Inevitable Fate [Indonesia]

Cinta Bisa Menunggu



Cinta Bisa Menunggu

0Reiko dan Rurika pun berjalan beriringan bersama menuju ke lift. Namun, mereka tentu masih harus melewati lorong demi lorong untuk sampai ke lift.     
0

"Ruri-chan, bagaimana kabar hubunganmu dengan Ronin-san?" tanya Reiko saat mereka sudah berduaan saja.     

Rurika menoleh sebentar ke Reiko yang kini sudah lebih akrab dengannya sejak peristiwa kala itu. "Aku dan Ronin?" Ia nampak sedikit ragu ketika mengulang kalimat pertanyaan dari Reiko.     

"Ahh, kalau kau tak nyaman mengatakannya, maka tak usah—"     

"Aku sudah putus dengan Ronin." Memotong Reiko sebelum melengkapi ucapannya, Rurika berikan jawaban cepat.     

"Hee? Putus?" Reiko melirih di akhir pertanyaan retorisnya. Matanya sedikit melebar karena tak percaya. Bukankah Rurika kemarin dulu bercerita padanya bahwa dia dan Ronin sedang merasa bahagia? Tapi kenapa sekarang ....     

"Ya, aku dan dia sudah putus, beberapa waktu lalu." Rurika munculkan senyuman kecutnya sembari menegaskan pernyataannya tadi.     

"Tapi, bukankah kalian katanya sudah bahagia ...." Reiko sampai tak tahu harus berikan kalimat yang pantas macam apa lagi agar tidak menyinggung Rurika.     

Rurika menaikkan bahu dengan cepat seraya berkata, "Yah, entahlah! Namanya hidup, semua penuh dengan misteri dan ketidakpastian, tentunya."     

Reiko menghentikan langkahnya meski mereka belum mencapai depan lift. Ia menahan lengan Rurika agar gadis itu ikut berhenti sepertinya. "Ruri-chan, apa kau serius mengenai itu?"     

Kepala Rurika mengangguk sambil menatap lekat pada Reiko.     

Segera, otak Rurika memutar kembali adegan saat itu. Dimana dia dan Ronin berdebat cukup hebat dan berujung dengan sebuah kalimat 'putus'.     

"Aku lelah kau selalu saja menggunakan alasan karir idol kamu untuk mengabaikan aku, Lulu." Ronin berkata dengan wajah putus asa, mengiba pada Rurika agar gadis itu mau sedikit memahami keluhannya.     

"Dan aku lelah mendengar rengekanmu ketika ingin bertemu. Kau tahu, jika bukan karena kau, aku mungkin lebih memilih tinggal di dorm saja. Hanya karena kau minta bertemu begini makanya aku urung pergi ke dorm dan tinggal di sana." Rurika mengomel panjang.     

"Lulu, aku bukannya meminta bertemu setiap hari, kan? Aku berharap satu atau dua minggu sekali kita bertemu. Meski pada kenyataannya, kita justru seringnya bertemu sebulan sekali. Apakah aku tidak boleh merasa kangen pada kekasihku?" Ronin mengiba terus pada Rurika yang keras.     

"Ahh, sudahlah, lebih baik kita jalan sendiri-sendiri saja! Berhubungan dalam kondisi begini malah rumit sendiri!"     

"Lulu! Aku mohon, jangan putus, yah! Jangan tinggalkan aku, Lulu!" pinta Ronin sambil meraih tubuh Rurika meski ditepis gadis itu. Tapi, dia tidak menyerah dan berkata, "Baiklah, baiklah, aku tak akan lagi merengek minta bertemu atau memaksa kita bertemu begini. Semuanya aku serahkan padamu saja, sayank. Jangan putus, yah!"     

Rurika menyerah pada belitan lengan kekar Ronin pada tubuhnya dan membiarkan saja lelaki itu terus memeluknya. "Tapi aku ingin kita putus, tidak bisakah kau menghargai keinginanku?"     

Ronin menatap nanar ke Rurika, seakan dia ingin berteriak, kenapa Rurika tidak berusaha menghargai keinginannya? Kenapa hanya dia terus yang selalu berusaha mengerti gadis itu? Namun, Ronin memilih diam menggigit lidahnya, tak meluncurkan kalimat yang sudah sampai di tenggorokan.     

Alih-alih mengatakan apa yang di pikirannya, Ronin justru berkata, "Bagaimana caranya agar kita tidak putus? Aku akan lakukan apapun itu meski sakit atau susah, asalkan kita bisa tetap bersama."     

"Tidak bisa, Ronin." Rurika menggeleng. "Pemilik G&G sudah menegaskan padaku untuk memilih antara kau dan karir, dan minggu depan adalah batas waktu dari Beliau agar aku menemukan pilihanku." Akhirnya, Rurika mengatakan alasan sebenarnya dia ingin putus.     

"Jadi ... bukan karena aku meminta bertemu, tapi ... tapi karena Nyonya Revka ...." Ronin melongo. Kini dia paham alasan sebenarnya dari kemelut hubungan dia dan Rurika. Inilah kenapa hubungan mereka kerap putus dan sambung berulang kali. Rupanya Rurika sering diterjang dilema.     

Kepala Rurika mengangguk lemah dan terkulai di dada Ronin. "Aku juga tidak ingin ini terjadi ...," lirihnya. "Tapi ... kau tahu sendiri seperti apa perjuanganku agar bisa lulus audisi dan bisa debut. Kau paham akan visi misiku mengenai karir idol."     

Kalau sudah begitu, mana bisa Ronin berkeras hati dengan keegoisannya. Menahan air matanya, Ronin mengecup puncak kepala Rurika dan berkata. "Aku akan berjuang untukmu. Aku akan buktikan pada dunia bahwa aku layak menjadi pasanganmu, pasangan seorang idol."     

"Jangan konyol!" pekik lirih Rurika dengan mata basah menatap wajah kekasihnya yang suram. "Jangan lakukan apapun. Aku tak mau kau bertingkah nekat." Kepalanya menggeleng pelan tanda dia sangat perduli pada Ronin meski di luarnya terlihat keras dan kejam.     

Senyum Ronin muncul sembari dia menangkup dan mengusap pipi basah Rurika dengan ibu jarinya. "Aku tentu saja tidak akan bertindak konyol maupun nekat. Mana aku berani, hm? Aku akan buktikan bahwa aku layak. Aku akan berjuang sehingga nantinya aku bisa memiliki studio tari sendiri, dan mungkin kalau aku cukup beruntung, aku akan mendirikan agensi."     

Isak tangis Rurika main keras ketika menyadari betapa Ronin sangat mencintainya. Meski mereka sering putus-sambung, meski Rurika kerap ketus dan galak, meski Rurika gadis kasar ... namun Ronin terus saja mendekat, tak mau pergi dari Rurika walau dihardik sekalipun.     

Namun, kali ini Ronin tahu dengan jelas bahwa dia harus menyerah dulu. "Baiklah, sayank, aku akan mundur dulu untuk sementara waktu sampai aku datang padamu dalam keadaan yang lebih pantas, sehingga tidak ada siapapun bisa mengkritik hubungan kita nantinya. Aku berjanji akan itu."     

Rurika kian benamkan wajah penuh air matanya ke dada Ronin.     

Ya, seperti itulah kisah dia dan Ronin untuk sekarang. Walau Ronin menyarankan mereka bertemu diam-diam, tapi Rurika menggeleng dan menolak karena dia merasa bahwa segala gerak-geriknya selama ini selalu dipantau Nyonya Revka.     

Dia tak punya pilihan lain selain menyerah meski tetap berharap suatu hari nanti, dia dan Ronin bisa bersama lagi.     

Mengingat itu kembali, mata Rurika nyaris basah, namun dia malah terkekeh kecil sambil tertunduk, menjawab ke Reiko, "Yah, mungkin ini sudah jalan kami untuk saat ini."     

Reiko diam dan tak berani bertanya lebih lanjut. Dia harus tahu diri karena Rurika terkesan tidak ingin membicarakan masalah itu lebih panjang dari apa yang sudah disampaikan. Baiklah, dia sudah mendapatkan jawaban secara general mengenai apa yang tadi dia tanyakan, tak perlu menggali lebih dalam karena itu sudah bukan ranah dia lagi.     

Reiko berpisah dengan Rurika di parkiran basement seperti biasa. Rurika masuk ke mobil yang sudah menunggunya dan kemudian, barulah Reiko masuk ke mobilnya sendiri.     

-0-0—00—0-0-     

Syuting hari ketiga untuk MV debut Synthesa ....     

"Jadi, kali ini kita akan memakai pakaian kasual, yah!" Aoi memiringkan kepala ketika dia diberitahu mengenai konsep hari ini.     

"Ya, karena kemarin kita sudah pakai banyak baju klasik, sekarang nuansanya modern dan kasual." Reiko menyahut.     

"Tapi, kudengar dari Maida barusan, kita juga akan memakai kostum pesta." Tami menimpali sebelum mereka masuk ke ruang rias.     

"Girls!" Maida muncul di ambang pintu sambil membawa beberapa pakaian yang sudah dibungkus plastik laundry. "Ini kostum kalian hari ini."     

Para gadis Synthesa segera mengambil pakaian yang bertuliskan nama mereka di plastik panjang tersebut.     

"Ehh! Apakah ini tidak terlalu seksi?" Reiko sudah membuka bungkus plastik kostum pesta di tangannya. Itu adalah gaun sequin warna emas yang berkilauan bermodel strapless. Benar-benar khas baju pesta ala di kelab malam.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.