Zuko menjawab.     

"Tentu enak karena ketika kita pulang, ada yang menyambut, lalu meladeni kita dengan menyiapkan air panas untuk mandi, menyiapkan makan, dan kemudian setelahnya bisa bebas bersenggama tanpa ada yang protes." Toshiki menjabarkan sesuai yang ada di pikirannya.     

Wajah Zuko seketika masam ketika penjabaran mengenai bebas bersenggama. Dia teringat akan dirinya dengan Runa yang sudah bebas melakukan itu tanpa perlu menikah terlebih dahulu, bahkan sepertinya dia yang lebih kerap meminta ITU pada Runa.     

"Kalau hanya soal bersenggama bebas, tanpa dijadikan istri juga bisa, yak an Toshiki-san?" balas Zuko dengan nada acuh tak acuh. Ini terlalu rata-rata di jaman modern begini.     

Namun, ternyata Toshiki menggeleng dan menjawab, "Tidak untuk saya, Zuko-san. Kebetulan istri saya itu selain dia sangat cantik, dia juga seorang yang konservatif, tidak mau ditiduri kalau tidak diberi cincin pernikahan, begitu katanya sewaktu saya mengajak dia tidur di Love Hotel."     

Mata Zuko mendelik mendengar kata 'love hotel' disebutkan di telinganya. Wajahnya memerah karena malu. Tapi kenapa orang yang mencetuskan kata itu malah berwajah datar saja?     

Love Hotel merupakan sebutan di Jepang untuk penginapan semacam hotel untuk pasangan cukup umur yang (biasanya) belum menikah yang ingin bermalam sebentar saja (short time). Bangunannya biasanya mencolok dengan interior yang sangat unik dan menarik beserta dekorasi kamar yang kadang out of the box.     

Ada kamar yang didekorasi bagaikan kamar bangsawan Eropa kuno, ada yang didekorasi bagaikan di ruang angkasa, ada juga yang menaruh perabot-perabot unik di sana, seperti kuda komidi putar, ataupun kasur berbentuk mobil dan berbagai hal unik lainnya, bahkan kamar yang didesain untuk BDSM pun ada, tidak lupa kamar yang berbentuk bagaikan kurungan burung dengan jeruji melingkar di sekeliling ranjang pun ada.     

Benar-benar sebuah tempat yang mind-blowing. Sebuah hotel yang dibangun untuk memuaskan imajinasi saat bercinta beserta pemuasan fetish yang masih di batas aman dan wajar.     

Banyak pasangan kekasih yang menggunakan love hotel ketika mereka tidak mungkin melakukan ITU di rumah mereka. Ada pula pasangan suami istri yang sengaja datang ke love hotel hanya untuk mendapatkan sensasi ruangannya yang unik sebagai pergantian suasana ketika jenuh bercinta di rumah.     

Ya, love hotel adalah tempat 'ehem-ehem' resmi di Jepang yang banyak terdapat di kota-kota besar seperti Tokyo atau Osaka dan lainnya.     

Kalau dipikir-pikir, sepertinya Zuko belum pernah datang ke love hotel. Yah, nanti kalau sudah selesai dengan perjalanan bisnis ini, Zuko akan mengusulkan ke Runa untuk mencoba bercinta di love hotel. Ia akan mencari referensi love hotel mana yang sekiranya bisa memuaskan imajinasi mereka berdua.     

Tak sabar akan itu, Zuko segera mengetikkan pesan ke Runa, bunyinya: "Sayank, kalau aku sudah pulang, ayo kita menghabiskan waktu di love hotel, yah! Aku ingin mencoba di sana!" Lalu tombol 'kirim' ditekan ringan dan pesan pun terkirim.     

Melihat pesannya sudah terkirim, Zuko tersenyum-senyum senang sembari membayangkan apa saja yang akan dia lakukan bersama Runa di love hotel nantinya. Ia sudah mengabaikan Toshiki yang entah sedang menjelaskan apa di sampingnya. Pikirannya sudah penuh akan bercinta dengan Runa nantinya.     

"Zuko … Zuko, hei Zuko?" Sayup-sayup, terdengar suara di dekat Zuko.     

"H-Hah? Ohh! Ehh! Ya, Bos?" Zuko tergagap ketika dia menyudahi lamunan mesumnya.     

"Kau ini kenapa? Sedang melamun apa? Atau … siapa?" sindir Nathan Ryuu di seberang samping sambil menyeringai ke Zuko.     

"Aku yakin dia sedang melamunkan hal kotor mengenai kekasihnya, Tuan," timpal Itachi.     

Mendengar sindiran Itachi yang menghujam tepat, Zuko gelagapan. "A-Apa maksudmu, Itachi-san? Aku hanya sedang bosan dan kalian sibuk berdiskusi. Jadi … jadi wajar saja kalau aku memilih untuk melamun saja, ya kan?"     

"Ya, ya, ya, tentu saja kau bebas melamun kapanpun dimana pun, Zuko, asal itu tidak membahayakanmu." Nathan Ryuu menengahi kedua bawahannya yang kerap adu mulut tak jelas itu.     

"Tentu, Bos! Aku pasti tidak akan menyebabkan diriku dalam bahaya hanya karena melamun." Zuko menjawab disertai senyum sumringahnya.     

"Baguslah kalau begitu." Nathan Ryuu menyimpan ponsel dan berkas penting ke tas kerjanya, lalu berujar lagi, "Setengah jam ke depan, kita sudah sampai di Aomori. Ohh, Itachi, kau sudah mengurus hotelnya?"     

"Sudah, Tuan." Lalu, Itachi menyebut nama hotel terbaik di Aomori. "Kebetulan hotel itu dekat dengan gedung pertemuan nanti, Tuan."     

Nathan Ryuu mengangguk, dia memikirkan istrinya yang pasti saat ini masih berada di agensi. "Sepertinya aku harus menghubungi Rei karena pasti akan pulang cukup larut nanti."     

Ketika Nathan Ryuu menelepon Reiko, dia berkata, "Lebih baik nanti kau di penthouse bersama Benio untuk menemani sekaligus menjagamu, Rei."     

"Kau yakin pulang larut, Ryuu?" tanya Rei di seberang sana. "Kalau kau lelah, menginap dulu di sana tak apa, Ryuu, aku bisa menginap di dorm."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.