Inevitable Fate [Indonesia]

Aoi Melakukan Pelecehan



Aoi Melakukan Pelecehan

0Synthesa naik ke mobil khusus untuk mereka dan Maida mengendarainya. "Kalian lelah?"     
0

"Iya, Maida-san, tentu saja lelah. Tapi besok masih ada syuting lagi, kan?" Aoi menjawab sambil rebahkan kepala di sandaran jok.     

"Ya, besok ada syuting terakhir untuk MV debut kalian. Setelah ini, istirahat yang benar, jangan melakukan apapun yang berbahaya—"     

"Maida-san, awas!"     

Ckiiitttttt!     

Mendadak, ada seorang remaja belia yang berlari begitu saja menyeberang jalan dan membuat Maida sangat terkejut.     

Mobil berhenti tepat sebelum menyenggol remaja itu, namun anehnya, si remaja malah terpental ke belakang. Maida terheran-heran, kenapa bisa begitu? Padahal dia tidak menyentuh remaja itu dan dia yakin akan hal tersebut.     

Malahan, yang membuat Maida juga cukup heran, dia sebenarnya sudah sangat terlambat untuk menginjak pedal rem, namun seakan mobil itu berhenti tepat sebelum kakinya menendang pedal rem.     

Tapi, tak ingin fokus pada keheranannya, Maida pun segera turun dari mobil dan berlari ke remaja yang jatuh terjengkang di trotoar.     

Reiko ingin ikut turun, namun Tami menahannya. "Jangan, Rei. Kita harus tetap di sini. Apalagi kita tak bawa masker. Kita akan mudah dikenali."     

"Tapi, Tami-chan, aku tak bisa berpangku tangan begitu saja tidak melihat kondisi bocah itu." Reiko memang tidak membawa masker hari ini karena mengira mereka hanya pergi syuting di tempat tertutup sehingga tak memerlukan penyamaran dari publik.     

"Rei, aku menghargai sikap pedulimu itu, tapi karena kita ini sedang merintis di jalur idol, semua gerak-gerik kita akan dipantau semua orang dan dicari celah oleh para pembenci kita," jelas Tami.     

"Maka dari itu, Tami-chan, aku harus keluar meski tak ada masker. Lagipula, jalanan sedang sepi." Reiko masih ngotot ingin melihat kondisi remaja itu.     

"Kalau dia mengenali kamu dari vlog ataupun live streaming kita dan kemudian dia malah seorang antis[1], maka dia bisa saja membuat berita hoax mengenai kita yang dipelintir sana dan sini. Paham kah maksudku?" Tami menatap mata Reiko dengan tajam dan serius di keremangan.     

Reiko baru kali ini melihat sikap serius Tami. Tapi, setelah dia berpikir ulang, tampaknya apa yang dinyatakan Tami tadi tidak terlalu keliru. "Hmhh … baiklah, aku mengerti. Maafkan keras kepalaku." Reiko surut dan meminta maaf atas kecerobohannya.     

Tami mengangguk sambil menepuk ringan lengan Reiko tanda itu baik-baik saja. Dia memang pantas dijadikan leader grup, mampu menengahi perdebatan member dan juga bisa memberikan masukan juga peringatan pada member lainnya agar tidak salah bersikap.     

"Rei-chan, kau terlalu baik hati. Awas, nanti sikap yang seperti itu malah jadi bumerang untukmu, loh!" Aoi yang duduk di belakang segera memajukan tubuhnya ke Reiko yang duduk di tengah. "Ta-chan, kau kadang menakutkan kalau sudah serius mengemban tugasmu sebagai leader, yah! Hi hi! Aku takuuttt ...," goda Aoi ke Tami.     

"Ha ha … aku hanya ingin melakukan yang terbaik atas segala kewajiban yang diserahkan padaku." Tami terkekeh ringan menanggapi Aoi. "Makanya, kalian semua jangan nakal, jadilah anak-anakku yang baik, yah!" ujarnya sambil menggusak poni Aoi.     

"Ughh … Ta-chan! Poniku jadi berantakan, nih!" sungut Aoi sambil membereskan poninya yang diacak Tami.     

Baru saja mereka berbincang, Maida sudah kembali masuk ke mobil.     

"Maida-san, bagaimana dengan bocah tadi?" Reiko menjadi yang pertama menanyakan itu mendahului lainnya.     

"Dia baik-baik saja, tidak terluka apapun dan hanya kaget saja. Aku menawarkan memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit dan membiayainya, tapi dia menolak." Maida menjawab sembari memakai sabuk pengaman lagi sebelum menjalankan mobil.     

"Fyuuhh … syukurlah kalau begitu." Aoi berceletuk. "Tadi hampir saja Reiko menangis guling-guling karena khawatir pada bocah itu!"     

"Tidak!" bantah Reiko sambil melirik ke belakang dan mendapati Aoi menjulurkan lidahnya disertai kerlingan nakalnya. "Aoi, kau ini memang nakal, yah! Awas aku cubit perutmu nanti!"     

Lalu, perjalanan ke dorm pun berlanjut diiringi obrolan ringan para gadis.     

Setibanya di dorm, mereka berebut masuk ke kamar mandi untuk berkemih ataupun ganti baju dan menghapus riasan. Yang tidak kebagian kamar mandi dengan cepat, mau tak mau berganti pakaian di kamar.     

"Rei-chan, dadamu itu montok sekali, yah!" Aoi menghampiri Reiko yang sedang berganti baju karena sudah berkeringat semenjak dari lokasi syuting sampai ke dorm.     

Reiko terkekeh saja, bahkan membiarkan Aoi menatap lekat ke dadanya. "Ini keturunan. Dan malahan ini pun sudah aku kecilkan, kok!"     

"Heh?! Dikecilkan?!" Aoi memekik kaget. "Astaga, Rei-chan, kenapa tidak kau berikan kepada aku saja? Lihatlah, dadaku ini sungguh mengenaskan, butuh suntikan ajaib." Ia sambil meremas dadanya sendiri dengan wajah penuh keluh kesah.     

"Dadamu baik-baik saja, Aoi-chan. Itu sudah pas ukurannya, dan malahan tidak mengenaskan, astaga kau ini ….." Reiko mencubit lembut pipi Aoi.     

"Di sini yang dadanya montok selain Rei-chan, yah Ru-chan. Ya kan, Ru-chan?" Aoi menoleh ke Rurika yang sedang berganti pakaian.     

Rurika hanya berhenti sambil melirik sebentar ke Aoi lalu meneruskan bagai tak mendengar apapun.     

Kesal diabaikan Rurika, maka Aoi pun menghampiri Rurika dan menusuk-nusuk samping payudara Rurika menggunakan ujung telunjuknya. "Ru-chan, kau pakai apa biar bisa semontok ini? Apa kau operasi?"     

Merasakan payudaranya ditusuk-tusuk jari Aoi yang jahil, ia menjauhkan dirinya dari Aoi sambil mendelik kesal. "Kau ingin aku laporkan ke polisi karena tindak pelecehan, heh?"     

"Ya ampun, kau ini … jangan terlalu sensitif, kenapa? Aku kan sedang memujimu." Aoi menampilkan wajah nelangsanya.     

"Kau pikir kelakuanmu barusan itu bukan tindakan pelecehan, huh?" Rurika masih mendelik ke Aoi. "Perlukah aku sebutkan pasal-pasalnya?" Ia yang kuliah di fakultas hukum semakin menaikkan dagunya.     

"Ehh? Benarkah?" Aoi segera saja memekik. "Ya ampun! Padahal dulu aku dan teman-temanku di sekolah terbiasa main pegang dada satu sama lain, loh! Dan kami sama sekali hanya iseng, bukan karena terangsang atau semacam itu!"     

"Terserah! Pokoknya itu merupakan salah satu bentuk pelecehan." Rurika menurunkan kaos luar yang sudah dia kenakan untuk menutupi kaos dalaman. "Makanya kendalikan kelakuanmu agar tidak masuk penjara." Lalu, Rurika mengemasi pakaian kotornya yang kemudian dia masukkan ke ranselnya, bersiap pulang.     

"Tak bisakah kalian berdua menginap di sini sebagai satu kesatuan Synthesa?" Aoi lekas mengambil topik pembicaraan lainnya.     

"Maaf, Aoi-chan, aku harus pulang dan mengurus keluargaku." Reiko berjalan menghampiri Aoi dan dia juga sudah bersiap pulang.     

"Huft, baiklah." Aoi tak memiliki pilihan. "Hati-hati kalian berdua, yah! Jangan sembrono, Rei-chan! Jangan sampai terluka lagi! Besok kita masih ada syuting."     

"Oke! Paipai!" Reiko melambaikan tangan dengan sikap imut ke Aoi dan Yuka. Sedangkan Rurika hanya diam dan berjalan keluar dari kamar dorm.     

Reiko dan Rurika pun berjalan beriringan bersama menuju ke lift. Namun, mereka tentu masih harus melewati lorong demi lorong untuk sampai ke lift.     

"Ruri-chan, bagaimana kabar hubunganmu dengan Ronin-san?" tanya Reiko saat mereka sudah berduaan saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.