Inevitable Fate [Indonesia]

Dua Jari Melepuh Gara-Gara Nathan Ryuu



Dua Jari Melepuh Gara-Gara Nathan Ryuu

0Tidak dinyana, anak buah Amiko berhasil menyelinap mendapatkan hasil wawancara singkat terkait Nathan Ryuu dan segera mempostingnya di sebuah akun anonim.     
0

Celakanya lagi, Reiko menonton video di postingan itu bersama dengan 3 anggota Synthesa lainnya. Yuka yang khawatir akan perubahan raut muka Reiko yang mendadak aneh, segera mengajak Reiko ke dapur.     

Namun, di dapur, ternyata Reiko begitu ceroboh karena banyak melamun dan berpikir sehingga dua jari kirinya terkena cipratan air mendidih yang baru saja dia buat.     

"Aku akan beli obat pereda sakit untuk kulit terbakar, yah!" Yuka hendak melesat pergi.     

"Nanti aku bisa beli kalau akan pulang saja, ini begini juga sudah agak mendingan, kok!" Ia sambil melirik ke dua jari yang memerah akibat terciprat air mendidih saat dia kurang akurat menuangkan air panas tersebut ke dalam mug dan malah air mengenai tepian mug sehingga menciprat ke jari tangan lainnya yang berada tak jauh dari mug.     

Dia sungguh ceroboh, sungguh teledor.     

Sepertinya luka bakar itu tidak remeh. Terbukti dari masih memerahnya kedua jari tersebut meski sudah diberikan pertolongan pertama dengan ditaruh di air mengalir dari kran.     

"Uffhh … rasanya panas dan perih." Reiko tidak bisa menyembunyikan itu dari sikapnya. Ini sungguhan sakit sehingga dia tidak mampu berpura-pura tidak merasa apapun.     

"Rei-nee! Aku telepon suamimu, yah! Bolehkah aku menggunakan ponselmu?" Yuka panik, wajahnya menampilkan gurat cemas yang sebenarnya.     

Mereka sudah hampir debut, dan mendadak ada insiden seperti ini pada Reiko? Apa jadinya nanti jika manajer tahu? Selain Reiko bisa ditegur, dimarahi, mereka juga bisa terancam batal debut sesuai tanggal yang ditentukan. Saat ini mereka sudah 90 persen menyelesaikan semua persiapan untuk debut. Yuka tidak ingin Reiko disalahkan akan kemunduran jadwal mereka nantinya.     

"Jangan, tidak usah. Uffhh … aku lebih baik ke Benio saja agar dia membelikan aku obat luka bakar." Reiko memutuskan demikian. "Tolong ponselku di tas ransel aku, Yu-chan."     

Tas itu berada di ruang latihan tadi. Yuka mengangguk dan berlari ke ruang tadi. Namun, dia tidak ingin heboh dan hanya berkata hendak mengambilkan ponsel untuk Reiko saat Aoi dan Tami menatap heran akan gelagat buru-buru Yuka.     

Namun, karena Yuka hanya berkata demikian, Aoi dan Tami pun tidak mengejar dengan pertanyaan lainnya dan melanjutkan bergosip di sana.     

"Rei-nee, ini ponselmu!" Yuka lekas menyerahkan ponsel ke Reiko.     

Reiko lekas menghubungi Benio yang pastinya sedang menunggu dia di mobil di parkiran basement gedung ini. "Be-Benio …."     

"Ya, Nyonya." Benio menyahut.     

"Bisa … belikan aku obat luka bakar?"     

"Nyonya terluka?" Mendadak, suara Benio langsung meninggi saking terkejutnya akan ucapan sang nyonya majikan.     

"Ini … ini hanya terciprat air panas saja, kok, hanya sedikit, he he …." Reiko tidak ingin membuat cemas siapapun.     

"Segera saya belikan dulu, Nyonya. Tolong tunggulah sebentar, nanti saya akan kabari Nyonya kalau sudah siap di bawah." Benio sambil memutar setir usai menyalakan mesin mobilnya. Dia bergegas menyetir ke apotek terdekat.     

Reiko menyerahkan kembali ponselnya ke Yuka untuk dimasukkan ke dalam tas ranselnya yang dibawa Yuka.     

"Bagaimana, Rei-nee? Tambah sakit?" Wajah Yuka benar-benar cemas.     

"Ohh, ini sudah mendingan, kok!" Reiko memaksakan senyumnya muncul agar Yuka tenang.     

"Rei-nee bohong! Jelas-jelas itu semakin memerah dan sedikit melepuh!" Yuka menuding ke dua jari Reiko yang masih terus dikucuri air kran.     

"Ohh, ini—"     

"Kalian lama sekali di sini? Sedang mengobrol apa?" Mendadak, Aoi dan Tami sudah masuk ke dapur.     

Namun, pandangan mata mereka tertuju dengan heran ke arah tangan Reiko yang dialiri air kran. Mereka lekas mendekat.     

"Ya ampun! Ini … ini kenapa?" tanya Tami sambil matanya membola saking terkejutnya melihat lepuhan di dua jari Reiko.     

"Rei-chan! Kau luka!" Aoi tak kalah histerisnya.     

"U-umm, ini hanya terciprat air panas saja, kok! Ini sudah mulai mendingan, he he …." Reiko tidak menyangka kedatangan dua anggota Synthesa lainnya ke dapur, di saat kondisinya sedang memburuk begini.     

"Mendingan apanya! Jelas-jelas ini melepuh, tentu rasanya sakit sekali, iya kan? Aku kan pernah kena air panas juga dulu waktu kecil dan itu saaakittt sekali!" celoteh Aoi.     

"Aku lapor ke Maida-san dulu." Tami hendak berbalik pergi.     

"Jangan! Aku tak mau ini menjadi heboh, tolong jangan beritahu Maida-san, Tami!" Reiko berseru sambil menahan tangan Tami dengan tangan satunya yang sehat.     

"Tapi, Rei …." Tami menatap tak berdaya ke Reiko.     

"Aku sebentar lagi akan pulang dan beli obat luka bakar, pasti besok akan membaik dan kempis. Jangan khawatir, yah!" Reiko memasang senyum di wajahnya.     

Tami segera menyahut, "Rei, ini sungguh tidak bisa—"     

"Kumohon …." Reiko bergegas memotong sebelum Tami melengkapi ucapannya. Wajahnya menyiratkan permohonan yang sangat amat ke Tami.     

"Hghh … baiklah, aku dan kami di sini akan diam, tapi aku benar-benar ingin besok ini sudah baik-baik saja, oke?" ucap Tami sambil menuding ke jari yang melepuh milik Reiko.     

"Iya, aku janji setelah ini akan mengobati ini dengan baik." Reiko tersenyum lagi sambil acungkan jari membentuk V di tangan yang sehat.     

Setelah itu, Reiko masih bersikeras membuatkan mereka cokelat hangat sebelum dia pulang. Meski dicegah, namun dia terlalu keras kepala karena merasa ini adalah sebuah janji, maka harus dilaksanakan selama dia masih sanggup.     

Tepat ketika Reiko selesai membuat cokelat panas untuk semua orang di bawah rasa sakit yang menyengat di kedua jarinya, ponselnya bergetar di saku celananya. Dia langsung tahu itu adalah Benio.     

Ia pun pamit pulang dan bergegas ke bawah. Ia sudah tak tahan ingin segera mendapatkan salep luka bakar yang pastinya terasa dingin menenangkan jika dioleskan ke lukanya.     

Namun, ketika Reiko tiba di parkiran bawah tanah, ternyata bukan mobil dia yang dikendarai Benio yang dia temui, melainkan mobil milik suaminya, Nathan Ryuu, sudah menunggu dia di tempat biasa dia dijemput Benio.     

Reiko segera diterpa dilema. Dia masih syok dan marah atas ketidakjujuran Nathan Ryuu mengenai mantan istri. Bahkan dia pun terluka begini gara-gara lelaki itu, meski suaminya tidak secara langsung melukainya, sih.     

Tetap saja, ini adalah imbas dari perbuatan Nathan Ryuu!     

Lalu … kemana Benio? Kenapa tidak ada mobil yang biasa dipakai Benio untuk menjemputnya? Hm, sepertinya Benio melaporkan ke Nathan Ryuu mengenai dia terkena insiden luka bakar dan dapat dipastikan Nathan Ryuu 'mengusir' Benio pergi agar lelaki itu bisa menggantikannya menjemput Reiko.     

Tsk! Benio selalu saja begitu. Namun, Reiko tak bisa seluruhnya menyalahkan Benio karena pengawal perempuan itu bekerja pada Nathan Ryuu dan tentu harus melaporkan apapun yang berkaitan dengan Reiko.     

Menyadari dia belum sanggup bertemu Nathan Ryuu, Reiko berbalik dan hendak menjauh dari mobil itu, ketika dua lengan kokoh memeluknya secara mendadak dari balik tembok.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.