Inevitable Fate [Indonesia]

Syuting Hari Kedua



Syuting Hari Kedua

0Selesai syuting MV debut mereka, Reiko bergegas pulang kembali ke penthouse mereka. Sesampainya di rumah, dia langsung mengoleskan lagi salep luka bakar dia yang masih tersisa.     
0

Untung saja dia bisa menyembunyikan ini dengan baik dari siapapun sehingga tak ada yang perlu cemas mengenai ini.     

"Bagaimana dengan syuting perdana kalian hari ini?" tanya Nathan Ryuu begitu melihat istrinya baru keluar dari kamar mandi.     

"Aku … um, tadi menyenangkan!" Reiko membalas dibarengi senyuman agar terkesan semuanya memang baik-baik saja.     

"Andai bisa, aku ingin sekali melihatmu syuting." Nathan Ryuu meraih pinggang istrinya untuk mengecup sayang pada keningnya.     

"Ahh, Ryuu … nanti juga kau bisa melihat hasilnya ketika MV debut kami keluar." Reiko tergelak kecil sambil menyamankan dirinya di pelukan sang suami.     

Entah bagaimana, Nathan Ryuu selalu saja berhasil membuat dirinya merasa nyaman dan tentram terlindungi. Lelaki Onodera ini begitu penuh perhatian dan lembut. Inilah kenapa Reiko tidak bisa membayangkan mengapa lelaki sebaik ini ditinggalkan dan dikhianati.     

"Kau sudah makan? Atau mungkin masih lapar?" tanya Nathan Ryuu sambil melonggarkan pelukannya untuk bisa menatap wajah cantik istrinya.     

"Aku masih kenyang. Apa kau ingin makan, Ryuu?" tanya Reiko. Petang baru saja beranjak meski langit telah menorehkan warna hitam pekat.     

"Baiklah, kalau begitu, kau temani aku makan, yah!" Nathan Ryuu menaikkan dagu sang istri disertai senyuman menawan.     

Reiko mengangguk. Memang sudah menjadi tugas seorang istri menemani suaminya di meja makan meski dia sendiri tidak ikut makan karena alasan tertentu.     

-0-0—00—0-0-     

Hari kedua syuting MV debut ….     

Maida menghampiri Reiko di ruang rias, bertanya, "Bagaimana tanganmu, Reiko?"     

"Ohh! Um … ini sudah membaik." Reiko tersenyum singkat sambil secara refleks menarik tangannya dari atas meja rias.     

Hal tersebut diketahui Maida yang bermata elang. "Coba sini aku lihat."     

Sebenarnya Reiko belum merasa baik-baik saja pada lukanya yang mulai berair lagi dikarenakan sarung tangan kemarin yang cukup menyiksanya.     

Tapi, menghadapi tatapan menuntut dari Maida, mau tak mau Reiko pun menyodorkan tangan kirinya dengan ragu-ragu.     

Ketika tangan itu diperiksa Maida, kening manajer itu langsung berkerut. "Ini terbuka lagi?" Ia menyelidik pada mata Reiko, mengharapkan jawaban jujur.     

"Um, itu … itu … hanya sedikit …." Reiko gugup.     

"Apakah itu karena sarung tangan kemarin terlalu kasar kena bekas lukamu?" tebak Maida secara langsung tanpa basa-basi.     

"Itu …." Bagaimana ini? Reiko bingung.     

"Ternyata demikian. Hghh … baiklah, aku akan berikan sarung tangan penuh yang menutupi semua telapak tanganmu dan aku akan carikan dulu yang berbahan halus dan lembut. Tunggu dulu sebentar." Maida segera membuat keputusan.     

Maida menelepon seseorang dan ia pamit keluar dari ruangan tersebut. Aoi yang sedang di rias di sebelah Reiko, segera saja mengambil tangan rekan Synthesa-nya. "Wuah! Rei-chan, ini kambuh lagi, yah! Benarkah karena sarung tangan yang kemarin?"     

"Unghh … itu …." Reiko harus menjawab apa?     

"Ini pasti sakit, ya kan?" Aoi menatap cemas ke Reiko yang mengernyit canggung.     

Kemudian, Maida kembali ke ruang rias bersama orang lain. "Balut dengan benar jarinya." Dia bicara pada orang yang masuk bersamanya.     

"Baik." Wanita muda itu mengangguk sambil membuka tas besarnya. Ternyata itu berisi peralatan semacam P3K. Segera, jari Reiko ditangani orang itu.     

Kini setelah jari itu diberi obat dan dibungkus perban tipis khusus untuk luka berair, wanita itu menatap Maida yang sejak tadi tetap di dekatnya mengawasi tindakan dia terhadap Reiko, dan berkata, "Sudah aku bungkus dengan perban tipis. Ini memang bukan penanganan terbaik karena seharusnya ini tidak boleh ditutup karena luka berair."     

"Tak apa. Kita hanya akan menutupnya setengah hari saja, yah sampai syuting hari ini selesai." Maida menjawab, lalu beralih ke Reiko untuk berkata, "Reiko, kau masih bisa kuat menahan untuk hari ini, kan?"     

Reiko mengangguk. "Bisa, Maida-san."     

"Nanti selesai syuting, kami akan membawamu ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang lebih serius." Maida melanjutkan.     

"Ahh! Tidak usah, Maida-san! Ini hanya cukup di—"     

"Jangan membantah. Bagaimana pun juga, kau adalah aset agensi ini, maka kami wajib merawatmu dengan baik. Ini juga sudah sesuai dengan perintah Nyonya Bos." Maida memotong kalimat Reiko.     

"Rei-chan, sudahlah terima saja!" Aoi yang di samping Reiko ikut membujuk agar Reiko ikuti saja arahan dari agensi.     

"Um, baiklah. Terima kasih." Reiko ojigi pada Maida dan wanita yang mengobatinya tadi.     

"Baiklah, karena jarimu sudah ditutup rapat, kenakan sarung tangan ini." Maida mengeluarkan sebuah sarung tangan sebatas pergelangan tangan warna hitam yang benar-benar menutup seluruh tangan berhiaskan Kristal Swarovski kecil-kecil di bagian atasnya. "Ini dari satin, semoga saja tidak memperburuk lukamu."     

Reiko menerima satu sarung tangan tersebut. Ya, hanya satu. Tapi, ini memang justru menambah keunikan tampilan Reiko nantinya.     

Tami, Rurika, dan Yuka pun datang untuk dirias. Aoi mengatakan mengenai luka Reiko yang kembali berair gara-gara sarung tangan kemarin.     

Tentu saja rekan Synthesa lainnya menunjukkan simpati mereka dan menanyakan dengan wajah khawatir, tapi Reiko terus menyatakan bahwa itu tidak terlalu menyakitkan agar tidak menaikkan kecemasan mereka.     

.     

.     

Syuting hari ini menggunakan seting abad lampau. Masing-masing dari mereka mengenakan gaun Eropa klasik.     

Begitu mereka selesai didandani dan berkumpul di set yang telah disiapkan, itu merupakan kastil yang entah bagaimana bisa G&G mempunyai aset semacam itu di sebuah lahan luas di pelosok Tokyo.     

"Wah, konsep dark kita memang totalitas, yah!" Aoi menatap gaun yang dikenakannya.     

"Ya, sejak awal, agensi memang ingin menggunakan konsep supernatural ke kita." Tami menyahut.     

Tak berapa lama kemudian, suara sutradara memanggil mereka berlima. Memberikan pengarahan apa yang harus dilakukan dan memulai syuting. Beberapa kali, sutradara berteriak menyampaikan apa yang harus dilakukan para gadis Synthesa agar sesuai dengan ekspektasinya.     

"Tami, berputar lebih tegas!"     

"Reiko, tatap langit dengan lebih dramastis, yah angkat dagumu sambil mulutmu terbuka sedikit seakan kau sedang berpikir dan merenung!"     

"Aoi, perhatikan langkahmu! Jangan terlalu cepat begitu, berjalan dengan anggun dan tatap kamera lebih tajam."     

"Bagus Rurika, kibaskan rambutmu, tampilkan gaya tertawa jahat tapi elegan!"     

"Yuka, putar kepalamu dengan luwes, ya begitu, sempurna!"     

Masing-masing dari mereka diberi arahan sambil musik lagu mereka diputar agar para member bisa lebih menghayati peran mereka.     

"Ayo, dance yang kompak! Aku ingin harmonis, harmonis! Lakukan dengan sinkron! Cut! Kurang, aku kurang dapat harmonisasi gerakan kalian saat menari bersama! Ulang!" Sutradara benar-benar keras pada mereka tanpa memandang siapapun itu.     

Meski lelah sudah berada di lokasi syuting dari pagi hingga malam, namun mereka akhirnya berhasil menyelesaikan syuting hari ini dengan gemilang.     

Mereka saling bertepuk tangan ketika sutradara puas dengan hasil hari ini dan menyatakan selesai. Lalu, mereka mulai saling berpamitan dan pulang.     

Synthesa naik ke mobil khusus untuk mereka dan Maida mengendarainya. "Kalian lelah?"     

"Iya, Maida-san, tentu saja lelah. Tapi besok masih ada syuting lagi, kan?" Aoi menjawab sambil rebahkan kepala di sandaran jok.     

"Ya, besok ada syuting terakhir untuk MV debut kalian. Setelah ini, istirahat yang benar, jangan melakukan apapun yang berbahaya—"     

"Maida-san, awas!"     

Ckiiitttttt!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.