Inevitable Fate [Indonesia]

Gerak Cepat Itachi



Gerak Cepat Itachi

0"Tuan Onodera, apakah benar Anda memiliki hubungan asmara dengan Nona Hanji? Tolong beri kami jawaban mengenai ini, kami butuh konfirmasi dari Anda." Segera, wartawan lain bertanya.     
0

"Aku sudah memiliki wanita yang aku kasihi, jadi tentu saja berita mengenaiku selama ini adalah tidak benar." Jawaban dari Nathan Ryuu membuat para wartawan mendelik kaget.     

"Lalu, bagaimana dengan mantan istri Anda? Apakah ucapan tadi mengartikan sekarang Anda sudah menemukan penggantinya?" Wartawan yang ditolong berdiri tadi mengajukan pertanyaan.     

Deg!     

Jantung Nathan Ryuu seperti dihantam godam raksasa ketika mendengar pertanyaan tersebut.     

Apakah ini siaran langsung? Onodera itu bertanya-tanya. Segera, wajahnya memburuk. Rahangnya mengatup keras dengan air muka suram. "Ayo pergi." Ia sudah tidak lagi berminat untuk beramah-tamah dengan para wartawan yang mengepungnya.     

Segera, para pengawal dibantu pihak keamanan gedung pun membantu Nathan Ryuu keluar dari kepungan itu dan berhasil masuk ke dalam mobil.     

Di dalam mobil, ia segera saja menelepon Itachi dan menjelaskan mengenai situasi dia tadi. "Maka dari itu, Itachi, tangani hal itu … segera!"     

"Baik, Tuan. Serahkan pada saya." Itachi mengangguk paham.     

Menutup teleponnya, Nathan Ryuu menghembuskan napas panjang sembari wajahnya belum bersih dari kekeruhan. Kenapa dia begitu lengah? Kenapa dia tadi tidak bergegas keluar saja dari kerumunan?     

Yah, ini memang tidak disangka-sangka oleh Nathan Ryuu. Dia awalnya hanya ingin memberikan sekelumit keterangan tersirat bahwa dia telah menemukan wanita pujaan dia dan itu bukan Amiko.     

Namun, dia kurang mengantisipasi mengenai pertanyaan akan mantan istri!     

Sial! Sial! Onodera Ryuu mengepalkan tangannya dengan wajah menggelap.     

Sementara itu, Itachi di kantor segera bertindak cepat sesuai yang diharapkan majikannya. Ia lekas menghubungi pihak-pihak penting di dunia pers dan menekan agar wawancara bosnya tadi tidak sampai dipublikasikan.     

Rupanya, tindakan Itachi cukup cepat juga dan benar saja, tidak ada portal berita dan media massa manapun yang menyiarkan wawancara singkat tadi.     

Pada petang harinya, Itachi terduduk lega di kursinya ketika mengetahui bahwa orang-orang penting yang telah dia hubungi sudah melaksanakan keinginan si bos.     

"Bapak, sepertinya Bapak lelah. Apakah mau saya buatkan teh hangat?" tanya Akeno kepada Itachi. Dia sampai rela tetap bertahan hingga petang bersama Itachi di ruangan kantor tersebut. Runa telah pulang sejak tadi.     

"Hm, ya, buatkan aku teh yang enak." Itachi melonggarkan sedikit dasinya sambil duduk santai bersandar pada kursi besarnya dan menatap ke jendela besar di belakang mejanya. Ia merasa lebih fresh setelah melihat pemandangan hamparan kota yang mulai menggelap dan dihiasi kerlip lampu di sana-sini dari gedung sekitarnya.     

-0-0—00—0-0-     

Sayang sekali, rupanya masih saja ada pihak tertentu yang berhasil merekam adegan wawancara tadi secara pribadi.     

Orang itu segera saja menghubungi Amiko dan menyerahkan rekaman yang dia hasilkan tadi.     

"Apa?! Dia sudah punya wanita lain?! Bagaimana bisa!" jerit Amiko ketika menonton hasil rekaman anak buahnya itu. Ingin sekali dia melempar ponsel tersebut jika tak ingat dia masih membutuhkan rekaman tadi.     

"Benar, Nona. Itu yang dia katakan tadi di sana." Si anak buah Tuan Hanji mengangguk tegas.     

"Grrhh … beraninya dia memiliki wanita lain selain aku!" Amiko makin geram ketika dia memikirkan ternyata pria incarannya sudah memiliki tambatan hati dan itu bukan dirinya! "Tak ada yang bisa menolak aku! Tak ada!"     

"Tapi, Nona … kenapa tidak memerhatikan mengenai pertanyaan salah satu wartawan mengenai mantan istrinya?" Lelaki anak buah itu berkata seolah sedang mengingatkan Amiko mengenai hal lain.     

"Huh? Ohh, benar!" Amiko segera teringat akan pertanyaan terakhir sebelum Nathan Ryuu pergi dari kepungan wartawan. "Dia punya mantan istri? Mantan istri?!" Amiko berseru kaget.     

"Kalau Nona perhatikan lagi, wajah Nathan Ryuu berbeda ketika pertanyaan tentang mantan istri itu diucapkan wartawan." Anak buahnya berkata.     

"Haa! Sini, aku lihat lagi!" Amiko kembali memutar rekaman itu dan fokus menatap raut wajah Nathan Ryuu. "Hoo … ternyata iya! Dia langsung berubah suram! Ha ha ha! Dia suram seketika sesudah pertanyaan itu dilontarkan!"     

"Ternyata dia memang memiliki mantan istri, Nona. Ini jarang diketahui publik. Mungkin hanya segelintir orang saja yang mengetahui akan hal ini." Si anak buah semakin memanasi Amiko. "Tentunya ini akan menjadi pukulan telak untuk dia andaikan hal ini digoreng, Nona."     

Dagu Amiko terangkat sembari dia menghirup dalam-dalam napasnya. "Hm, sepertinya itu ide bagus. Aku belum menunjukkan bagaimana jika aku sedang marah! Kau, segera cari wartawan yang menanya tentang mantan istrinya tadi! Tanyai wartawan itu, kulik informasi mengenai itu!"     

"Siap, Nona!" Lelaki anak buah Tuan Hanji pun bergegas pergi dari hadapan Amiko.     

Sepeninggal anak buah ayahnya tadi, senyum sinis muncul di wajah Amiko. "Kau sudah berulang kali menolakku dan juga meremehkan keberadaanku, Ryu. Kau pikir kau bisa seenaknya mempermalukan aku? Akan kubuat kau menyesal dan kau harus bertekuk lutut padaku!"     

Usai mengucapkan itu, terdengar ketukan di pintu, lalu seorang maid (pelayan wanita) muncul di ambang pintu ruang perpustakaan itu dan berkata, "Nona, pemijat Anda sudah datang."     

"Hm, ya, antar dia ke kamarku!" ucap Amiko sambil dia keluar dari ruangan luas milik ayahnya tersebut dan berjalan ke kamarnya sendiri.     

Tak sampai 10 menit, muncul seorang lelaki berwajah oriental, cukup tampan dan diantar maid menemui Amiko di kamarnya.     

"Ayo ke balkon. Ranjang pijatku ada di sana." Amiko sudah mengenakan mantel kamarnya, berkata sambil membuka pintu balkon.     

"Baik." Lelaki itu pun melangkah ke balkon bersama Amiko. Udara di balkon terasa sejuk, tidak terlalu dingin. Sudah mulai memasuki musim panas, oleh karenanya cuaca lebih terasa hangat.     

"Aku harap pijatanmu memuaskan." Amiko melepas mantel kamarnya dan dia tidak mengenakan apapun di balik mantel tersebut.     

Jakun lelaki pemijat itu naik dan turun meski wajahnya dibuat sedatar mungkin. Meski berusaha bersikap biasa, nyatanya dia masih lelaki normal yang langsung terpikat oleh tubuh indah Amiko.     

Amiko naik ke ranjang pemijatnya, berbaring tengkurap. "Minyak pijatnya ada di rak itu." Ia menunjuk ke sebuah rak kecil di dekat ranjang.     

"Baik, Nona." Lelaki pemijat itupun mulai mengambil minyak pijat beraroma lavender, mengoleskan ke tubuh belakang Amiko. Ia tak ragu meremas-remas bokong Amiko tanpa khawatir ditampar gadis itu.     

Tentu saja dia memiliki keyakinan tersebut karena dari awal saja, Amiko sudah memberikan sinyal padanya bahwa ini bukan sekedar pijat biasa.     

Dan benar saja, ketika Amiko berganti posisi telentang, gadis itu sama sekali tidak keberatan ketika tangan lelaki pemijat itu mulai menggerayangi daerah intimnya dan menekan-nekan di sana.     

Amiko justru melebarkan kakinya agar jemari berselubung minyak pijat itu bisa lebih leluasa menjangkau daerah peka nan nikmat dia. Segera, muncul erangan-erangan lirih Amiko.     

Hanya butuh beberapa belas menit dari itu untuk membuat si lelaki pemijat turut naik ke ranjang tersebut dan bergabung dengan Amiko, sama-sama telanjang dan menyatukan diri satu sama lain dalam hentakan erotis sampai puas.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.