Inevitable Fate [Indonesia]

Apa Kau Juga Begini Pada Ruby?



Apa Kau Juga Begini Pada Ruby?

0Pagi harinya, Reiko sadar dia tidur sendiri, lalu membuka mata dan duduk di kasur, ia teringat lagi akan Ruby. Perasaannya berubah-ubah dari benci ke bersyukur lalu ke kesal. Benar-benar rumit!     
0

Namun, karena Ruby sudah tiada, maka rasanya kurang tepat jika dia terus saja membawa kekesalan ini terus, kan? Oleh sebab itu, Reiko pun berusaha berdamai dengan kekesalan maupun cemburunya dan ingin melanjutkan jodohnya dengan Nathan Ryuu.     

Meski di dalam hatinya dia merasa sepertinya sang suami masih menyimpan kenangan dan cinta pada Ruby di sebuah sudut hati, tapi dia tak bisa apa-apa, karena perasaan adalah tetap sebuah perasaan, tak bisa dikontrol pihak lain.     

Yang bisa Reiko lakukan saat ini ketimbang memupuk kecemburuannya, lebih baik dia terus berusaha menjadi wanita terbaik bagi Nathan Ryuu. Dia tidak boleh secuilpun melakukan keburukan yang dilakukan Ruby. Dia harus bisa membuat suaminya berpikir bahwa dia lebih baik dari sang mantan.     

Yah, menghapus baying-bayang mantan itu memang sulit. Itu yang sering didengar Reiko, karena dia tak pernah memiliki mantan. Nathan Ryuu adalah kekasih dan cinta pertama dia dalam hidupnya dan dia harap itu pun menjadi yang terakhir.     

Reiko tidak bisa membayangkan dirinya tanpa ada Nathan Ryuu di kehidupan asmaranya.     

Saat ini, hati Reiko sudah sepenuhnya tertuju pada Nathan Ryuu, tidak seperti saat awal-awal menjalani kehidupan sebagai istri beberapa bulan lalu.     

Sekarang, Reiko sungguh memiliki ketergantungan terhadap tuan muda Onodera. Namun, itu bukan berdasarkan pada finansial ataupun harta semata. Dia lebih bergantung secara emosional terhadap Nathan Ryuu, dan inilah yang dia rasakan sebagai cinta.     

Keluar dari kamar tamu, Reiko mendapati sang suami sudah berada di dapur dan ternyata telah membuatkan sarapan sederhana seperti menggoreng udang dan ada sup ikan juga.     

"Sepertinya ada yang sangat sibuk di sini sejak tadi." Reiko menengok ke tumpukan panci, piring dan mangkuk kotor di bak cuci.     

Nathan Ryuu menoleh ketika mendengar suara sang istri di belakangnya. "Ohh, kau sudah bangun, sayank. Ha ha ha … maklumi jika beginilah lelaki ketika di dapur, oke? Mungkin aku butuh les privat sebagai chef agar tidak memalukan begini tampilan dapur usai kugunakan."     

Reiko mengulum senyumnya sebelum bicara, "Hn, tidak buruk, sih! Lelaki yang bukan chef mau turun ke dapur, memasak untuk istrinya, aku pikir itu hal yang luar biasa."     

Sebagaimana Reiko tahu, di dunia ini masih banyak orang yang memegang budaya patriarki, dan menilik bahwa suaminya berasal dari keluarga super kaya, tentunya lelaki Onodera itu jarang ke dapur, bahkan mungkin tidak pernah.     

Meski ini bukan pertama kalinya Nathan Ryuu masuk ke dapur untuk memasak, namun Reiko masih yakin bahwa dapur bukanlah tempat terbanyak yang disatroni Nathan Ryuu ketika di rumahnya, sejak dulu.     

"Memasak untuk istri, bagiku itu sesuatu yang menyenangkan, jadi kenapa tidak?" Nathan Ryuu menyahut dengan tidak melupakan senyum tampannya. Lalu, dia menyendok sedikit kuah yang dia taruh pada cawan kecil yang biasa digunakan di Asia Timur untuk mencicipi masakan, meniupnya sebentar dan menjulurkan ke Reiko. "Nah, cobalah ini, apakah enak menurutmu?"     

Reiko memajukan kepalanya dan menyesap kuah hangat di cawan kecil pencicip itu. "Hm, tidak buruk." Kepalanya turut mengangguk-angguk.     

"Apakah kurang sesuatu? Aku ingin ini benar-benar enak untukmu." Nathan Ryuu memandang Reiko, menunggu jawaban.     

"Kenapa harus enak untukku? Lalu untukmu, bagaimana?" tanya Reiko, cukup heran dengan kalimat sang suami.     

"Ahh, aku tak masalah dengan rasa apapun, yang terpenting adalah kamu, sayank. Aku ingin memberikan yang terbaik untukmu saja, abaikan mengenaiku." Sembari bicara, tangan lelaki Onodera itu mengelus pipi istrinya secara lembut.     

"Apakah … apakah kau juga memperlakukan Ruby seperti ini, Ryuu?" Ya ampun! Padahal Reiko tidak bermaksud ingin mengungkapkan apa yang menyesaki kepalanya saat ini, tapi kalimat itu tiba-tiba meluncur begitu saja tanpa berhasil dia tahan lagi.     

"Hah?" Nathan Ryuu melongo sejenak usai diberikan kalimat seperti tadi oleh Reiko. Apa dia salah dengar? Istrinya bertanya apa tadi?     

"A-ahh! Lupakan saja!" Reiko tersadar bahwa pertanyaan semacam itu pastinya kurang nyaman untuk suaminya. Ia tersenyum canggung sambil kibaskan tangan agar terkesan santai.     

Tapi, Nathan Ryuu tidak mau itu berlalu begitu saja. "Tidak, tidak, katakan itu sekali lagi agar aku bisa mendengar dengan jelas dan tidak salah paham." Sembari bicara seperti itu, kedua tangan Onodera sudah membelit di pinggang istrinya.     

Ini membuat Reiko makin salah tingkah dan merasa tak enak hati sendiri telah mengajukan pertanyaan kurang ajar seperti tadi. "Lupakan saja, Ryuu. Aku sendiri sudah lupa apa tepatnya kalimat pertanyaanku tadi." Ia menoleh ke suaminya dengan senyum sebaik mungkin agar sang suami tidak mengejar pengulangan kalimat memalukan tadi.     

"Kau yakin sudah tak ingat pertanyaanmu?" Nathan Ryuu menggosok-gosokkan ujung hidungnya pada kening Reiko.     

"Ti-Tidak, benar-benar sudah tidak ingat." Reiko gugup.     

"Baiklah kalau begitu, aku tidak memaksa." Nathan Ryuu memunculkan senyum iblisnya. Dia berhasil membuat Reiko tak mau mengulang pertanyaan itu. Cukup bertanya ulang dengan suara lembut dan pelukan nyaman serta sikap mesra, maka itu bisa mengalihkan istrinya.     

"Sini aku bantu pindahkan sup ikannya ke mangkuk." Reiko masih merasa gugup karena tak enak hati. Bisa-bisanya dia malah menampilkan Ruby di percakapan mereka. Itu sungguh tidak patut!     

"Tidak boleh! Aku tak mau jarimu kenapa-kenapa lagi." Nathan Ryuu tegas menolak keinginan istrinya. "Ohh ya, sebentar lagi akan datang perawat khusus untuk mengobati jarimu."     

"Jam berapa?" Reiko dilarang berurusan dengan penyajian makanan dan hanya boleh menonton saja di kursi makan. Dapurnya memang menyatu dengan ruang makan dan itu cukup luas.     

"Mungkin satu setengah atau dua jam lagi dia datang." Nathan Ryuu sudah memindahkan sup ikan ke mangkuk saji dan membawanya secara hati-hati ke meja makan.     

"Satu setengah jam?" Mata Reiko membola. "Itu akan membuatku terlambat ke agensi!" Ia melirik ke jam dinding di ruangan itu. Sudah jam setengah 8 pagi. Sudah 4 bulan ini jadwal kegiatan dia di G&G dimulai dari jam 9.     

"Ohh, aku lupa memberitahumu, bahwa kau libur hari ini. Kau tak perlu ke agensi sampai tanganmu pulih." Nathan Ryuu mengedipkan satu matanya ke Reiko.     

Sedangkan gadis itu melongo heran. "Libur? Kok—"     

"Jangan khawatir, aku sudah mengurus itu ke pemilik G&G." Begitu santainya Nathan Ryuu mengatakan itu. "Nah, ayo kita sarapan dulu, sayank. Aku ambilkan nasi untukmu, yah!"     

Tadi pagi Nathan Ryuu memang telah menghubungi Nyonya Revka dan bersedia membayar banyak untuk keterlambatan debut Synthesa karena masalah luka pada jari Reiko.     

"Tu-Tunggu dulu, Ryuu!"     

"Kenapa, sayank? Kau tak ingin makan nasi? Ingin kentang rebus? Atau mie?"     

"Bukan itu maksudku! Ano … itu … pemilik G&G … kenapa sepertinya kau sering berkomunikasi dengannya?"     

"Apakah kau cemburu akan itu, sayank? Aku menghubungi dia jika ada kaitan denganmu saja, kau bisa tenang."     

"Bukan begitu, Ryuu! Maksudku … dia … dia berarti … mengetahui kau dan aku sudah—"     

"Tentu saja sudah tahu! Sejak lama, pula! Ha ha ha!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.