Inevitable Fate [Indonesia]

Benar-Benar Menginginkan Operasi Itu



Benar-Benar Menginginkan Operasi Itu

0Runa diterjang dilema dan kusutnya pikiran ketika dia menemukan 'koleksi rahasia' milik Zuko di sebuah kardus kecil di kamar kosong rumah lelaki itu.     
0

Dikarenakan itu, dia jadi berpikir ulang mengenai usul ibunya tentang operasi pembesaran payudara. Dia sempat menentang ide sang ibu yang dianggap terlalu mengada-ada saja. Tapi, ketika dia melihat sendiri koleksi gambar perempuan berdada besar milik Zuko, Runa goyah.     

Dia mulai goyah.     

Hanya dikarenakan penemuan koleksi rahasia Zuko itu, Runa mulai khawatir, jangan-jangan, ucapan ibunya bisa terjadi suatu hari nanti. ketika dia disingkirkan Zuko karena ada perempuan lain yang lebih memikat dengan dada besar.     

Padahal, selama ini, Runa merasa sudah di kondisi yang stabil secara keuangan. Meski akhirnya dia sedikit kewalahan dengan tuntutan sang ibu yang merongrong menginginkan setengah lebih dari gajinya.     

Jika dia bisa menikah dengan Zuko, itu artinya dia akan berbagi beban sama dengan lelaki itu agar dia tidak tercekik atas berbagai kemauan ibunya.     

Maka dari itu, mungkin lebih baik jika Runa berupaya agar Zuko selalu mencintai dan terpikat pada dirinya agar masa depannya lebih aman dan terjamin.     

Tak pelak, dikarenakan ruwetnya pikiran Runa saat ini, dia mengucapkan kalimat yang membuat Zuko menganga kaget. "Zu-nii, bagaimana kalau aku operasi pembesaran payudara?"     

Wajar jika Zuko sangat terkesiap mendengar ucapan kekasihnya. Ia sampai harus menepikan dulu mobilnya sebelum dia oleng dan menabrak sesuatu. "Sa-sayank, apa maksudmu?"     

"Zu-nii, aku ingin dadaku lebih berisi, apakah kau setuju?" Runa menghadapkan tubuhnya ke Zuko setelah mobil benar-benar berhenti.     

Sembari melirik ke arah dada kekasihnya, Zuko berkata, "Tapi, Runa sayank ... aku pikir ...."     

"Jika Zu-nii sayang padaku, Zu-nii pasti menyetujuinya." Mendadak, Runa melantunkan kalimat demikian ke Zuko. Ini menambah lebar mulut ternganga lelaki itu.     

"Ru-Runa sayank, ada apa ini? Kenapa tiba-tiba kau ingin begitu?" Sungguh tidak pernah ada di benak Zuko bahwa kekasihnya menginginkan operasi payudara.     

"Aku ingin tampil lebih sempurna untuk Zu-nii."     

"Tapi kau sudah sempurna untukku, sayank."     

Runa menggeleng dan berkata, "Masih belum. Aku merasa aku masih belum sempurna bagi Zu-nii. Ayolah, Zu-nii ... boleh, yah!" Runa merengek sambil mendekatkan dirinya ke Zuko disertai wajah memohon. "Aku ingin membahagiakan Zu-nii ... dalam segala hal!"     

Terlena akan ucapan Runa, Zuko jadi terharu dan mengusap pipi kekasihnya sambil tersenyum. "Aku akan dukung jika itu bisa membuatmu bahagia, sayank."     

"Zu-nii! Kau terbaik!" Runa memeluk erat Zuko. "Aku selamanya mencintaimu, Zu-nii!"     

Betapa berbunga-bunganya hati Zuko ketika mendengar kalimat indah dari mulut kekasihnya. "Ya, sayank, aku juga akan mencintaimu selamanya. Nah, kau atur saja kapan kau ingin datang ke rumah sakit untuk berkonsultasi, yah!"     

"Iya, Zu-nii!" Runa terus memancarkan senyum cerahnya.     

Malam itu, Runa melayani Zuko lebih agresif dan lebih lama sebagai rasa terima kasihnya karena Zuko sudah menyetujui niat operasinya. Untuk biaya, mana mungkin Zuko membiarkan Runa membayar? Tentu saja Zuko akan menanggung semua biayanya.     

Oleh karena tak mau kehilangan Zuko yang dianggap telah mapan dan bermasa depan cerah, Runa rela melakukan apapun asalkan hidup dan masa depannya terjamin. Perempuan di mana pun pasti juga akan berpikir sama seperti Runa, mencari kemapanan dan kesejahteraan hidup bersama pasangannya.     

Memikirkan bahwa Zuko masih muda dan karirnya sudah bagus, beserta telah memiliki rumah pribadi di usia sangat muda, tentu itu sebuah indikasi baik bahwa Zuko memang pantas menjadi tempat Runa menggantungkan harapan akan masa depannya.     

Semua perempuan tentu mengharapkan masa depan yang mapan dan terjamin. Begitupun dengan Runa.     

-0-0--00--0-0-     

Ketika Runa sedang sibuk mempersiapkan operasi payudaranya, Reiko masih di tengah suasana bulan madunya. Dia sudah mengelilingi setengah Eropa bersama Nathan Ryuu. Mereka menghabiskan waktu dengan bercinta, makan enak, belanja dan bercengkerama mesra. Yacht milik Reiji menjadi saksi kemesraan keduanya.     

Hingga akhirnya, tibalah hari terakhir bagi mereka untuk kembali ke Jepang karena ini sudah satu minggu. Meski Nathan Ryuu tergelitik untuk 'menculik' Reiko lebih lama, namun dia tak tega jika harus mengacaukan karir yang sedang dibangun istrinya.     

Maka, dengan berat hati, Onodera Ryuu pun mengemasi barang-barang mereka di yacht untuk dipindahkan ke jet pribadi Nathan Ryuu.     

Sementara itu, tak lupa dua sejoli yang membara ini mampir sebentar di tempat Reiji sesuai dengan pesan Aimee, kakak ipar Nathan Ryuu.     

Karena keduanya datang di pagi hari, maka tak ada Alleta dan Elroy. Ini memang disengaja oleh Nathan Ryuu agar dua bocah itu tidak berbicara macam-macam ke Reiko mengenai masa lalu dia bersama Ruby.     

"Ini untuk kakek, ini untuk bibi, dan ini untuk paman kecil." Aimee menyerahkan banyak barang untuk dibawa keduanya sebagai oleh-oleh.     

"Astaga, ini banyak sekali. Entah apakah muat di kargo," goda Nathan Ryuu ketika disodori beberapa koper berisi oleh-oleh saja.     

"Jangan pura-pura, Ryuu. Aku yakin pesawatmu lebih dari cukup untuk memuat ini semua." Aimee mendelik jenaka ke adik iparnya. "Dan ini ... oleh-oleh untuk kalian." Aimee menyerahkan koper terakhir ke Reiko.     

"Ohh, pesawatku bisa oleng kalau sebanyak ini yang harus dibawa." Nathan Ryuu berlagak mengeluh.     

"Jangan bicara sembarangan, Ryuu!" Aimee menepuk dada adik iparnya.     

"Ha ha ha, maaf, maaf ...." Nathan Ryuu mengelus bekas tepukan cukup keras Aimee di dadanya. "Oke, berarti hanya ini saja, kan?"     

"Kak Reiji, Kak Aimee ... terima kasih atas semua waktu dan perhatian kalian pada kami." Reiko maju dan memeluk Aimee, lalu dia berganti mengecup pipi Reiji. Sebaliknya dengan Nathan Ryuu, dia memeluk Reiji dan mengecup pipi Aimee.     

"Salam untuk Al dan El." Reiko tak lupa menyampaikan itu sebelum berjalan ke mobil yang sudah menunggunya untuk membawa dia ke bandara.     

"Ya, tentu, akan aku sampaikan salammu ke mereka. Dan jangan kapok datang ke sini lagi, yah! Minta ke Ryuu untuk ke sini minimal setahun 2 kali!" Aimee berucap ke Reiko.     

Akhirnya, kedua sejoli membara pun melambaikan tangan pada Reiji dan Aimee sembari mobil membawa mereka keluar dari area mansion Reiji.     

Kembali ke pesawat, Reiko tidak luput dari bara birahi sang pemilik pesawat jet.     

"Ryuu-aanghh ... kau ini ... haangghh ...." Reiko kewalahan ketika dirinya mulai direbahkan pada sofa kabin utama dan suaminya mulai menindih sambil melucuti bajunya.     

Gairah Onodera Ryuu memang susah terpadamkan jika dia sudah mencintai seorang wanita. Bara libido dia selalu muncul kapanpun wanita tercintanya hadir di dekatnya, susah dia tahan, terutama jika mereka hanya berduaan saja.     

Seba sebagai pelayan utama di pesawat itu, paham akan gejolak membara majikannya dan akan berdiam diri di ruangannya di kabin belakang, menunggu dipanggil saja agar tidak mengganggu kegiatan bergerlora di kabin utama.     

Tiba di Jepang keesokan harinya, Reiko merasa tenaganya habis terkuras gara-gara sang suami yang menggila di pesawat, sama halnya ketika mereka masih di daratan Eropa.     

"Besok aku harus kembali ke G&G, Ryuu. Aku mohon malam ini jangan menindasku, oke?" Reiko harus mengingatkan ini pada suaminya atau dia tak akan punya tenaga tersisa untuk jadwal kegiatan besok di agensi.     

"Ha ha ha, semoga aku ingat, sayank." Nathan Ryuu mengedipkan satu mata genit ke istrinya.     

Ketika mereka makan malam menggunakan delivery ke penthouse, Reiko mendadak teringat pada satu nama. "Aku masih bertanya-tanya mengenai Hanji Amiko."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.